Pernahkah Anda berdiskusi dengan suami Anda untuk merencanakan kehamilan anak kedua? Anda mungkin ingin memberi adik bagi anak pertama Anda karena memori manis saat tumbuh besar bersama adik dan kakak?
Mungkin juga alasan Parents adalah, Anda dan suami kan sudah berpengalaman mengasuh anak pertama, jadi anak kedua tak akan mengakibatkan stres sehebat dulu. Bisa jadi pula, Anda memang suka saja dengan keluarga yang besar dan karena itu, menambah anak adalah keharusan.
Sayangnya, menurut penelitian di Australia yang dimuat Journal of Marriage and Family menyimpulkan, memiliki anak kedua akan berdampak negatif pada kesehatan mental Anda.
Merencanakan kehamilan anak kedua, seberapa perlu?
Penelitian yang disebut di awal tadi diadakan untuk melihat, apa sih dampak punya anak pertama, kedua, dan seterusnya terhadap kesehatan mental orang tua dan “tekanan waktu” (time pressure).
Peneliti menggunakan data dari Survei Nasional Rumah Tangga, Pendapatan, dan Pergerakan Tenaga Kerja Australia. Survei itu dilakukan kepada 20 ribu warga Australia yang berusia di atas 16 tahun.
“Tekanan waktu” adalah salah satu jenis stres psikologis. Orang yang mengalami “tekanan waktu” akan merasa mereka kekurangan waktu untuk melakukan ini dan itu.
“Waktu” yang dimaksud di sini bisa berarti waktu yang sebenarnya, bisa juga waktu yang dipersepsikan seseorang (“Sebelum umur 35 aku harus punya perusahaan sendiri!”).
Akibatnya, orang yang ditekan waktu akan terburu-buru membuat keputusan dan hanya membekali diri dengan pola pikir (mindset) yang sempit dan satu-opsi. Inilah yang berdampak buruk pada kesehatan mental.
Ada dua pertanyaan yang dilontarkan dalam penelitian ini.
- Apakah segala sesuatu menjadi lebih baik bagi orang tua sejalan dengan semakin besar dan mandirinya anak pertama?
- Apakah anak kedua (dan seterusnya) membuat keluarga yang sudah stres karena tekanan waktu menjadi semakin stres?
Merencanakan kehamilan anak kedua: ‘Aku sudah pernah membesarkan anak, jadi lebih mudah untuk membesarkan yang kedua’
Bayi membuat orang tua belajar cara mengasuh. Ingat-ingat lagi ketika Anda baru punya satu anak: waktu itu besar kemungkinan Anda tidak punya bayangan seperti apa mengasuh anak, dan Anda terus berjuang menyeimbangkan keluarga dan karier.
Dengan hadirnya anak kedua, Anda sudah tahu caranya mengganti popok sekali pakai sambil tutup mata. Anda juga sudah tahu betapa pentingnya menyetok parasetamol sirup di kotak P3K rumah. Pengalaman pernah punya anak membuat sebagian besar orang tua merasa, anak kedua, ketiga, dan seterusnya itu PASTI lebih mudah.
Masalahnya, penelitian ini mengungkapkan fakta lain. Tekanan waktu semakin menekan seiring dengan kelahiran anak kedua, dan makin parah di anak ketiga, keempat, dan seterusnya. Anda merasa usia makin pendek, waktu semakin sempit. Perasaan ini juga potensial memperlebar jarak antara Anda dan suami.
Satu hal lagi, tekanan waktu lebih berefek kepada istri daripada suami.
Jika Anda punya anak kedua, tekanan waktu tidak akan hilang walau anak pertama sudah masuk sekolah. Tekanan waktu terus menggelantungi rumah tangga, mau Anda dan suami sama-sama bekerja atau hanya salah satu yang mencari nafkah.
Tekanan waktu juga tetap di sana meskipun salah satu atau kalian berdua pindah menjadi pekerja freelance maupun part-time. Yang penelitian ini simpulkan, stres karena tekanan waktu makin parah dengan bertambahnya anak, tak peduli dalam situasi macam apa pun.
Merencanakan kehamilan anak kedua: Kesehatan mental ibu berubah setelah punya anak
Penelitian ini juga menemukan, kesehatan mental ibu berubah setelah kelahiran anak pertama. Ibu yang cuma punya satu anak selain tidak terlalu merasakan tekanan waktu, kesehatan mental mereka semakin membaik seiring dengan anak semata wayang yang semakin besar dan semakin mandiri.
Di lain pihak, kesehatan mental ibu dengan dua atau tiga anak akan semakin memburuk seiring waktu. Perkaranya tak lain karena tekanan waktu tadi.
Pada ayah, kata penelitian ini, kesehatan mental ayah justru membaik setelah kelahiran anak pertama, dan memburuk ketika anak kedua lahir.
Tapi, penelitian ini melihat bahwa kesehatan mental ayah tak banyak berubah dalam waktu yang panjang, yang berarti ibulah yang paling merasakan tekanan waktu dalam jangka panjang. Ibu perlu berhati-hati karena stres berkepanjangan ini bisa memengaruhi kesehatan fisik Anda.
Jadi, bolehkah saya merencanakan kehamilan anak kedua?
Mula-mula Anda harus tahu, anak kedua tidak berarti proses menjadi orang tua menjadi lebih mudah.
Ada penelitian lain yang mendapati, anak kedua dan seterusnya akan menjadi tantangan berat buat orang tua. Alih-alih menambah anak, Anda perlu memperhatikan apakah kalian berdua sudah meluangkan cukup waktu untuk pernikahan kalian.
Ketika Anda punya waktu untuk diri Anda sendiri, ceriakan momen itu. Hadiahi diri sendiri dan jadikan waktu pribadi Anda itu sebagai momen istirahat dan bersantai. Ketika tiba masa-masa berat dengan suami, ingatlah bahwa pernikahan itu bukan hal mudah.
Dan yang paling penting, jangan pernah menjadikan “punya anak” sebagai cara menyelesaikan problematika rumah tangga.
Artikel ini disadur dari tulisan Nicholas Yong theAsianParent Singapura.
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.