Kasus depresi pasca melahirkan atau postpartum depression (PPD) banyak menyerang kaum ibu dan berujung pada tindakan nekat bunuh diri. Salah satu penyebabnya adalah mudahnya masyarakat menghakimi ibu atas apa yang dirasakannya.
Banyak ibu yang kena postpartum depression. Tapi kenapa hanya sedikit yang benar-benar mencari pertolongan pada profesional agar dapat sembuh dari perasaan serba kalut tersebut?
1. Ia tak tahu bahwa apa yang ia alami adalah postpartum depression
Banyak ibu yang menghukum dirinya sendiri dengan menganggap bahwa dirinya adalah ibu yang buruk. Saat mengalami rasa tidak menentu seperti itu, ia merasa masalahnya adalah diri sendiri.
Di dalam hati, ia merasa, “Saya adalah ibu yang buruk,” “Seharusnya saya tidak merasa seperti ini,” “Jika ibu lain bisa bahagia saat punya anak, kenapa aku tidak?”
Artikel terkait: 5 Tanda gangguan kecemasan akibat Post Partum Depression.
2. Lingkungan sekitar tidak suportif
Bukannya dibawa ke profesional, orang sekitar termasuk suami malah bilang kalau istri tidak bersyukur, kurang iman, dan sebagainya. Belum lagi jika suami tidak membantu istri mengurus bayi.
Akhirnya, ibu yang mengalami PPD hanya bisa diam menahan tangis untuk dirinya sendiri. Ia makin tenggelam dengan kesedihan yang dalam.
3. Tenaga medis menghakimi
Dokter bukanlah orang yang tahu segalanya. Kadang, saat bercerita ke dokter tentang apa yang dialami, beberapa tenaga medis justru menghakimi ibu tersebut dengan mengatakan bahwa ia belum siap punya anak.
Yunita (bukan nama sebenarnya) bercerita bahwa saat ia mengatakan pada dokter bahwa mungkin yang dialami adalah post partum depression, dokter malah menjawab, “Ah, ndak. Kamu cuma belum terbiasa punya anak aja. Jadi mikirnya suka aneh-aneh.”
Saat dokter mengatakan hal tersebut di depan suaminya, suaminya makin merasa bahwa apa yang selama ini terjadi pada istrinya hanya sikap lebay belaka. Dukungan dari orang terdekat pun semakin minim.
Selain itu, banyak dari dokter punya waktu yang terlalu sedikit untuk mendengar keluhan pasien meski dokter tersebut adalah ahli jiwa atau psikiater.
Para dokter BPJS misalnya. Karena antrian pasien pun banyak, dokter ingin segera menyelesaikan satu pasien agar dapat berganti dengan pasien lainnya.
Bayangkan jika dokter BPJS tersebut adalah orang yang bertanggung jawab di poli jiwa. Saat belum selesai menceritakan pengalamannya, dokter tersebut akan segera menulis resep dan mengakhiri sesi konsultasi karena masih ada banyak pasien mengantri.
Artikel terkait: Ibu bunuh diri karena sendirian hadapi Post Partum Depression.
Di negara maju yang ada telepon gawat darurat khusus depresi saja, masih banyak ibu yang kena post partum depression berakhir bunuh diri. Apalagi jika di negara kita yang tidak ada nomer khusus untuk menangani orang depresi.
Mari kita berhenti menghakimi ibu yang sedang post partum depression. Jangan sampai membuat mereka merasa sendirian dan makin segan untuk minta pertolongan.
Baca juga:
Seorang Ibu Bunuh Diri Bersama Bayinya Karena Depresi Pasca-Melahirkan