Di Indonesia, suku bangsa yang ada terbagi sesuai daerahnya. Jumlah suku bangsa di Indonesia mencapai ratusan, di antaranya dan yang paling banyak dikenal yaitu suku Betawi. Tradisi budaya dari etnis Betawi sangatlah beragam, baik dalam tradisi upacara pernikahan masyarakatnya, makanan, pakaian, seni tari, musik dan lain sebagainya. Salah satunya adalah palang pintu.
Palang Pintu adalah bagian dari warisan budaya etnis Betawi yang dilestarikan dan hingga saat ini masih diterapkan oleh etnis Betawi dalam prosesi pernikahan. Tradisi unik ini berisi laga pencak silat, adu pantun, hingga pembacaan Al-Qur’an dan shalawat.
Bagaimana sejarah dan makna dari tradisi yang sudah dilakukan sejak dahulu kala hingga sekarang ini? Yuk, simak selengkapnya berikut ini.
Artikel terkait: Bebaskan dari Marabahaya dan Kesialan, Begini Asal Usul Tradisi Ruwatan
Sejarah dan Asal Usul
Melansir dari laman Tirto, Palang Pintu merupakan tradisi untuk membuka mahligai pintu pernikahan dan ketaatan atas norma adat yang berlaku di masyarakat setempat. Hingga sekarang, tidak ada catatan yang menyebutkan kapan Palang Pintu bermula di Betawi. Namun, tradisi ini sudah diselenggarakan tokoh Betawi Si Pitung (1874-1903) ketika akan memperistri Aisyah yang merupakan putri pesohor Betawi, Murtadho.
Saat itu, Murtadho dikenal sebagai Jawara Kemayoran. Untuk bisa mempersunting anak perempuannya, Si Pitung harus membuka Palang Pintu, melawan ayah calon Istrinya yaitu Murtadho dengan keterampilan silat dan beradu pantun.
Konon ceritanya, Si Pitung berhasil menundukkan Murtadho dalam tradisi Palang Pintu dan menikahi Aisyah, sebagaimana dikutip dari buku Prosesi Adat Perkawinan Betawi Buke Palang Pintu (2013) yang ditulis Bachtiar.
Dalam bahasa Betawi, palang artinya penghalang agar orang atau sesuatu tidak bisa masuk/lewat. Artinya, tradisi Palang Pintu dimaksudkan agar pihak mempelai laki-laki membuka pintu restu dari mempelai perempuan. Kemudian, pintu (rumah pihak perempuan) dijaga oleh jawara sebagai penghalang. Jawara dari mempelai perempuan itu harus ditaklukkan oleh pihak laki-laki atau perwakilan jawaranya.
Tata Cara Prosesi Palang Pintu
Mengutip dari Validnews, prosesi buka palang pintu adalah hal yang harus dijalani oleh pengantin laki-laki sebelum memasuki lingkungan tempat tinggal pengantin perempuan. Dalam pelaksanaannya, prosesi ini berlangsung di gang-gang, atau jalanan tak jauh dari rumah pengantin perempuan.
Pihak pengantin laki-laki akan dihadang oleh pihak pengantin perempuan. Di sini pihak pengantin perempuan menjadi “palang pintu” yang jika ingin dilewati, harus dengan keterampilan dan kedalaman ilmu dari pihak pengantin laki-laki.
Pihak perempuan akan menantang pihak laki-laki untuk menguji keterampilan bela diri, silat kata atau berpantun, dan kemampuan membaca Al-Qur’an.
Masing-masing pihak pengantin biasanya sudah menyiapkan, setidaknya satu orang jago atau orang yang pandai bela diri, dan orang yang mahir berpantun. Jago dari pihak laki-laki akan ditantang untuk unjuk kebolehan. Begitu juga, niat kuat dari pengantin laki-laki akan ditantang lewat permainan kata-kata dalam sesi berbalas pantun.
Artikel terkait: Sekura, Tradisi Idul Fitri Asal Lampung yang Pererat Persaudaraan
Sebagai sebuah prosesi adat, tentunya jago pihak pengantin laki-laki akan dibiarkan menang dalam adu silat. Biasanya, setelah dua atau tiga jurus, pihak perempuan akan mengatakan ‘cukup’. Dalam adu pantun juga begitu, pihak laki-laki akan dimenangkan, sehingga jalannya terbuka menuju rumah pengantin wanita.
Namun sebelum itu, masih ada satu pengujian lagi, yaitu kebolehan membaca Al-Qur’an. Pengantin laki-laki akan membaca Al-Qur’an serta melantunkan salawat. Jika sesi ini sudah dilewati, barulah palang pintu terbuka.
Makna Tradisi Palang Pintu
Seluruh dari rangkaian pada buka palang pintu tersebut tentu bukan sekadar hanya sebuah prosesi tanpa makna. Ada filosofi yang mendasari hadirnya prosesi tersebut dalam setiap pernikahan adat Betawi, yang mana itu terkait dengan pandangan dan landasan hidup orang Betawi itu sendiri.
Pertama, adu silat dimaksudkan agar pihak laki-laki, yang dalam adat Betawi berfungsi sebagai kepala keluarga, harus memiliki kemampuan menjaga dan melindungi keluarganya dari marabahaya.
Kedua, keterampilan berpantun bermakna bahwa laki-laki harus dapat menghibur keluarganya agar ceria dan bahagia. Selain itu, adu pantun juga sebagai lambang diplomasi dari pihak laki-laki untuk mencapai kata mufakat dengan keluarga perempuan.
Ketiga, pembacaan Al-Quran dan shalawat bermakna bahwa pihak laki-laki harus bisa menjadi imam yang baik bagi keluarganya, paham agama, dan menuntun anak-istrinya dalam kebaikan.
Artikel terkait: 9 Tradisi pernikahan aneh di berbagai belahan dunia yang masih dipraktekkan
Barang-barang Pelengkap saat Prosesi
Prosesi ini biasanya juga dilengkapi dengan berbagai barang bawaan dari pihak pengantin laki-laki, seperti kue-kue, perlengkapan pakaian, dan kembang kelapa. Ada juga ondel-ondel hingga kembang kelapa yang mengiringi rombongan pengantin tersebut.
Semua itu adalah medium yang digunakan oleh masyarakat Betawi untuk memaknai kehidupan. Misalnya roti buaya melambangkan kesetiaan, ondel-ondel sebagai penolak bala, lalu kembang kelapa yang melambangkan keharusan setiap orang hidup serba berguna, layaknya pohon kelapa yang akar hingga buahnya dapat bermanfaat bagi manusia.
Nah, demikian penjelasan mengenai sejarah, makna hingga filosofi tradisi Palang Pintu. Semoga bisa menambah wawasan dan bermanfaat. Sejarah dan tradisi mana lagi yang ingin Parents ketahui?
Baca juga:
Mengenal Dandangan Kudus, Tradisi Kuno Menyambut Ramadan
4 Tahap Prosesi Malam Bainai, Tradisi Jelang Pernikahan dari Adat Minang
Metatah, Tradisi Jelang Dewasa Masyarakat Bali dengan Potong Gigi
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.