“Waduh, harusnya hari ini waktunya haid,” ujarku dalam hati. Satu hari setelah lewat jadwal yang seharusnya datang bulan, iseng-iseng saya membeli test pack. Eng ing eng, subhanallah ternyata 2 garis merah tampak dari tes kehamilan tersebut. Langsung kusambangi Mas Bojo, “Ayah, aku hamil yah,” teriakku diiringi isak tangis merasa bingung. Ini awal dari ceritaku menghadapi preeklamsia saat hamil dengan rasa sabar dan gembira.
Bagi pasangan suami-istri (pasutri) yang belum memiliki momongan, 2 garis pada test pack merupakan hadiah Tuhan yang sangat luar biasa. Namun, bagi saya yang sudah memiliki 2 buah hati sebagai bagian perencanaan keluarga berencana (KB), maka positif hamil anak ketiga ini menjadi titik balik yang menguji kesehatan fisik dan mental.
Hari demi hari, minggu ke minggu, kehamilan ketiga dijalani dengan perasaan yang tidak karuan untuk menerima kondisi tersebut. Di usia mendekati 40 tahun, kehamilan ketiga ini memang memasuki periode kehamilan dengan risiko tinggi. Berbagai keluhan secara fisik dan psikis juga harus dihadapi.
Kenaikan berat badan yang mencapai 18 kg, cukup banyak dibandingkan kehamilan anak pertama dan kedua, membuat pinggang dan tulang ekor terasa sakit luar biasa. Belum lagi pipi, tangan, dan kaki yang bengkak. Hingga di trimester ketiga, tekanan darah saya tembus hingga 150/95 mmHg.
Yups, saya didiagnosis kehamilan dengan preeklamsia. Akibat preeklamsia itu pula, di usia kandungan 37 minggu 2 hari, air ketuban tinggal 4 cm. Dokter kandungan pun memutuskan untuk melakukan tindakan operasi sectio caesaria pada kelahiran anak ketiga ini.
Jadi, apa saja yang bunda-bunda harus lakukan, khususnya ketika mengetahui dalam kondisi kehamilan dengan preeklamsia? Lewat pengalaman yang sudah saya lewati, berikut beberapa tips yang bisa diperhatikan dalam menghadapi preeklamsia saat hamil dengan sabar dan gembira.
1. Kontrol rutin dan optimalkan konsultasi kehamilan dengan dokter atau bidan
Ibu hamil (bumil) yang menggunakan Jaminan Kesehatan Nasional/Kartu Indonesia Sehat (JKN/KIS), mendapatkan jatah pemeriksaan kehamilan sebanyak 4 kali. BPJS Kesehatan menanggung biaya pemeriksaan kehamilan atau antenatal care (ANC) 4 kali tersebut, yaitu dengan pemeriksaan 1 kali pada trimester 1, 1 kali pada trimester 2, dan 2 kali pada trimester 3.
Bagi yang menggunakan asuransi swasta atau membayar sendiri, dapat menyesuaikan kontrol kehamilan dengan kemampuan finasial masing-masing bumil. Secara normatif, bumil dapat melakukan pemeriksaan rutin dengan jadwal sebagai berikut:
a. Minggu ke-4 sampai ke-28: sebulan sekali
b. Minggu ke-28 sampai ke-36: 2 minggu sekali
c. Minggu ke-36 sampai ke-40: seminggu sekali
Namun, apabila bumil didiagnosis mengalami preeklamsia, maka biasanya dokter/bidan akan meminta untuk lebih sering melakukan pemeriksaan kehamilan, agar kondisinya dan kondisi janinnya dapat terus terpantau. Termasuk, mengkonsultasikan jenis vaksin COVID-19 yang aman bagi bumil dengan penyulit.
Artikel terkait: Kisah preeklampsia saat hamil, “Saya jarang sekali minum obat hipertensi dari dokter”
2. Istirahat yang cukup dan tidak bekerja berat
Setiap bumil, selain memeriksakan kehamilannya secara rutin, juga dianjurkan agar beristirahat yang cukup selama kehamilannya (sekitar 9-10 jam per hari) dan tidak bekerja berat. Bagi saya, seorang ibu bekerja dengan kehamilan dan 2 anak lainnya, maka kehadiran ART juga menjadi kebutuhan untuk keluarga, selain unsur sandang, pangan, papan, dan pendidikan.
Apalagi jika bumil dengan preeklamsia, maka bantuan dari suami, anggota keluarga lainnya, ataupun ART menjadi prioritas kebutuhan yang harus disediakan. Kehamilan dengan penyulit seperti preeklamsia saja sudah menyulitkan, ditambah dengan menyelesaikan pekerjaan rumah, kantor, dan mengurus anak-anak lainnya.
Relaksasi fisik dan psikis dengan berolahraga ringan, menonton film atau drakor yang lucu-lucu, ngemal (tetap patuh menjalani protokol kesehatan) menjadi dukungan penting menjalani kehamilan dengan preeklamsia. Sebab, apabila bumil terlalu capek, stress, dapat meningkatkan tekanan darah, memicu kontraksi, bahkan juga bisa menyebabkan persalinan premature ataupun ketuban pecah dini (KPD).
3. Pentingnya dukungan suami dan keluarga selama kehamilan
Berat badan semakin bertambah, perut semakin membesar, dan semakin banyak keluhan fisik/mental dirasakan setiap bumil, apalagi kehamilan dengan penyulit, maka dukungan materiil maupun imateriil dari keluarga, khususnya suami amatlah penting. Suami ataupun keluarga perlu menyiapkan biaya persalinan, kebutuhan bayi, transportasi selama pemeriksaan kehamilan maupun persalinan.
Sebagai suami siaga juga perlu menyiapkan fasilitas pelayanan kesehatan rujukan, hingga calon donor darah. Hal tersebut penting apabila terjadi komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas agar segera dibawa ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Selain itu, suami pun juga perlu berperan aktif sebagai mood booster bagi istrinya yang sedang mengandung buah cinta berdua. Berdiskusi, mengajak bersendau-gurau, hingga memberikan pijatan lembut di bagian-bagian tubuh yang terasa pegal dapat membantu relaksasi dan mengurangi stress para bumil. Jangan sampai deh, tekanan darah bumil semakin tinggi yah…
Artikel terkait: Bisakah preeklampsia pada kehamilan dicegah? Ini penjelasan dokter kandungan
4. Menghadapi preeklamsia saat hamil, jangan lupa perhatikan tanda bahaya
Nah, salah satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah ketika menjalani dan menghadapi kehamilan preeklamsia adalah mengetahui apa saja tanda bahaya pada saat hamil, persalinan, dan juga pada saat nifas
Selama menjalani kehamilan, para bumil disarankan banyak membaca berbagai literatur, selain menambah wawasan, juga mengurangi ketegangan di dalam menjalani kehamilan dan bersiap menghadapi persalinan. Pentingnya ibu dibekali informasi dan edukasi yang memadai seputar kehamilan yang sehat dan mengenali tanda-tanda bahaya, baik selama kehamilan, persalinan, hingga nifas.
Misalnya perdarahan pada hamil muda maupun hamil tua, keluar cairan berbau pada jalan lahir saat nifas, dsb. Mengenal tanda-tanda bahaya ini penting agar ibu hamil segera mencari pertolongan kepada dokter ataupun tenaga kesehatan.
Di sisi lain, para ibu yang sedang mengandung juga harus tahu mengenai gejala-gejala penyakit menular dan penyakit tidak menular karena dapat mempengaruhi pada kesehatan ibu dan janinnya, termasuk preeklamsia ini. Secara umum, preeklamsia berkembang secara bertahap.
Saya pun banyak membaca dari bebrbagai sumber untuk mengetahui apa saja tanda dan gejala yang akan muncul seiring dengan perkembangan preeklamsia.
• Tekanan darah tinggi (hipertensi)
• Proteinuria (ditemukannya protein di dalam urin)
• Sakit kepala berat atau terus-menerus
• Gangguan penglihatan, seperti pandangan kabur atau sensitif terhadap cahaya
• Nyeri di ulu hati atau perut kanan atas
• Sesak napas
• Pusing, lemas, dan tidak enak badan
• Frekuensi buang air kecil dan volume urine menurun
• Mual dan muntah
• Bengkak pada tungkai, tangan, wajah, dan beberapa bagian tubuh lain
• Berat badan naik secara tiba-tiba
Artikel terkait: Sudah Alami Pergeseran Tren, Deteksi Dini Preeklampsia Diperlukan
5. Asupan gizi seimbang selama kehamilan
Para ibu yang hamil disarankan untuk menjaga asupan makanan dengan pola gizi seimbang. Jangan sembarangan mengonsumsi makanan-minuman yang tidak higienis dan sekedar enak di mulut, serta meminum obat-obatan dan suplemen tanpa berkonsultasi dengan dokter/bidan.
Pengalaman saya yang menjalani dan menghadapi kehamilan preeklamsia, dokter kandungan menganjurkan agar menghindari gorengan, jeroan, minuman-minuman manis, yang memiliki kandungan gula, garam, dan lemak yang tinggi yang dapat menstimulus tekanan darah menjadi tinggi.
Makanan yang mengandung serat tinggi sangat baik untuk tumbuh kembang janin dan kesehatan ibu hamil. Sebagaimana yang saya rasakan, semakin besar kandungan, semakin merasakan sembelit, mengonsumsi papaya, yoghurt, dan lain-lain sungguh membantu menghilangkan kesulitan BAB.
Jangan lupa pula, para bumil mulai merencanakan KB untuk mengatur jarak kehamilan berikutnya. Jarak usia antara anak yang satu dengan lainnya, jika terlalu dekat ataupun terlalu jauh, dapat berisiko terhadap kualitas kesehatan ibu maupun anak ya, bunda.
Jadi, para bunda yang sedang menjalani menghadapi kehamilan preeklamsia atau tanpa penyulit, tetap sehat dan semangat ya. Segala kesulitan, kesakitan, selama hamil dan bersalin, menjadi hilang ketika bisa melihat bayi mungil hadir ke dunia dengan selamat dan sehat.
Ditulis oleh Dwi Handriyani, UGC Contributor theAsianparent.com
Artikel UGC lainnya:
Ajarkan 4 Kebiasan Baik Saat Makan di Luar yang Bisa Diajarkan ke Anak
Cerita MPASI Pertama Bayiku, dari Bubur Ayam Mentega yang Bikin Hepi hingga Drama Penolakan
Bangun Bonding Orang Tua dan Anak, Yuk Belajar dari Deddy dan Azka Corbuzier