6 Hal Seputar Pernikahan Dini yang Perlu Dipahami Menurut Psikolog

Masih kerap terjadi di Indonesia, begini jawaban dan tanggapan Psikolog mengenai pertanyaan terkait nikah dini. Cek Parents!

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Apa yang ada di benak Parents ketika mendengar kata ‘nikah dini’? Di Indonesia sendiri, pernikahan dini menjadi salah satu topik yang kerap dipenuhi pro dan kontra.

Terkait dengan hal ini, salah seorang Psikolog sekaligus Dosen di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Aully Grashinta, S.Psi, M.Psi mengungkapkan pendapatnya.

Parents, berikut ini beberapa hal yang kerap menjadi pertanyaan seputar pernikahan dini.

Artikel Terkait: Berhasil Hindari Pernikahan Dini, Sanita Kini Perjuangkan Hak Perempuan Muda di Indonesia

Nikah Muda di Mata Psikolog, Begini Penjelasannya

1. Bagaimana pandangan seorang psikolog mengenai pernikahan dini? Apakah selalu berisiko untuk gagal?

Tentunya mesti agak jelas mengenai konsep nikah dini. Namun, menurut konsep dewasa awal, bila di atas usia 18 dan di bawah 20 tahun, masih dianggap dini untuk menikah.

Pada dasarnya, perkawinan bukan hal yang mudah dan perlu dipersiapkan dengan sungguh-sungguh terutama pada aspek emosi dan pola pikir.

Pernikahan yang terlalu dini seringkali gagal karena kurangnya kematangan emosi dan pola pikir.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Penelitian juga menunjukkan bahwa kemungkinkan terjadinya perceraian menurun 50% saat pernikahan dilakukan di atas 25 tahun dibandingkan dengan di bawah 20 tahun.

Tentunya kita tidak bisa menggeneralisasi bahwa pernikahan dini selalu tidak baik hasilnya.

Namun, pernikahan yang disertai dengan kematangan fisik, kecerdasan emosi, dan kematangan pola pikir tentunya akan menghasilkan kualitas pernikahan yang lebih baik.

2. Apakah umur memengaruhi tingkat kematangan seseorang untuk menikah? Apa saja faktor lainnya?

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Pada dasarnya ada hubungan antara usia dan kematangan seseorang. Dengan semakin bertambahnya usia, kematangan psikologis dan fisiologis juga semakin matang.

Misalnya kematangan pada otak berkorelasi dengan kemampuan berpikir logis, kemampuan pengambilan keputusan, dan kemampuan mengendalikan impuls atau dorongan-dorongan yang ada dalam diri.

Meskipun pencapaian kematangan seseorang tidak selalu linear dengan usianya dan setiap individu memiliki kecepatan yang berbeda-beda.

Dalam ilmu Psikologi, seseorang dikategorikan memasuki usia dewasa awal adalah saat berusia 18 tahun hingga 40 tahun.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Salah satu tugas perkembangan pada masa ini adalah memilih pasangan, belajar hidup bersama suami atau istri, membentuk suatu keluarga, membesarkan anak-anak, dan mengelola keluarga.

Beberapa penelitian menunjukkan usia yang ideal untuk menikah adalah pertengahan 20-an hingga 30-an awal.

Idealnya untuk menikah diperlukan kematangan fisik yang dirujuk dari umur, kematangan dan kecerdasan emosional, serta kematangan pola pikir.

Selain faktor tersebut, faktor pola asuh, lingkungan sosial, pendidikan, bahkan ekonomi juga turut mempengaruhi kematangan seseorang untuk menikah.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Artikel Terkait: Menikah Muda karena Takut Zina, Quraish Shihab: “Itu Bukan Solusi”

3. Lalu, sebetulnya apa saja dampak dari nikah dini bagi pasangan?

Pernikahan dini tentu saja berdampak pada fisik dan psikologis.

Pada pernikahan di bawah usia 18 tahun, rentan dengan permasalahan reproduksi karena pada dasarnya belum cukup matang secara fisiologis.

Dampak psikologis juga sangat besar. Kematangan emosi merupakan salah satu aspek yang sangat penting untuk menjaga kelangsungan perkawinan di usia muda.

Salah satu tugas berat dalam perkawinan adalah menyesuaikan diri dengan perbedaan yang  ada pada pasangan.

Pada usia yang lebih matang, biasanya seseorang akan lebih mudah mengelola perbedaan yang ada pada pasangannya.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Selain itu, dengan adanya kematangan emosi, seseorang dapat menjalani kehidupan dengan menerima hal-hal yang tidak dapat diubah, dan memiliki kebijaksanaan untuk menghargai perbedaan yang ada pada pasangannya.

Artikel Terkait: Viral! Selebgram ini dianggap promosikan pernikahan dini, apa dampaknya?

4. Bagaimana dampak nikah dini pada anak?

Sebenarnya hal ini sangat terkait dengan kematangan emosional. Menjadi orang tua adalah tanggung jawab besar yang harus dijalankan.

Pada orang dengan kematangan emosi yang baik, ia akan memahami tugas dan tanggung jawab sebagai orang tua yang berbeda dengan saat masih sendiri.

Beban tanggung jawab ini, jika tidak sepenuhnya diterima akan berdampak pada pola pengasuhan, pendidikan, dan interaksi serta attachment dengan orang tua itu sendiri. 

Jika peran sebagai orang tua tidak dapat dijalankan secara baik mengingat kematangan fisik, emosi, dan pola pikir yang belum tercapai tadi, dampak pada anak tentu besar.

Anak yang diasuh dengan pola asuh yang tidak tepat akan memengaruhi perkembangan kepribadiannya di masa mendatang.

Artikel Terkait: 9 Ciri-ciri Cowok Red Flag, Perlu Tahu Sebelum Memutuskan Menikah!

5. Bila sudah terlanjur nikah dini, apa yang sebaiknya dilakukan agar pernikahan tetap berjalan harmonis?

Tentunya meningkatkan kemampuan penyesuaian diri. Semakin mudah menyesuaikan diri dengan orang lain akan semakin mudah menjalin hubungan dengan orang lain termasuk pasangan.

Memahami secara mendalam dan terinternalisasi hak dan kewajiban dalam rumah tangga.

Hal ini terkesan mudah, namun memang sulit dalam pelaksanaannya terutama saat seseorang merasa tidak ‘ingin’ memahami secara mendalam hal yang menjadi kewajibannya.

Pada umumnya orang yang menikah pada usia yang lebih matang, memiliki cukup waktu untuk mengeksplorasi dirinya sendiri, mencari jati dirinya sehingga akhirnya mengetahui dengan pasti hal yang benar-benar diinginkannya.

Pada orang yang menikah muda, kesempatan ini tidak cukup banyak sehingga seringkali masih mudah terbawa pada keinginan untuk mengeksplorasi dirinya dan akhirnya melupakan peran dan kewajibannya.

Memiliki tujuan bersama yang ingin dicapai, memberi dukungan satu sama lain, serta saling terbuka dan mau menyesuaikan diri akan mempermudah pasangan dalam berhubungan rumah tangga.

Artikel Terkait: Mengenali Pink Flag, ‘Alarm’ Hubungan Asmara Tidak Baik-Baik Saja 

6. Seperti apa persiapan pernikahan yang tepat bagi mereka yang akan menikah?

Aspek penting yang perlu disiapkan adalah aspek psikologis. Bahwa ketika memasuki masa pernikahan, pribadi tidak sendiri lagi.

Ada tanggung jawab baik agama, moral, dan finansial yang harus dipikul. Ada kewajiban untuk berbagi dengan pasangan, ada keharusan untuk menyesuaikan diri dengan pasangan, ada keharusan untuk mempertahankan pernikahan dan sebagainya.

Pemahaman mengenai hal yang menjadi hak dan kewajiban, baik dengan peran istri maupun peran suami perlu diberikan.

Begitu pula dengan peran sebagai orang tua. Sebagai anak mertua, ipar, dan hubungan keluarga besar lainnya juga harus dipelajari sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik.

Di sisi lain, meski tidak menjadi patokan utama, kemandirian finansial diperlukan untuk dapat menjalani kehidupan pernikahan yang sehat.

Salah satu faktor utama penyebab perceraian yang terbanyak adalah faktor ekonomi.

Artikel Terkait: Berani Berkomitmen, 10 Selebriti Ini Menikah Sebelum Usianya Genap 20 Tahun!

Itulah tanggapan dan pandangan psikolog mengenai nikah dini. Semoga informasi di atas bisa bermanfaat, Parents.

****

Baca Juga:

Usia Pernikahan Rawan Konflik, Atasi Sebelum Hancurkan Rumah Tangga

Pernikahan Dini di Lombok, Remaja SMP Dinikahkan Hanya karena Telat Pulang

10 Artis yang Menikah Muda, Aaliyah Massaid hingga Faby Marcelia

Penulis

nisya