Duka yang menyayat hati ini berasal dari Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu. Pasangan suami istri Aspin Ekwandi dan Sri Sulismi yang tak memiliki biaya untuk menyewa ambulan untuk membawa bayinya yang meninggal, sehingga terpaksa harus memangku jenazah bayi mereka yang dimasukkan ke dalam tas dan membawanya dengan angkutan kota (angkot).
Perjalanan yang ditempuh selama lima jam tersebut dilalui pasutri ini dengan hati yang pedih dan hancur. Apalagi, Sri Sulismi sendiri yang harus memangku jenazah bayi yang belum lama dilahirkannya.
Memangku jenazah bayi karena tak kuat sewa ambulan
Biaya ambulan yang mencapai 3,2 juta tak dapat ia tebus sebagai transportasi yang layak untuk almarhum anak keempatnya tersebut. Sehingga, agar dapat sampai ke rumah, ia dan suami terpaksa memilih moda transportasi termurah.
Mereka pun terpaksa harus membendung tangisnya karena khawatir supir angkot akan curiga. Aspin dan istrinya takut jika tak diizinkan oleh supir angkot untuk memangku jenazah bayi mereka tersebut.
Apalagi, supir angkot sempat memintanya untuk menaruh tas berisi jenazah tersebut di dalam bagasi. Terang saja, mereka menolak permintaan tersebut dan beralasan bahwa tas yang ia bawa adalah kue yang rentan rusak jika terguncang di dalam bagasi.
Sebagai ayah, Aspin bukannya tak berusaha untuk mendapatkan transportasi yang lebih layak untuk anaknya. Namun, pihak rumah sakit menolak untuk memberikan diskon padanya.
“Saya coba tawar, tapi tegas mereka katakan tidak bisa kurang,” ujarnya pilu kepada Kompas.
Sri Sulismi mengandung anak keempat yang divonis mengalami kelainan paru-paru dan jantung sejak di dalam kandungan. Oleh karena itulah, dokter memutuskan untuk melakukan prosedur operasi sesar.
Operasi sesar dilakukan pada tanggal 5 April 2017 di RSUD Kabupaten Kaur. Kemudian, pada 6 April 2017, bayi mereka harus dirujuk ke RSUD M. Yunus di Kota Bengkulu untuk mendapatkan perawatan intensif penanganan bayi prematur.
Di saat bayinya berada di RSUD M. Yunus tersebut, Sri Sulismi hanya bisa dirawat di RSUD Kabupaten Kaur. Perbedaan tempat rawat ini dikarenakan sistem BPJS yang memang hanya menangani pasien berjenjang.
Pada tanggal 7 April 2017, sekuat apapun dokter berusaha dan sebanyak apapun orangtuanya berdoa, nyawa bayi ini sudah tidak dapat diselamatkan lagi. Begitu sampai di kampung halaman, jenazah segera disemayamkan di tempat peristirahatan terakhirnya.
Duka kami untuk keluarga Aspin Ekwandi dan Sri Sulismi. Semoga Tuhan menghibur keluarga yang ditinggalkan dan memberi ketabahan tak terbatas pada mereka.
Kami berharap, tidak ada lagi orangtua yang harus memangku jenazah bayi mereka di angkutan umum karena kekurangan biaya. Semoga suatu hari, kabar seperti ini dapat sampai pada kita sebelum terlambat sehingga kita dapat membantu keluarga-keluarga yang terpaksa mengalami hal serupa.
Baca juga:
Meninggal di Kereta; Kisah Mengharukan Bayi Pejuang Atresia Bilier
Duka yang terdalam ini berasal dari Kabupaten Kaur Provinsi Bengkulu. Sepasang suami istri Aspin Ekawandi dan Sri Sulismi tidak memiliki biaya untuk menyewa ambulan untuk membawa bayinya yang meninggal. Sehingga dengan sangat terpaksa ia harus memangku jenazah bayi yang dimasukkan ke dalam tas dan membawanya dengan angkutan kota (angkot). Perjalanan yang harus ditempuh selama lima jam ini dilalui dengan hati yang pedih dan hancur.
Memangku Bayi Karena Tak Kuat Sewa Ambulan
Biaya yang harus dibayar untuk sewa ambulan ini bisa mencapai 3,2 juta rupiah. Hal ini tentu tidak bisa ditebus oleh sepasang suami istri ini sebagai trasportasi yang layak bagi anak keempatnya tersebut. Sehingga Sri Sulismi bersama dengan suami memilih untuk menggunakan transportasi termurah. Mereka pun terpaksa harus membendung tangisnya karena khawatir jika supir angkot akan curiga dengan adanya jenazah bayi ini.
Sri mengatakan bahwa ia membawa kue yang rentan sekali rusak di dalam tasnya sehingga tidak boleh diletakkan di bagasi belakang. Aspin bukan tidak berusaha untuk mendapatkan transportasi yang layak untuk anaknya. Namun pihak rumah sakit menolak untuk memberikan diskon kepadanya.
Sang Bayi Memiliki Kelainan Jantung dan Paru Paru
Sri telah mengandung akan keempatnya yang divonis mengalami kelainan paru paru dan jantung sejak dalam kandungan. Oleh karena itu, dokter pun memutuskan untuk melakukan prosedur Caesar. Operasi ini kemudian dilakukan pada tanggal 5 April 2017 di RSUD Kabupaten Kaur. Mulanya pada tanggal 6 April 2017 bayi mereka harus dirujuk ke RSUD M. Yunus di Kota Bengkulu untuk mendapatkan perawatan intensiff penanganan bayi premature.
Pada tanggal 7 April 2017 sekuat apapun dokter berusaha dan sebanyak apapun doa, nyawa bayi sudah tidak dapat lagi diselamatkan. Begitu sampai di kampung halmaan, jenazah pun disemayamkan di tempat peristirahatan terakhirnya. Duka mendalam tentu dirasakan oleh keluarga kecil yang telah memangku jenazah bayi hingga 5 jam sehingga akhirnya bisa disemayamkan.
Adanya kasus seperti ini tentu membuat kita menjadi lebih peka terhadap kejadian yang dialami oleh orang sekitar. Semoga keluarga Aspin dan Sri diberikan kebahagiaan dan ketabahan tak terbatas kepada mereka. Semoga tidak ada lagi keluarga yang akan memangku jenazah di angkutan umum karena kekurangan biaya.
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.