Resign dan Biarkan Suami Kerja Sendiri, Ini Pengalamanku Kompromi soal Keuangan

Keluar dari tempat kerja dan membiarkan suami kerja sebagai tulang punggung keluarga, kami harus cermat mengatur keuangan setelah resign. Ini kisahku.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Memutuskan untuk resign dari perusahaan yang memberikan saya benefit besar bukan perkara mudah. Namun saya sadari, mengkompromikan kondisi keuangan pascaresign jauh lebih sulit. Benar seperti yang saya takutkan, mengatur keuangan setelah resign itu tak semudah yang dibayangkan.

Sedikit latar belakang untuk cerita saya ini, saya pernah ceritakan pada tulisan saya sebelumnya, keputusan resign dibuat dengan penuh pertimbangan. Ketika itu, saya mengalami depresi dan membuat saya harus undur diri dari dunia kerja agar bisa memulihkan diri. Keputusan saya resign juga atas desakan suami yang mengkhawatirkan kondisi saya.

Selepas resign, dengan gaya hidup yang terlanjur meningkat, harus kehilangan sumber pemasukan yang cukup lumayan menjadai salah satu beban tersendiri. Apalagi kini semua pengeluaran harus bertumpu hanya pada satu sumber saja.

Terlebih saat ini saya tidak mendapatkan tunjangan kesehatan maupun dana pensiun. Alhasil menjadi banyak PR soal keuangan yang memang harus dihadapi setelah saya memutuskan untuk melepaskan pekerjaan yang terlanjur mapan tersebut.

Hal pertama yang saya takutkan adalah keretakan hubungan karena masalah keuangan. Walaupun saya menyadari, baik saya dan suami bukanlah tipe orang yang gemar berbelanja tanpa alasan, namun kami tidak tahu bagaimana kondisi keuangan kami ke depan.

Artikel terkait: 10 Cara Cerdas untuk Para Ibu Atur Keuangan Keluarga, Dipraktikan Yuk!

Bagaimana Mengatur Uang hanya dengan Satu Sumber Pemasukan?

Pengeluaran terbesar kami sampai saat ini adalah untuk membayar sewa tempat tinggal dan keperluan bulanan. Selebihnya kami jarang sekali membeli hal lain, kecuali ada momen khusus.

Beruntung, kami bukan orang yang terbiasa berutang. Kami bahkan hampir tidak memiliki tanggungan utang baik di bank maupun pinjol. Segala hal yang kami inginkan biasa kami dapatkan dengan menabung, atau ketika kami mendapatkan rezeki berlebih.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Mungkin hal tersebut juga menjadi faktor utama yang membuat beberapa tahun belakangan segala hal berjalan baik. Namun di balik itu juga ada beberapa kebiasan yang tidak banyak berubah dari manajemen keuangan keluarga kecil kami. 

Artikel terkait: 7 Tips Mengatur Keuangan Keluarga di Tengah Resesi, Jangan Panik!

Saya terbiasa me-manage keuangan, sementara suami biasanya hanya tahu jumlahnya saja. Namun sejak pacaran hinga menikah, kebiasaan untuk patungan tetap kami pertahankan, bahkan setelah saya resign.

Dengan pemasukan saya yang terbatas, sebagai istri saya selalu berusaha menunjukan peran dalam keuangan rumah tangga meskipun kecil. Dengan begitu suami tidak terlalu merasa terbebani.

Kemudian, saya terbiasa transparan. Jika saya berbelanja, saya biasakan suami tahu apa dan berapa yang saya belanjakan. Meskipun sebenarnya ia tidak terlalu peduli, namun yang saya inginkan adalah rasa percaya.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Lalu untuk bersenang-senang, saya bersyukur suami tidak melarang saya untuk membeli barang yang saya sukai. Namun dengan prinsip mengukur kemampuan, saya juga selalu berkonsultasi sebelum membeli sesuatu bahkan barang-barang kecil sekalipun.

Sukses Mengatur Keuangan setelah Resign Kuncinya Keterbukaan dan Komunikasi

Satu hal menarik yang baru kami mulai adalah kebiasaan untuk boros dalam hal investasi. Menyadari kami bertambah usia dan kebutuhan juga semakin banyak, kami merasa perlu memiliki pegangan selain tabungan.

Dengan kesepakatan bersama, kami membeli emas baik batangan maupun perhiasan dengan sisa-sia uang bulanan yang kami kumpulkan bersama. Tentu saya yang paling bersemangat soal ini.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Terakhir, saya tidak mencampuri uang lain selain jatah bulanan yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan kami. Saya biarkan suami menikmati tabungannya, atau sekadar memberi lebih untuk orang tuanya.

Artikel terkait: Parents Baru Punya Anak? Begini 5 Cara Mengatur Keuangan yang Tepat

Begitu pula sebaliknya, jika saya ada rezeki berlebih maka suami tidak pernah melarang saya untuk memanjakan diri atau memberikan sesuatu untuk orang tua. Tentunya dengan beberapa catatan mengingat saya tidak lagi berlebih seperti dulu.

Namun dengan semua komunikasi, keterbukaan, dan juga batasan-batasan sekalipun kami belum pernah meributkan hal-hal yang berhubungan dengan uang. Meski tidak berlebih, namun saya merasa saya hidup wajar dan berkecukupan.

Saya yang mendengar kawan selalu berdebat keuangan dengan suami dalam kondisi berlebih jadi merasa bahwa kami terberkati dengan cara kami menghadapi masalah keuangan, dan mengatur keuangan setelah resign, terutama di masa-masa sulit ketika pandemi ini.

Ditulis oleh Puspa Sari, UGC Contributor theAsianparent.com.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Artikel UGC Contributor lainnya:

Bangkit dari Depresi, Aku Bersyukur Suami Memaksa untuk Resign!

Gejala-Gejala Anak Mulai Kecanduan Gadget dan Tindakan yang Harus Diambil Orang Tua

Aku Menutupi Program Kehamilan yang Kujalani dari Orang Tua, Salahkah?

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Penulis

Puspa Sari