Mengenal Vaginismus, Gejala dan Terapi Pengobatannya

"Vaginismus Membuatku Selalu Kesakitan Saat Bercinta dengan Suami"

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Setiap pasangan tentu berharap bisa memperoleh kepuasan dari hubungan seksual. Namun, apa jadinya jika vagina justru seolah menolak untuk bercinta? Mari mengenal vaginismus, yaitu suatu kelainan pada vagina yang bisa memicu kondisi tersebut.

Apa yang terbesit di benak Anda saat seorang istri selalu kesulitan berhubungan seks dengan suaminya lantaran vagina terasa sakit saat akan penetrasi? Kebanyakan orang mungkin akan menganggap hal tersebut wajar, apalagi ketika baru pertama kali berhubungan intim. Maka saran umum yang diberikan tak jauh-jauh seperti, “Kurang rileks, tuh, coba jangan terlalu tegang.”

Masalahnya adalah pada penderita vaginismus kondisi tersebut bisa lebih rumit dari sekadar kurang rileks. Mereka mengalami suatu kelainan medis yang tak biasa di mana organ intimnya seolah menolak bercinta. Inilah kisah penyintas vaginismus dan bagaimana terapi pengobatannya yang dirangkum dari BBC News Indonesia.

Artikel terkait: Terungkap! Ini ukuran kedalaman vagina yang sering bikin penasaran

Kisah Penyintas Vaginismus Melawan Trauma

Eunike Putri, seorang penyintas vaginismus ini dulu tak menyadari soal kelainan medis yang ia alami. Perempuan yang akrab disapa Nike ini pun semula menduga bahwa rasa sakit yang ia rasakan saat bercinta adalah hal yang wajar.

“Sampai satu tahun setelah menikah, kita (Nike dan suami) masih struggle dengan masalah hubungan seksual ini,” kisahnya saat wawancara dengan BBC News Indonesia.

Nike dan Budi, suaminya, pun mencoba segala macam cara agar kehidupan seksual mereka berjalan normal seperti pasangan lain. Sayang, hasilnya tetap nihil. Mereka, terutama Nike, justru dihinggapi rasa trauma lantaran rasa sakit yang dideritanya.

Keadaan tersebut jelas memengaruhi mental pasangan yang menikah sejak 2019 itu. Apalagi saran-saran yang diterima dari teman-teman dan orang sekitar terkesan menyudutkan Nike karena ia dianggap tak bisa melayani sang suami.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

“Seolah-olah saya yang kurang rileks, kurang lainnya, dan harus memperbaiki diri,” curhat Nike.

Untungnya, Budi bersikap suportif terhadap sang istri. Alih-alih menuntut dilayani atau mengintimidasi pasangannya, lelaki berkacamata ini selalu memberi dukungan agar Nike semangat menjalani pengobatan.

Setelah mencari tahu sana-sini, Nike dan Budi kemudian memutuskan mendatangi dokter spesialis obgyn yang memang khusus mendalami masalah vaginismus. Mereka berkonsultasi dengan dr. Robbi Asri Wicaksono SpOG yang berpraktik di Limijati Hospital, Bandung.

“Jadi, dokter langsung bilang saya vaginismus level 4 dari 5. Kata dokter saya harus (terapi) dilatasi berbantu,” kenang Nike usai dirinya diperiksa oleh dr. Robbi.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Pertemuan dengan dokter itu pun membawa angin segar bagi Nike dan Budi. Bahkan dua minggu menjalani terapi, kondisi Nike semakin membaik.

Mengenal Vaginismus, Gejala dan Terapi Pengobatannya

Istilah vaginismus mungkin masih terdengar asing di telinga masyarakat awam. Vaginismus merupakan kondisi medis di mana otot-otot sekitar vagina mengalami pengencangan sehingga menyulitkan penis untuk penetrasi saat berhubungan seksual.

Menurut dr. Robbi, gejala umum yang terjadi pada penderita vaginismus adalah rasa sakit yang terjadi penetrasi. Meskipun, rangsangan seksual orang tersebut sebenarnya normal-normal saja.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

“Orang vaginismus mengalami rangsangan yang normal. Jadi hasrat dan respons seksual mereka normal, bahkan pada si penderita terjadi lubrikasi vagina. Namun, penetrasi penis pada vagina tidak bisa terjadi,” terang dr. Robbi.

Tak berhenti sampai di masalah penetrasi seks saja, orang dengan vaginismus pun akan sulit menjalani pemeriksaan medis lantaran vagina sulit ‘ditembus’. 

Oleh karena itu, terapi yang biasa diberikan kepada pasien adalah dilatasi berbantu. Yaitu, upaya melatih melemaskan otot vagina tanpa operasi atau sayatan. Dilatasi berbantu maupun mandiri dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa jari atau dilator silikon berbentuk silinder.

Artikel terkait: Vagina gatal, waspadai risiko infeksi jamur pada vagina

Stop Stigma, Berikan Dukungan

Terapi medis yang terkait langsung dengan kondisi fisik pasien juga perlu dibarengi dengan pemulihan mental dan psikologis. Sebab tak dapat dipungkiri, kondisi vaginismus ini masih sering dilabeli sebagai aib. Perempuan dengan vaginismus dituding karena tak rileks, enggan melayani suami, hingga takut punya anak. Stigma tersebut begitu kuat sehingga bisa memengaruhi mental pasien.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

“Karena konsep sosial yang diberikan itu wanita harus bisa melayani suami. Ketika tidak bisa melayani, ini dianggap suatu kedurhakaan,” ungkap dr. Elvine Gunawan, seorang dokter spesialis kejiwaan.

“Ini yang menyebabkan wanita ketika datang berobat sudah dalam kondisi hancur lebur secara psikologis dan mental emosionalnya,” tambah dr. Elvine

Oleh karena itu, dukungan dari pasangan, keluarga, hingga komunitas juga sangat berarti dalam proses penyembuhan vaginismus. Saat ini, para penyintas dan penderita dapat berinteraksi di media sosial, salah satunya melalui Komunitas Pejuang Vaginismus. Semoga semakin banyak masyarakat mengenal vaginismus sehingga tak ada lagi penderita yang menerima stigma.

Baca juga:

Sering Sakit Saat Penetrasi? Mungkin Disfungsi Seksual Ini Penyebabnya!

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Vaginismus, Penyebab Bunda Kesakitan Saat Berhubungan Intim dengan Suami

Heboh Pasangan 'Gancet', Ini Penjelasan Penyebabnya Menurut Medis

Penulis

Titin Hatma