Hai Parents, pernah nggak sih si kecil menunjukkan rasa takut terhadap sesuatu? Biasanya apa nih yang dilakukan ketika anak mulai menunjukkan rasa takutnya? Bagaimana cara menemani anak hadapi takut?
Rasa takut yang ditunjukkan anak ini sebenarnya merupakan hal yang wajar, sebagai upaya anak menghindari sesuatu yang membuatnya tidak nyaman. Imajinasi anak-anak sedang tinggi pada masa ini, tetapi pengolahan logika mereka belum terbentuk dengan baik.
Sehingga anak akan mengalami kesulitan dalam memahami hal yang wajar atau sesuatu yang berada di luar akal sehat.
Pengalaman Menemani Anak Hadapi Takut
Ini adalah salah satu pengalamanku menemani anak hadapi takut terhadap pasir pantai. Kala itu, aku terlalu bersemangat mengajak Araz, anak sulungku turun ke pantai tanpa alas kaki. Aku pikir semua akan baik-baik saja. Tapi ternyata, Araz sangat takut ketika kakinya bertemu dengan pasir pantai yang bercampur air laut. Seketika ia menjerit dan menangis.
Aku sadar ada beberapa hal yang harus aku evaluasi dari kejadian tersebut. Salah satunya adalah sikap yang seharusnya diambil ketika anak menunjukan rasa takutnya. Karena pada dasarnya rasa takut ini merupakan bagian hidup dari setiap orang, termasuk anak-anak.
Kita yang dewasa saja bisa merasakan takut, apalagi anak-anak. Lalu apa yang harus kita lakukan ketika anak menghadapi rasa takutnya? Ada beberapa hal yang aku lakukan ketika menemani anak menghadapi rasa takut.
Menemani Anak Hadapi Takut, Ini yang Saya Lakukan
Yang pertama, dekati anak agar merasa aman. Ketakutan didasari oleh rasa ketidak amanan dan ketidak nyaman. Maka penting banget nih untuk membuat anak merasa aman lebih dulu dengan memberikan cinta kita sebagai orangtuanya.
Bisa dengan dirangkul, dipeluk, digendong, atau dijauhkan dari hal-hal yang membuatnya takut. Dalam kejadian ini, aku langsung menggendong Araz dan memangkunya sambil mengatakan kalau aku ada, sehingga ia gak perlu khawatir.
Selanjutnya, kita perlu menjelaskan perasaan apa yang sedang dihadapinya sehingga anak bisa belajar memahami dan mengelola emosinya. Aku katakan “Kakak takut ya? Kakak takut injak pasir?”.
Lalu menanyakan apa yang membuatnya takut. Kita bisa memberikan respons dan afirmasi positif untuk anak. Misalnya dengan mengatakan “It’s ok, kak. Pasir nggak apa-apa. Ada bunda di sini”.
Sebaiknya jangan memberikan respon dengan ketakutan yang sama. Melainkan, beri respon positif yang bertentangan dengan ketakutan tersebut. Temani ia menghadapi rasa takutnya dan katakan bahwa semuanya baik-baik saja.
Setelah anak terlihat lebih tenang dan merasa aman, ajak mereka menghadapi hal yang ditakuti secara perlahan-lahan. Di kejadian ini aku mengambil sedikit pasir dan menawarkan Araz untuk memegangnya, merasakan teksturnya, sambil terus memberikan afirmasi positif bahwa pasir bukan suatu hal yang menakutkan.
Yang terpenting, jangan memaksa anak untuk langsung berani dan mau kembali terjun menghadapi hal-hal yang membuatnya takut. Karena khawatir ketika kita memaksanya menghadapi ketakutan padahal ia sendiri belum siap, hal tersebut malah menimbulkan trauma bagi anak. Kita gak mau hal itu terjadi kan parents…
Terakhir, kita bisa memberikan reward atau penghargaan ketika anak berhasil menghadapi rasa takutnya. Bisa dengan pujian, pelukan, atau hal yang ia suka misalnya eskrim atau kue. Aku memberikan reward berupa pujian seperti, “Wah kakak hebat ya berani pegang pasir” ketika Araz mau menghadapi rasa takutnya terhadap pasir pantai. Penting diingat bahwa kita juga tidak boleh memberi pujian yang berlebihan kepada anak.
Jadi pujilah anak secara jelas dan terarah, sesuai dengan keberhasilan yang ia lakukan. Penghargaan ini bisa membuat anak semakin termotivasi dan percaya diri untuk menghadapi ketakutan-ketakutan lainnya.
Dari kejadian ini, Araz masih belum mau kembali turun ke pantai tanpa alas kaki setelah beberapa lama aku coba temani beradaptasi. Tapi, ia sudah berani menyentuh dan menggenggam pasir dengan tangannya dan mengatakan “Pasir oke, Araz gak takut”.
Aku juga tidak memaksanya untuk langsung berani dan harus mengalahkan rasa takutnya saat itu juga. Karena aku percaya bahwa semuanya berproses, maka biarkan ia menikmati proses itu dengan sendirinya. Sehingga ia bisa lebih belajar memahami perasaan, mengelola emosi, dan mencari jalan keluar dalam menghadapi masalahnya sendiri.
Parents, sebagai orangtua sudah seharusnya kita lebih bijak dan mau berusaha memahami apa yang anak kita rasakan. Karena anak-anak kita terkadang masih kesulitan mengutarakan apa yang mereka rasa dan inginkan. Tunjukkan cinta, agar mereka merasa aman dan nyaman di dekat kita. Semoga kita semua mau terus berusaha agar bisa menjadi orangtua yang lebih baik untuk mereka ya Parents!
Ditulis oleh Amalina Mutia Zahra, VIPP Member theAsianparent ID
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.