Sebelum merantau ke Jepang yang dikenal sebagai negara sub-tropis, saya pikir kalau musim panas di sana itu sama seperti musim kemaraunya Indonesia. Toh tiap hari juga panas dan udaranya kering. Pasti bisa lah melewati musim panas, demikian pikir saya yang belum pernah merasakan pengalaman musim panas di Jepang.
Tapi ternyata, ada yang berbeda. Memang iya, suhu di aplikasi tertulis 37 derajat tapi serasa 41 derajat. Selain cuaca panas dan gerah, angin yang berhembus juga terasa panas, sangat lembab, dan bikin lengket. Saya pernah sampai mandi 3 kali dalam sehari, lho. Tetap saja, nggak ngefek.
Musim panas di Jepang itu dinanti-nanti
Anak-anak Jepang. (Unsplash/AC de Leon)
Bagi negara sub-tropis dengan empat musim, musim panas adalah musim yang sangat dinanti-nanti. Selama 3 bulan musim gugur dan 3 bulan musim dingin, matahari hampir tak nampak. Kalau pun nampak, panas teriknya tak terasa. Karena itu, sinar matahari musim panas sangat berharga bagi mereka dan dimanfaatkan dengan semaksimal mungkin. Mengembangkan teknologi solar saja harus menunggu musim panas, lho.
Mereka mengadakan pertandingan olahraga, festival, konser, berenang dan berjemur di pantai, dll. Di Jepang sendiri, ada banyak hal dan kegiatan yang bisa mewakili musim panasnya, seperti liburan musim panas. Kebanyakan ruang kelas sekolah tidak ber-AC, ditambah cuacanya memang agak tidak memungkinkan untuk belajar.
Liburan musim panas bisa berlangsung lama, lho. Untuk sekolah, biasanya 2-3 minggu dan tugasnya sangat banyak. Sementara untuk kuliah, bisa sampai 2 bulan, biasanya bulan Agustus dan September. Di antara waktu liburan ini, mahasiswa bisa bekerja part time atau internship. Saya sendiri pernah mencoba part time di restoran hotel dan toko oleh-oleh saat liburan musim panas di Jepang.
Ada juga tradisi obon dan ohigan yang membuat orang mudik ke kampung halamannya untuk mendoakan arwah para leluhurnya. Selama berkumpul di kampung halamannya, mereka memakan buah semangka, melakukan ritual dan tradisi lainnya.
Biasanya pada musim panas juga ada festival dan kembang api. Tentunya dua tahun belakangan ini tidak semeriah sebelumnya karena pasti dilarang berkerumun akibat pandemi. Selama festival musim panas, dijual juga makanan dan minuman khas festival, seperti kakigori (es serut), softcream, ayam goreng, jagung bakar, dll.
Tipikal manusia tropis dan sub-tropis itu beda
Sewaktu saya bilang saya dari Indonesia, bos saya bilang, “wah enak ya tropis”. Bos saya bercerita kalau orang tropis itu cenderung manja dan dianggap tidak bisa bekerja keras. Sebenarnya agak sakit hati juga dengar ini tapi saya cuma mesam-mesem sambil bilang “masa sih?” Imej ini terbangun karena negara tropis itu sepanjang tahun cuacanya enak. Orang-orangnya tidak perlu merasakan musim dingin yang sangat menyiksa.
Memang sih, kerja di luar ruangan pas musim dingin itu butuh effort lebih dan di Indonesia musim dingin itu tidak ada. Megang air beku saja itu kadang membuat tangan kesakitan. Kadang malu juga sama simbah-simbah di Jepang yang tetap semangat mengantar koran saat pagi hari di musim dingin.
Di Indonesia, menanam padi bisa dilakukan sepanjang tahun. Sementara itu, di Jepang hanya bisa dilakukan pada musim panas, setahun sekali. Untuk tanaman sayur dan buah kadang ada yang musiman, tetapi di musim dingin rata-rata tumbuhan tidak bisa hidup dengan baik tanpa bantuan teknologi.
Pakaian dan baju yang dipakai orang tropis juga tidak perlu menyesuaikan musim. Sepanjang tahun baju itu-itu saja masih bisa dipakai. Sementara di negara empat musim, berpakaian pun harus disesuaikan dengan cuaca dan iklimnya agar nyaman. Seragam sekolah dan kantor, sampai pakaian sehari-hari juga harus disesuaikan. Menyimpan baju dan peralatan musim dingin saat musim panas dan sebaliknya, sangat perlu dilakukan.
Tragedi dan kejahatan musim panas di Jepang
Anak Jepang. (Pexels/Ryutaro Tsukata)
Heat-stroke dan dehidrasi adalah penyakit langganan musim panas. Kekurangan asupan cairan bisa menyebabkan dehidrasi dan kepala pusing, sampai kematian. Kesejukan AC di ruangan dan ketika keluar ruangan langsung disambar suhu yang sangat panas adalah salah satu hal yang paling mudah ditemui dan hal itu sungguh tidak enak di tubuh kalau belum terbiasa.
Meski setiap tahun ada saja kasus anak meninggal karena heat-stroke, bulan Juli kemarin ada kisah yang sangat memilukan terjadi di Jepang. Yang pertama, kisah seorang ibu (25 tahun) yang meninggalkan anak perempuannya (bernama Mion) di mobil pada 22 Juli 2021 di Chiba. Ibu ini akhirnya ditangkap polisi karena dianggap melakukan kelalaian sebagai orang tua yang menyebabkan Mion meninggal dunia karena heat-stroke.
Kisah pilu ini berawal dari seorang ibu yang menjemput dua anaknya (3 tahun dan 1 tahun) dari rumah temannya pada pukul 7 pagi dan sesampainya di rumah, ketiga orang itu ketiduran di mobil. Pukul 10 si Ibu mengangkat anak sulungnya ke dalam rumah terlebih dahulu. Tiga puluh menit kemudian barulah ia kembali untuk mengangkat si bungsu. Namun, yang terjadi malah Mion sudah dalam keadaan tak bernyawa dan tertidur selamanya. Sang ibu diduga lalai karena mungkin tidak segera membawa masuk si bungsu dan membiarkannya lebih lama di mobil.
Kisah ke-2 adalah anak laki-laki 5 tahun (bernama Toma) yang ditemukan tewas di bus jemputan sekolah anak TK di Fukuoka pada 29 Juli 2021. Anak tersebut biasanya dijemput bus dan pagi itu masih sempat mengucapkan “selamat pagi” kepada Ibunya. Hari itu, yang menjemput adalah kepala sekolah TK. Kepala sekolah teledor karena tidak memeriksa dahulu apakah semua anak sudah turun atau belum.
Wali kelas ternyata juga teledor karena tidak memastikan keberadaan si anak dan menanyakan kepala sekolah kenapa si anak tidak masuk sekolah. Kegiatan di sekolah berlangsung sepeti biasa. Hingga saat jam pulang sekolah, bus TK mengantar pulang anak didiknya. Apesnya yang dipakai untuk mengantar anak pulang bukan bus yang dipakai untuk menjemput paginya. Satu per satu anak diantar pulang. Saat tiba di rumah Toma, ternyata tidak ada. Setelah dicari-cari ke sana ke mari, akhirnya Toma tertemukan di dalam bus yang ada di parkiran TK dalam keadaan lemas tak bernyawa karena dehidrasi.
Setiap musim panas, imbauan mencegah heat-stroke selalu dilakukan oleh banyak pihak. Selain itu, polisi juga berpatroli lebih sering karena kriminalitas lebih banyak terjadi pada musim panas. Baru-baru ini di Tokyo juga ada penyerangan membabi buta di stasiun. Kasus penguntitan perempuan oleh laki-laki tidak dikenal, atau pencurian pakaian dalam juga lebih sering terjadi pada musim panas.
Salah satu adaptasi yang wajib dilakukan saat musim panas adalah menyalakan kipas atau AC saat di dalam ruangan. Tagihan listrik bengkak itu urusan belakangan. Saat keluar ruangan, wajib memakai payung dan sun-cream. Minuman juga wajib dibawa ke mana-mana. Solusi lain, hindari bepergian pada siang hari. Selama tiga tahun berturut-turut, saya berpuasa ramadhan pas musim panas dengan jam puasa yang lumayan panjang, lho.
Pokoknya, panasnya musim panas itu beda sama panasnya Indonesian yang masih ada angin sepoi-sepoinya. Kalau sudah kepanasan dan kurang cairan, kepala bisa pusing dan nggak bisa buat mikir.
Ditulis oleh Primasari N. Dewi, UGC Contributor theAsianparent.com
Artikel UGC lainnya:
Sebaiknya Tak Sembarangan, Begini Kegiatan Menggambar yang Sesuai Perkembangan Anak
Bikin Kaget Sekaligus Geli! 5 Kebiasaan Suamiku yang Baru Terungkap setelah Menikah
Coba Intip Yuk! Begini Cara Kami agar Si Kecil Suka dengan Buku Sejak Dini
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.