Ada banyak mitos dan fakta autisme yang beredar di masyarakat. Kebanyakan dari mitos tersebut seringkali salah kaprah dan hanya bersumber dari dugaan tak berdasar.
Fakta menunjukkan bahwa jumlah penderita gangguan spektrum autisme (GSA) kian meningkat. Tren peningkatan ini terus terjadi sejak tahun 2002.
Saat ini, ada sekitar 1 dari 59 anak didiagnosis dengan GSA. Meski penyebabnya belum jelas, ada satu hal yang pasti, yakni orang tua dan masyarakat dapat membantu anak-anak dengan GSA secara optimal dengan memahami apa yang benar dan tidak tentang kondisi ini.
Berikut mitos dan fakta seputar autisme pada anak lengkapnya.
Artikel Terkait: 10 Pola Asuh Anak Autisme yang Perlu Parents Perhatikan
Mitos dan Fakta Autisme pada Anak
Mitos #1: Kemunculan gangguan spektrum autisme tergolong baru
Fakta: Autisme pertama kali dijabarkan oleh ilmuwan Leo Kranner di tahun 1943. Namun sebenarnya, penjelasan tentang anak dengan ciri autisme telah ada sejak tahun 1799. Jadi, anggapan bahwa Autisme adalah penyakit baru adalah hal yang salah.
Mitos #2: Gangguan spektrum autisme adalah gangguan jiwa
Fakta: Kondisi ini tergolong gangguan perkembangan saraf dan otak. Studi-studi menemukan bahwa individu dengan GSA memiliki struktur dan kadar zat kimia otak yang tidak normal.
Mitos #3: Semua individu dengan GSA memiliki ciri yang sama
Fakta: Gangguan spektrum autisme merupakan sekelompok gangguan perkembangan yang memengaruhi kemampuan seseorang dalam berkomunikasi, berinteraksi sosial, dan berperilaku.
Gangguan ini disebut sebagai suatu ‘spektrum’ karena memengaruhi setiap orang dengan cara yang berbeda.
Meski terdapat ciri yang serupa, tidak ada dua individu dengan autisme yang persis sama.
Masing-masing dari mereka menunjukkan kombinasi gejala yang berbeda dengan tingkat keparahan yang bervariasi, dari ringan hingga berat.
Artikel terkait: 15 Ciri Anak Autisme dari Ringan hingga Berat, Parents Perlu Tahu!
Mitos #4: Autisme disebabkan oleh vaksinasi.
Fakta: Di tahun 2017, American Academy of Pediatrics menyatakan tidak ada bukti bahwa vaksinasi menyebabkan autisme.
Sebelumnya, thimerosal yang umum ditemukan sebagai kandungan vaksin, dianggap sebagai penyebab GSA.
Namun, sejak zat ini dihilangkan dari produk vaksin, justru angka kejadian GSA semakin meningkat.
Mitos #5: Gangguan spektrum autisme disebabkan oleh pola asuh yang salah atau ibu yang bersikap ‘dingin’.
Fakta: Di tahun 1950, muncul asumsi bahwa GSA disebabkan oleh orang tua yang ‘jauh’ atau ‘dingin’ secara emosional.
Meski penyebab pastinya belum ditentukan, sekarang telah tegas dinyatakan bahwa kemunculan GSA tidak ada hubungannya hal itu, termasuk juga pola asuh orang tua.
Mitos #6: Satu-satunya penyebab GSA adalah faktor lingkungan.
Fakta: Para ahli menyatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan tertentu berhubungan dengan peningkatan risiko GSA karena berefek pada perkembangan otak.
Hingga kini, telah ditemukan 61 variasi gen yang berhubungan dengan risiko GSA.
Secara statisitik, didapati bahwa anak-anak dengan saudara kandung yang mengidap GSA berisiko lebih tinggi.
Begitu pula dengan jenis kelamin laki-laki serta anak dengan kelainan genetik tertentu.
Sedangkan faktor lingkungan yang berhubungan dengan GSA mencakup usia ayah di atas 34 tahun, kondisi kesehatan fisik dan jiwa ibu yang buruk, penggunaan obat-obatan tertentu saat hamil, paparan kimia terhadap ibu hamil, persalinan prematur, komplikasi persalinan, berat badan lahir rendah, dan infeksi pasca lahir.
Mitos #7: Individu dengan GSA bersifat kasar atau menyukai kekerasan.
Fakta: Perilaku yang agresif dari individu dengan GSA biasanya timbul akibat kepekaan indera sensorik yang berlebihan atau stres emosional.
Namun, hal ini tidak terjadi akibat suatu kemarahan atau kedengkian, serta tidak menimbulkan bahaya bagi masyarakat.
Sebagian besar dari mereka sebenarnya memilih untuk membatasi paparan dan interaksi dengan orang lain karena situasi sosial dapat membingungkan dan memicu kecemasan.
Mitos #8: Semua individu dengan autisme memiliki kecerdasan di atas normal.
Fakta: Sekitar 10 persen individu dengan GSA memiliki kemampuan khusus, terutama dalam bidang musik, seni, matematika, daya ingat dan ketangkasan manual.
Sebagian besar lainnya, memiliki kemampuan di atas rata-rata pada area yang menjadi minat atau obsesi mereka.
Kemampuan ini disebut sebagai “splinter skills”, yang berarti kemampuan yang terlepas dari konteks dan/atau tujuannya.
Kemampuan ini hanyalah sebuah fraksi atau pecahan dari serangkaian keterampilan yang bermakna sehingga tidak terlalu bermanfaat dalam situasi dunia nyata.
Sebagai contoh, seorang anak dengan GSA mampu menghafal jadwal perjalanan dengan bus atau kereta api tanpa memahami cara pergi ke halte atau stasiun, atau cara membeli tiketnya.
Mitos #9: Individu dengan GSA tidak mampu atau mau menjalin hubungan interpersonal yang bermakna.
Fakta: Meski banyak individu dengan GSA mengalami kesulitan dalam berinteraksi dan menjalin hubungan sosial, mereka tetap dapat memiliki hubungan interpersonal yang mendalam dengan keluarga dan teman, jatuh cinta, dan bahkan menjadi orang tua.
Namun, karena perbedaan proses pada indera dan pemahaman sosial, ekspresi rasa cinta atau kedekatan mungkin tampak berbeda atau tidak biasa dari umumnya.
Mitos #10: Individu dengan GSA bersikap ‘dingin’ dan tidak berempati.
Fakta: Individu dengan autisme juga punya perasaan dan empati. Namun, mereka mengekspresikannya dengan cara yang sulit dikenali.
Sebagian dari mereka mungkin tampak ‘dingin’ atau ‘tidak peduli’ di saat cemas atau ketika diharapkan dapat menunjukkan kepedulian atau empati dengan cara yang umumnya dilakukan orang lain.
Artikel Terkait: Mengenal Tentang Autisme Lebih Dekat agar Tak Salah Kaprah Dalam Memahami
Mitos #11: Autisme dapat disembuhkan.
Fakta: Hingga kini belum ada terapi yang dapat menyembuhkan gangguan spektrum autisme.
Namun, deteksi dan intervensi dapat sangat meningkatkan perkembangan dan keterampilan anak.
Itulah sebabnya semua anak perlu mendapatkan skrining untuk GSA pada usia 18 dan 24 bulan.
GSA dapat sulit untuk didiagnosis, terutama sebelum anak berusia 18 bulan. Pada usia 2 tahun, dokter anak umumnya dapat membuat diagnosis yang akurat. Akan tetapi, banyak pula anak-anak yang tidak terdiagnosis hingga mereka berusia jauh lebih tua.
Artikel Terkait: Perbedaan Autisme dan ADHD pada Anak, Jangan Sampai Keliru!
Di luar sana, mitos dan kesalahpahaman soal autisme dan individu dengan GSA masih banyak ditemui.
Mitos-mitos ini dapat menyinggung, membahayakan, menstigmatisasi, hingga menyesatkan.
Oleh sebab itu, menyebarkan informasi yang benar dan tidak soal kondisi ini menjadi penting agar anak-anak dengan GSA mendapat dukungan, bantuan, dan pemahaman yang dibutuhkan untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal.
Itulah informasi mengenai mitos dan fakta seputar autisme pada anak. Semoga bermanfaat bagi Parents.
***
Baca Juga:
Sejarah Hari Autisme Sedunia, Mari Hentikan Perundungan dengan Mengenal Autisme
Perlukah anak autis mengonsumsi makanan khusus? Ini jawabannya!