Apa itu Mama-tomo?
Mama-tomo berasal dari kata “mama” yang berarti “mama” dan “tomo” (tomodachi) yang berarti “teman”, bisa diartikan pertemanan Mama. Mama-tomo sangat populer di Jepang, perkumpulan Mama yang memiliki “latar belakang dan tujuan” yang sama. Misalnya sesama wali murid dari tingkat kelas yang sama. Satu kelompok minimal tiga orang.
Sebenarnya di Indonesia juga banyak kelompok seperti ini, ada kelompok arisan, paguyuban senam, klub sepeda, forkom kelas anak, dan kelompok-kelompok lain khusus ibu-ibu. Namun, di Jepang, khususnya Mama-tomo ini biasanya berteman dan berkumpul karena anak-anaknya saling “terhubung”.
Awal mula biasanya bertemu saat kelas hamil, yoga, teman saat sama-sama opname menjelang kelahiran, tetangga, bertemu saat jalan-jalan di taman sekitar rumah, sesama wali murid TK, dll. Berawal dari berkenalan, bertukar media sosial, lalu bisa sesekali berkumpul bersama.
Nah, ada tiga hal yang menurut saya menjadi manfaat dari Mama-tomo ini. Ketiganya pun bisa kita contoh untuk diaplikasikan dalam circle pertemanan kita dengan sesama ibu.
1. Keuntungan Mama-tomo
Sebenarnya memiliki circle pertemanan itu tidak wajib. Banyak juga, kok, ibu-ibu di Jepang yang tidak memilikinya, terutama ibu pekerja yang sudah sibuk sekali dengan pekerjaannya. Hanya saja, memang ada image kalau tak memiliki Mama-tomo ini berarti tidak bisa bersosialisasi dengan baik, meski tak selalu begitu. Kalau tidak bergabung di circle pertemanan antar ibu-ibu teman sekelas anaknya, kasihan juga si anak ikut merasakan ke-kuper-an ibunya.
Meski kadang merepotkan, ada banyak lho keuntungan yang didapat dengan memiliki Mama-tomo. Di antaranya memiliki teman curhat untuk berbagi masalah (terutama urusan anak), anak-anak bisa bermain dan tumbuh kembang bersama, paham mengenai informasi lingkungan rumah dan sekitarnya, dll.
Artikel terkait: Pengalamanku Jalani Musim Panas di Jepang, Mewaspadai Heat-Stroke sampai Kriminalitas
2 Aktivitas yang biasa dilakukan
Selain berdiskusi di grup chat media sosial, biasanya Mama-tomo berkumpul di salah satu rumah ibu tersebut. Mereka akan bergantian. Selain rumah, mereka juga kadang makan siang di restoran. Aktivitas ini biasanya dilakukan setelah anak-anak berangkat sekolah. Kalau ada yang memiliki anak kecil, mereka akan mencari restoran yang ramah anak.
Hal yang dibicarakan saat berkumpul tentu saja membicarakan seputar anak mereka, misalnya mengenai kesehatan dan makanannya, barang kebutuhan anak sekolah, dll. Lantaran mereka tinggal di lingkungan yang berdekatan, semisal anak mereka sakit dan pergi ke dokter/klinik, mereka akan berbagi bagaimana pelayanan klinik tersebut, atau berbagi tips seputar kesehatan anaknya (suplemen dan vitamin, misalnya).
Perlu diketahui, kebutuhan anak SD Jepang itu lumayan ribet, termasuk alat-alat pelindung kepala saat latihan simulasi gempa, dll. Biasanya para Mama-tomo ini akan berbagi informasi harga barang, tempat membeli yang jauh lebih murah, diskonan, promo dan voucher. Ibu-ibu Jepang sangat menyukai hal ini. Meski hanya diskon 10 ribu rupiah saja, mereka akan melakukan penghematan itu.
Mereka juga akan berbagi informasi mengenai les atau kegiatan klub/ekstrakurikuler yang diikuti anaknya. Di tempat les mungkin para ibu ini akan menemukan Mama-tomo yang lain, sesama ibu yang anaknya ikut klub sepak bola atau base ball misalnya. Mereka akan berbagi informasi mengenai latihan anaknya. Seputar gizi yang harus diperhatikan, latihan yang bisa dilakukan di rumah, dll.
Bagi ibu baru yang jauh dari orang tuanya, memiliki circle pertemanan sangat membantu mereka beradaptasi atau saat tidak tahu bagaimana menangani bayi barunya. Tips-tips dan pengalaman dari ibu lain sangat membantu sekali. Saat berkumpul, para bayi biasanya akan bermain bersama. Sungguh menggemaskan lho, Bun.
Artikel terkait: Pengalamanku Menyekolahkan Anak di TK Jepang, Apa yang Beda dengan Indonesia?
3. Hal-hal tabu yang perlu dihindari agar pertemanan Mama-tomo awet
Ada beberapa hal tabu yang sangat tidak boleh dibicarakan saat berkumpul atau berdiskusi para Mama-tomo ini.
Yang paling utama adalah tidak boleh membicarakan kejelekan orang lain. Bergosip dan ngerumpi kejelekan orang lain sangatlah dihindari oleh Mama-tomo ini karena bisa merusak pertemanan.
Kedua, membicarakan uang juga sebaiknya tidak dilakukan. Perkara gaji suami, atau upah bulanan saat Mama-tomo ini bekerja paruh waktu, misalnya, bukanlah konsumsi publik. Pinjam meminjam uang antarindividu juga tidak dilakukan orang Jepang secara umum. Mereka paham betul bahwa urusan uang bisa sangat merusak persahabatan. Lagipula, dalam budaya Jepang selalu ditekankam untuk berhemat dan bergaya hidup sesuai pendapatan.
Ketiga adalah sebaiknya tidak terlalu membangga-banggakan anaknya dan terkesan pamer. Perlu diketahui, orang Jepang biasanya rendah hati dan tidak menyombongkan harta maupun prestasinya. Diam-diam menghanyutkan. Jadi, ibu-ibu di Jepang biasanya tidak membicarakan anak dan suaminya secara berlebihan. Kadang malah cerita kekurangan mereka, semisalnya anaknya susah fokus belajar, tidak suka makan brokoli, dll.
Artikel terkait: 5 Cara Orang Tua Jepang Melatih Anak agar Tidak Boros dan Konsumtif
Keempat, tidak ikut campur urusan orang lain. Di Jepang pun ada ya pastinya kontroversi susu formula dan ASI atau campur keduanya, ibu rumah tangga atau ibu pekerja. Namun, mereka tidak dengan mudahnya menghakimi keputusan orang lain. Umumnya, mereka akan menyemangati ibu lain yang dalam kesulitan.
Kelima, minta tolong (nepotisme). Ketika ada salah satu Mama-tomo yang bekerja paruh waktu dan mendapat upah yang lumayan, ada juga ibu lain yang tertarik ingin melakukannya juga. Meminta tolong kepada teman agar “membawanya” ke tempat kerja merupakan hal yang sebaiknya tidak dilakukan.
Orang Jepang memang lebih mempercayai orang yang direkomendasikan pegawai lamanya, tetapi merekomendasikan seseorang juga bukanlah perkara yang mudah.
Bagaimanapun keberadaan Mama-tomo sangat membantu para ibu Jepang dalam hal pengasuhan anak. Banyak keuntungan yang didapat meski kadang ada saja masalah hubungan antar manusia yang rumit. Pertemanan antar ibu ini biasanya awet sampai anaknya besar asalkan suaminya tidak pindah dinas ke kota lain sehingga tidak perlu pindah rumah dan anak pun tidak harus pindah sekolah. Tertarik bikin Mama-tomo, Parents?
Artikel ditulis oleh Primasari N. Dewi, UGC Contributor theAsianparent.com
Artikel UGC lainnya:
Suka Duka Jadi Perempuan Bekerja di Lingkungan yang Mayoritas Pekerjanya Laki-laki
Pengalamanku Membujuk Anak Mogok Makan dengan Video "The Gingerbread Man"
Ceritaku Mengajak Anak Autis Berwisata ke Ciwidey dan Mendapat Reaksi Tak Terduga