Perilaku anak terhadap barang keinginannya itu tergantung bagaimana kita sebagai orang tua melatih dan mendidiknya. Kalau anak sudah dibiasakan konsumtif sejak kecil, otomatis ia akan terbiasa membeli ini itu tanpa memikirkan bagaimana susahnya cara mendapatkan uang untuk bisa membelinya. Membiasakan anak bersabar dan menahan diri saat menginginkan sesuatu tentu adalah hal bagus. Hal ini juga secara perlahan melatih anak agar tidak boros dan konsumtif.
Di Jepang, perilaku konsumtif anak relatif bisa dikendalikan karena para orang tua di sana sangat ketat mendidik soal ini. Mereka mengajari anak agar lebih bersabar ketika menginginkan sesuatu.
Secara tidak langsung mereka juga diajari untuk lebih berusaha mengejar target tertentu agar keinginan mereka dikabulkan orang tuanya. Semacam merayu dengan menunjukkan prestasinya terlebih dahulu.
Cara Melatih Anak agar Tidak Boros
Lantas, bagaimana cara orang tua Jepang melatih anak agar tidak boros dan terlalu konsumtif? Apakah bisa diterapkan juga di Indonesia? Berikut ini metode yang mereka lakukan sebagaimana saya amati ketika tinggal di Jepang beberapa waktu yang lalu.
1. Membelikan hadiah saat momen khusus
Orang tua Jepang tidak setiap saat membelikan apapun keinginan anak, meski hanya mainan seharga 100 yen (sekitar Rp12.500,00 dengan kurs per 19 November 2021) atau semacam sebuah mainan pistol-pistolan kecil. Kadang anak pun harus menunggu saat momen khusus, seperti ulang tahun mereka, tahun baru, dll. untuk bisa mendapatkan barang keinginan mereka.
Sebelum momen khusus itu datang, mereka biasanya menulisan daftar keinginan mereka di kertas dan ditempelkan di dekat meja belajar. Dengan melihat daftar itu, mereka pun bisa bersemangat.
Saat ultah, biasanya anak dibelikan mainan atau barang keinginan mereka, seperti sepatu roda, boneka atau mobil mainan edisi terbaru, atau sesuatu yang berhubungan dengan hobi dan les yang sedang ia ikuti. Saat temannya melihatnya memakai barang baru, bisa jadi ia dikira sedang berulang tahun.
Kenyataannya di Jepang, hampir semua anak yang berulang tahun biasanya dibelikan sesuatu oleh orang tuanya. Di Indonesia pun banyak orang tua yang melakukannya juga.
Ada juga momen khusus seperti lulus kenaikan sabuk taekwondo, juara pertandingan sepak bola, dapat nilai bagus saat ujian di sekolah, dll. yang membuat anak-anak Jepang bersemangat agar bisa mendapatkan barang keinginannya. Hadiah-hadiah tersebut memacu mereka untuk lebih bersemangat berusaha.
Artikel terkait: Bisa Merusak Rumah Tangga, Begini Cara Mencegah Sikap Boros
2. Boleh jajan dengan jumlah tertentu
Saat berbelanja mingguan atau bulanan bersama anak-anak, bisa jadi anak akan sangat gelap mata dengan mengambil semua makanan cemilan kesukaannya. Kalau diperbolehkan mengambil snack atau cemilan kesukaan mereka, tentu mereka sangat senang.
Akan tetapi, kalau jumlahnya dibatasi mereka akan protes dan bisa jadi merengek di tengah supermarket. Kalau sudah begini, kadang kita malu sendiri ya, Bun? Pengennya langsung iya-iyain saja biar anaknya diam, kan?
Tapi perlu Bunda ketahui, orang tua di Jepang, terutama ibu, sangat ketat sekali memberlakukan aturan membatasi jajan ini. Sebagai contoh, anak hanya boleh jajan satu buah cemilan dengan harga sekitar 100 yen.
Kalau lebih dari itu, ibu akan langsung mengembalikannya. Awalnya anak juga menangis dan protes. Namun, ibunya akan tetap diam saja. Menangis pun harus ditega-tegain. Lama kelamaan anak-anak juga akan paham ada aturan seperti itu saat berbelanja mingguan atau bulanan. Terlebih kalau dijelaskan alasannya, tentu mereka akan mengerti.
Di Jepang tidak ada budaya memberi uang jajan saat sekolah. Di sekolah, terutama SD, makan siang sudah disiapkan oleh pihak sekolah. Orang tua biasanya membayar uang makan ini sebulan sekali.
Artikel terkait: Bingung cara mengatasi kebiasaan anak suka jajan? Berikut tips menghadapinya!
Di TK, ada sekolah yang menyiapkan makan siang, ada juga yang mengharuskan anak membawa bekal makanannya sendiri dari rumah. Semua makanan tersebut jelas bersih dan bergizi sesuai yang dibutuhkan oleh anak-anak.
Sekali lagi, tidak ada satu pun anak diberi uang jajan ketika sekolah. Oleh karena itu, jajan saat belanja mingguan tentunya sangat dinanti-nanti oleh anak-anak. Itupun jumlahnya sudah dibatasi.
Jadi, bisa terbayang kan, sebenarnya anak Jepang tidak terlalu bebas jajan dan konsumtif. Kasihan juga ya, Bun. “Cuma jajan ini juga, kan nggak seberapa,” mungkin itu yang ada di benak Bunda.
Mungkin agak sedikit berbeda dengan budaya kita. Di sekolah yang bukan terpadu, biasanya jajan menjadi hal yang sangat biasa. Anak juga diberi uang saku, dengan nominal yang berbeda-beda tergantung kemampuan orang tua.
Kadang ada juga anak yang protes kenapa uang sakunya sedikit sedangkan temannya banyak. Tentunya hal ini bisa memicu kesenjangan sosial antar anak sendiri, di lingkungan anak kecil yang seharusnya bisa dilatih untuk tidak konsumtif. Belum pula masalah kesehatan karena jajanan yang tidak higienis. Beda sih beda ya, Bun.
3. Membeli hanya sesuai daftar
Tentunya ketika peralatan sekolah rusak, ya tidak harus menunggu momen khusus untuk membelinya. Menggunakan sebuah barang sampai rusak adalah hal yang patut diapresiasi karena anak tak tergiur dengan yang lain saat barang yang dimilikinya masih bisa digunakan sesuai fungsinya.
Sebelum membeli, anak-anak harus membuat daftar barang rusak terlebih dahulu. Ketika hanya menginginkan sepatu, ya sudah beli sepatu saja. Ketika hanya membutuhkan pensil, ya sudah beli pensil saja. Bukan terus penghapus juga dibeli, kertas binder dan stiker juga dibeli.
Meski harganya murah sekalipun, kalau tidak termasuk daftar ya jangan dibeli. Ini sebenarnya sangat susah sih, ya. Kita sendiri sebagai orang tua kadang berbelanja barang yang tidak ada dalam daftar karena tergiur diskon atau promo lainnya. Iya kan, Bun? Hehehe.
4. Menabung dulu dan sabar saat menginginkan sesuatu
Sebenarnya yang teruji saat menerapkan aturan ketat ini adalah orang tua. Kita bisa saja memberikan apapun yang diinginkan anak, kan? Akan tetapi, bukan mendidik namanya kalau semua serba manis dan manja. Bisa jadi mereka tidak paham bahwa mendapatkan sesuatu itu membutuhkan usaha dan kesabaran.
Bukankah dengan begitu, anak juga akan terlatih untuk menggunakan barangnya sebaik mungkin? Tentu saja, mereka juga akan lebih menghargai barang yang dimilikinya.
Saat menerima uang dari orang lain, mereka akan menabungnya hingga mendapatkan jumlah yang cukup untuk membeli barang impiannya. Kalau menabung, tentu saja anak Indonesia sudah diajari juga.
Dengan celengan kecil-kecil sesuai target yang ingin dibeli, atau dengan cara lainnya, yang jelas melatih sabar dengan menabung tentu akan bermanfaat bagi kehidupan anak kelak.
Artikel terkait: 8 Kiat Mengelola Keuangan dengan Baik yang Bisa Parents Ajarkan kepada Anak
5. Kerjasama semua pihak dalam melatih anak agar tidak boros
Tentunya semua cara tersebut tidak akan berjalan lancar, jika tidak didukung kakek nenek dan lingkungan sekitar. Kita pelit dan ketat akan aturan jajan, tetapi kakek nenek dengan mudahnya memberikan uang jajan kan ya sama saja.
Di Jepang, kakek nenek sangat mendukung para orang tua mendidik anaknya dengan tidak memberikan uang sembarangan. Mereka hanya memberi uang kepada cucunya saat momen khusus seperti ulang tahun atau menjelang tahun baru saja.
Kita pun harus bersabar dan menahan diri untuk tidak dengan mudah mengeluarkan uang untuk anak, meski merengek sekalipun. Sekiranya barang kebutuhannya masih bisa dipakai, kita pun tak perlu membelikannya yang baru.
Jadi, saat melatih anak agar tidak boros dan konsumtif, kita pun sebagai orang tua juga belajar lagi untuk tidak boros. Ada kebutuhan dan keinginan yang harus dibedakan.
Semua proses ini tentunya demi masa depan mereka kelak agar terbiasa “sabar prihatin”, disiplin, berusaha keras, dan mandiri nggak manja. Yuk semangat belajar lagi, ya Parents!
Ditulis oleh Primasari N. Dewi, UGC Contributor theAsianparent.com
Artikel UGC lainnya:
Kisah 3 Ibu Bekerja dan Support System dalam Pengasuhan Sang Buah Hati
Cara Jitu dari Nenek Saya untuk Mengajarkan Pola Tidur yang Baik pada Bayi Sejak Lahir
Begini Caraku Hadapi Preeklamsia saat Hamil dengan Rasa Sabar dan Gembira