Merapikan tempat tidur, memasak, mencuci pakaian dan baju sendiri merupakan contoh dari life skills yang harus dikuasai oleh setiap individu. Tanpa memandang gender, melibatkan anak dalam pekerjaan rumah sejak dini akan memberikan berbagai dampak baik bagi perkembangan anak tersebut.
Sebagai ibu dari seorang anak yang saat ini usianya menginjak 3 tahun, saya tidak pernah sungkan untuk melibatkan anak saya dalam aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan rumah. Membereskan mainan, menyapu dan mengepel lantai serta membantu mencuci bahan makanan sebelum dimasak merupakan hal yang lumrah kami lakukan bersama.
Setelah mengenal ilmu parenting, salah satunya adalah metode Montessori, saya menjadi paham bahwa sejatinya anak-anak bukanlah ibarat kertas kosong yang harus diisi oleh orang tuanya. Anak-anak terlahir dengan bakat dan keunikannya masing-masing, sudah punya fitrahnya sendiri-sendiri. Salah satunya adalah mereka sudah memiliki inner teacher sendiri-sendiri.
Manfaat Melibatkan Anak dalam Pekerjaan Rumah
Exercise of practical life skill atau aktivitas keterampilan hidup adalah salah satu area dalam metode Montessori yang memiliki banyak sekali manfaat untuk anak-anak, di antaranya:
1. Meningkatkan Rasa Percaya Diri Anak
Percaya atau tidak, anak-anak sejak usia dini senang dilibatkan dalam kegiatan orang dewasa di sekitarnya. Mereka yang menganggap ayah dan ibunya keren ketika mencuci kendaraan atau mengoleskan selai di atas roti juga akan menganggap dirinya sekeren kedua orang tuanya ketika mereka mendapatkan kesempatan untuk melakukan hal-hal tersebut.
Melibatkan anak dalam pekerjaan rumah sejak dini akan sangat membantu anak meningkatkan rasa percaya dirinya. Apalagi di usia sekitar 2 atau 3 tahun di mana fase otonominya sedang berkembang pesat, mempersilakan mereka untuk “mengambil alih” pekerjaan rumah akan membuat mereka bahagia.
Artikel terkait: 5 Jenis Pekerjaan Rumah yang Bisa Diajarkan kepada Anak Sesuai Tahapan Usianya
2. Sebagai Kegiatan Pra-Membaca, Pra-Menulis dan Pra-Matematika
Calistung merupakan momok bagi para orang tua yang akan menyekolahkan anaknya di jenjang pendidikan sekolah dasar. Calistung dianggap sebagai primadona skill bagi anak-anak dan dijadikan sebagai parameter kesuksesan anak di sekolah.
Padahal, kegiatan baca, tulis dan hitung itu tidak serta merta muncul begitu saja. Jauh sebelumnya, sejak anak usia dini perlu adanya stimulasi kegiatan pra-membaca, pra-menulis dan pra-matematika. Salah satu caranya adalah dengan melibatkan anak dalam pekerjaan rumah yang membutuhkan fokus, ketelitian, konsentrasi dan koordinasi mata serta tangannya.
3. Melatih Kemandirian Anak
“Teach me how to do it myself,”
Begitulah yang dikatakan oleh dr.Maria Montessori. Orang dewasa sering menganggap bahwa anak-anak tidak mampu untuk melakukan hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan rumah. Oleh sebabnya, mereka lebih sering mengambil alih pekerjaan tersebut untuk mempermudah hidup anak-anaknya.
Ternyata, anak-anak justru senang diajak dan dipercaya untuk melakukan aktivitas yang berhubungan dengan kemahiran hidup. Sedikit demi sedikit, anak-anak akan terbiasa untuk melakukan pekerjaan rumah dan di kemudian hari akan mempermudah hidup orang tuanya dengan menjadi pribadi yang mandiri.
4. Mengembangkan Rasa Empati
Melibatkan anak dalam pekerjaan rumah sejak ia kecil juga akan menanamkan dan mengembangkan rasa empatinya. Saat melihat orang tuanya kesulitan bahkan hanya karena hal kecil, anak akan cepat tanggap dan ingin segera membantu mereka menyelesaikan permasalahan tersebut.
5. Meningkatkan Rasa Tanggung Jawab
Tanggung jawab setiap individu hendaklah dikembangkan sejak anak masih berada di usia dini. Membereskan mainan sendiri, meletakkan piring kotor ke dapur kemudian mencucinya, melipat baju serta meletakkan sepatu pada raknya merupakan hal-hal sederhana yang akan mengembangkan rasa tanggung jawab anak sejak dini.
Artikel terkait: Ingin anak mandiri? Biarkan ia membantu pekerjaan rumah
Tips Jitu Melibatkan Anak dalam Pekerjaan Rumah
Setelah kita mengetahui berbagai manfaat dari melibatkan anak dalam pekerjaan rumah, sekarang saya akan membagikan setidaknya 5 tips jitu saya untuk mengajak anak melakukan aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan rumah dengan menyenangkan :
1. Memberi Contoh
Dalam pendekatan melalui metode Montessori ada istilah “Show don’t tell,” yang diartikan sebagai memberi contoh pada anak untuk mengerjakan sesuatu akan jauh lebih efektif dibandingkan dengan hanya sekedar memberi arahan.
Anak-anak merupakan peniru yang ulung. Pada anak usia dini, mereka akan menyerap segala informasi dan perilaku yang terjadi di sekitarnya bagaikan spons. Dengan memberikan contoh pada anak-anak dalam melakukan pekerjaan rumah, lambat laun akan tertanam dalam diri anak dan menimbulkan ketertarikan pada anak untuk ikut mencoba.
Saya sendiri tidak pernah menyuruh anak saya untuk menata sepatunya di rak sepatu, memintanya untuk membantu saya menyapu atau mengepel lantai, akan tetapi ketertarikan itu muncul dengan sendirinya Ketika usia anak saya menginjak 1.5 tahun. Ia ingin terlibat aktif dalam aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan rumah.
2. Memberikan Kesempatan
Setelah menunjukkan adanya ketertarikan untuk melakukan pekerjaan rumah, berikan anak-anak kesempatan untuk bereksplorasi dan menemukan cara untuk mengerjakannya sendiri. Saat anak menunjukkan keinginannya untuk terlibat aktif dalam melakukan pekerjaan rumah, inner teacher-nya lah yang membimbing anak untuk memenuhi periode sensitifnya.
Melakukan pekerjaan rumah seperti menjemur pakaian, membersihkan galon sebelum dipasang ke dispenser, membuang sampah pada tempatnya, memberi manfaat yang luar biasa bagi perkembangan motorik anak. Kegiatan-kegiatan tersebut akan meningkatkan rentang konsentrasinya, menguatkan otot-otot jari, tangan dan kakinya, juga melatih koordinasi mata dan tangannya.
Memberikan anak kesempatan untuk melakukan pekerjaan rumah terutama bagi anak usia dini tentu memiliki konsekuensinya sendiri bagi para orang tua. Banyak yang bilang, ujung-ujungnya orang tua pasti kerja dua kali. Sehingga yang perlu diperhatikan adalah tingkat kesulitan dalam pekerjaan rumah yang dilakukan anak dan kemampuan anak itu sendiri.
3. Tidak Banyak Berkomentar
Sama halnya dengan saat kita sedang bekerja dan lebih fokus dalam kondisi hening atau sedikit distraksi, anak-anak pun demikian. Tahan untuk berkomentar selagi anak melakukan aktivitasnya.
Susah banget memang untuk menahan diri berkomentar, “Itu gelasnya miring!” atau “Awas tuh pelan-pelan nanti airnya tumpah!” saat anak sedang berusaha menuang air ke dalam gelasnya. Tapi, tidak banyak berkomentar memberikan anak kesempatan untuk belajar mengontrol dirinya.
Saya sendiri juga masih belajar untuk tidak banyak mengeluarkan komentar ketika anak sedang melakukan aktivitas. Contohnya saat sedang mencoba untuk menjemur pakaian sendiri, anak saya mulai belajar menjemur pakaian sejak belum genap 2 tahun. Mulanya ia tampak kesulitan, saya mencoba untuk mengambil jarak dan memerhatikannya.
Saya kemudian mengingat kesulitan apa saja yang ia hadapi dan membantunya hanya saat ia meminta bantuan. Di lain kesempatan, saya mengajarkannya bagian yang menjadi permasalahannya lalu kembali memberinya kesempatan untuk melakukan sendiri.
Lambat laun, ia menjadi semakin mahir dalam aktivitas jemur menjemur ini dan sudah percaya diri untuk menjemur pakaiannya sendiri tanpa bantuan.
Artikel terkait: 5 Alat Rumah Tangga Canggih untuk Memudahkan Pekerjaan Bunda di Rumah
4. Menurunkan Ekspektasi
Jangan berharap pekerjaan rumah akan selesai dengan rapi setelah mendapatkan bantuan dari si kecil. Menurunkan ekspektasi ini penting sekali untuk mengontrol emosi saat melihat keajaiban yang dilakukan anak-anak ketika sedang belajar mengerjakan pekerjaan rumah.
Mereka masih berproses dan belajar, apalagi jika usia anak masih sangat kecil. Yang perlu kita tanamkan pertama adalah rasa senang saat melakukan pekerjaan rumah, jadi tidak perlu ada bentakan atau marah-marah. Hal tersebut dapat melukai perasaan anak dan menurunkan rasa percaya dirinya.
Suatu ketika saya sedang mengepel lantai, sudah 80% selesai saat anak saya datang dan ingin ikut berpartisipasi. Saya mengijinkannya, ia pun dengan semangat mengambil alat pembersih jendela dan mencelupkannya pada cairan pembersih lantai dan mulai membasahi lantai yang sudah bersih.
Tentu saja lantai yang sudah bersih kembali basah bahkan banjir. Jika ekspektasi saya pada waktu itu adalah lantai rumah saya akan menjadi 100% bersih dan pekerjaan saya selesai, mungkin saya sudah tidak sabar dan mengambil alih lagi apa yang sedang dikerjakan oleh anak saya. Tapi saya memilih untuk membiarkannya melakukan kegiatan tersebut.
Setelah ia membasahi seluruh lantai, saya memintanya untuk menunggu di kursi sementara saya mengeringkan lantai yang sudah ia pel. Malam harinya, dengan bangga dan gembira ia bercerita pada ayahnya bahwa tadi pagi ia membantu saya membersihkan rumah. Bercerita dengan penuh suka cita.
Jika saya tidak mengontrol ekspektasi dan melakukan hal yang menyakiti perasaannya, mungkin ceritanya di malam hari akan berbeda, bukan?
5. Menjadikannya sebagai Kebiasaan
Keempat hal di atas tentu tidak lengkap tanpa adanya pembiasaan. Melibatkan anak dalam pekerjaan rumah harus dilakukan secara rutin, agar terpatri dalam dirinya bahwa dirinya juga dipercaya untuk mengemban amanah serta menanamkan bahwa pekerjaan domestik itu bukanlah pekerjaan ibu atau ayah semata.
Practice makes progress, jika hari ini anak-anak masih kesulitan saat mengambil air dari dispenser sehingga tumpah ke mana-mana, maka seiring berjalannya waktu akan akan semakin mahir mengambil gelasnya sendiri, menuang air sesuai kebutuhan bahkan paham apa yang harus dilakukan ketika ia menumpahkan air.
Melibatkan anak dalam pekerjaan rumah sejak dini bukanlah bentuk eksploitasi anak. Apabila orang tua mengajarkannya dengan perasaan senang dan membuat anak juga senang melakukan kegiatan tersebut, dampak positifnya akan terasa di kemudian hari. Semoga informasi dari artikel ini bermanfaat untuk parents semua.
Ditulis oleh Imawati Annisa Wardhani, UGC Contributor theAsianparent.com.
Artikel UGC lainnya:
Punya Ikatan Spesial, Ini 8 Hal yang Dipelajari Anak Perempuan dari Ibu
Pegang Peran Kunci, Ini 5 Cara Ibu Menjaga Kesehatan Keluarga di Masa Pandemi Covid-19
5 Cara Orang Tua Jepang Melatih Anak agar Tidak Boros dan Konsumtif