Kurikulum 2013 segera diberlakukan merata pada seluruh siswa di tingkat pendidikan dasar dengan sasaran kecerdasan emosional.
Kurikulum 2013 sudah diterapkan pada pendidikan dasar sejak awal tahun ajaran baru 2013/2014 lalu untuk kelas 1 dan kelas 4 SD. Tahun ini, kurikulum 2013 ini akan dilanjutkan secara bertahap sehingga dapat menjadi kurikulum wajib pada pendidikan dasar.
Kurikulum 2013 ini difokuskan pada perkembangan emotional quotient (EQ) dibandingkan intelligent quotient (IQ). Hal ini merupakan langkah yang sangat positif di tengah-tengah maraknya kekerasan pada rekan sebaya, sekaligus berkurangnya rasa empati kepada sesama.
Sejak diterapkannya Kurikulum 2013, murid kelas 1 SD dianggap lebih ceria karena mereka bermain sembari belajar. Kendati demikian, banyak orang tua yang tidak memberi respon positif pada kurikulum 2013 karena berkurangnya porsi beberapa mata pelajaran, seperti bahasa Inggris. Masih banyak orang tua berpikir bahwa kecerdasan anak ‘semata’ karena ia dapat berbahasa asing atau cepat berhitung.
Pernahkah kita memerhatikan bahwa generasi sekarang—mulai anak hingga remaja—kurang menerapkan tata krama saat berbicara kepada orang yang lebih tua?
Bahkan untuk tersenyum kepada orang lain terasa sangat berat, kendati mereka tersenyum-senyum sendiri saat berkomunikasi lewat BBM, What’s App atau melalui sosial media lewat gadget!
Baca juga Perlukah Mengawasi Facebook Anak?
Tentu saja, kita tidak bisa menyalahkan sekolah dan dinas pendidikan yang sebelumnya hanya menekan pentingnya peningkatan IQ dibandingkan EQ. Peran orang tua pun tidak kalah pentingnya dalam membentuk karakter anak sehingga dapat bersosialisasi dengan baik.
Memang tidak semua remaja di negara kita telah kehilangan empati kepada orang lain. Masih banyak mereka yang dibesarkan dari lingkungan yang menerapkan pentingnya sopan santun dan empati kepada orang lain.
Meski demikian, lebih banyak lagi orang tua yang memforsir anak dengan kegiatan akademis tiada hentinya, setelah jam sekolah usai. Orang tua menganggap bahwa anak ber IQ tinggi adalah anak yang patut dibanggakan.
Kendati hal ini benar, namun IQ tinggi tanpa diimbangi dengan EQ yang seimbang akan mengganggu perkembangan psikis anak, sehingga ia pun tidak peduli dengan sesama dan lingkungan.
IQ tinggi memang penting. Tapi EQ tinggi akan membantu anak meraih prestasi tinggi karena ia tidak ditekan untuk selalu memiliki nilai tertinggi.
Pentingnya anak ber EQ tinggi
Kecerdasan emosional merupakan kemampuan anak untuk mengidentifikasi, mengenali sekaligus mengontrol emosinya, orang lain dan lingkungan sekitarnya. Anak dengan EQ tinggi dijamin memiliki kelebihan dibandingkan mereka yang ber IQ lebih tinggi karena:
- Mereka dapat mengatasi masalah dengan tidak terlalu emosional sehingga mereka lebih sukses berkarir.
- Mereka memiliki temperamen stabil sehingga dapat berinteraksi dengan benar saat berhadapan dengan masalah dan orang-orang yang agresif di sekitar mereka.
- Mereka memiliki hubungan yang sangat baik dengan orang tua, dan teman-teman di sekitarnya, sehingga mereka akan menjadi generasi muda berakhlak baik.
- Mereka tidak tertarik mencoba narkoba, alkohol atau frustasi berlebihan dengan makan makanan berlebih saat menghadapi masalah
- Mereka lebih sensitif dengan perasaan orang lain sehingga dapat menjalin hubungan dengan baik
- Mereka memiliki kemampuan sosialisasi lebih baik, lebih sopan, ramah dan mudah bergaul.
Latih EQ anak Anda dan buktikan bahwa hubungan kalian berdua akan tumbuh sempurna.
Selanjutnya: Melatih EQ Tidak Mudah!
1. Ajarkan mereka mengekspresikan perasaan
Pernah kan, orang tua justru marah kalau si batita sedang tantrum? “Laki-laki tidak boleh nangis!” “Awas ya, kalau nangis lagi nanti mama jewer”. Justru saat tantrum atau saat sedang gembira, orang tua dapat dengan bijaksana bertanya mengapa ia bersikap demikian.
Biarkan anak mengekspresikan diri.
2. Ajarkan empati sejak dini
Berempati bukan berarti menyetujui. Saat orang tua mengajarkan anak untuk bebas berekspresi, orang tua tetap harus mengajarkan apa yang baik dan tidak, disertai dengan alasan tepat dan masuk akal.
Tunjukkan empati dengan tepat.
3. Ajarkan kepekaan dengan perasaan orang lain
Jika si kecil sering melihat Anda mengungkapkan kasih sayang, akan lebih mudah bagi Anda untuk membuatnya peka dengan perasaan orang lain.
Peka dengan perasaan orang lain membuat si kecil mudah bergaul dengan rekan sebaya.
4. Ajarkan diri sendiri mengatasi emosi
Naah, orang tua kerap mengajari anak ini dan itu, tapi kerap tidak dapat mengatasi emosi. Boleh saja Anda marah karena anak berbuat yang tidak sepatutnya. Dalam hal ini, lagi-lagi, komunikasi adalah kunci. Jelaskan pada anak, apabila perbuatannya tidak baik.
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.