Aborsi bagi korban perkosaan masih menjadi perdebatan di berbagai negara. Termasuk di Argentina.
Baru-baru ini, sebuah kasus pelecehan seksual mencuat, ketika seorang anak perempuan berusia 11 tahun mendatangi dokter dan menuntut agar dokter mau mengaborsi janin yang dikandungnya. Anak tersebut merupakan korban perkosaan, dan pelakunya tak lain adalah pacar dari sang nenek.
Gadis berusia 11 tahun tersebut dinyatakan hamil setelah menjadi korban perkosaan.
Mengetahui dirinya hamil, sang korban dengan tegas ingin menggugurkan kandungannya dengan cara aborsi. Pasalnya, di Argentina secara hukum memang dapat melakukan aborsi apabila diambil dari kasus perkosaan.
Walau demikian, pihak berwenang di daerah tersebut tidak mengizinkannya untuk melakukan aborsi. Justru mereka memaksa gadis itu untuk menjalani operasi caesar untuk melahirkan bayi yang menurut para ahli tak mungkin bisa bertahan.
Kasus ini akhirnya memicu kembali perdebatan sengit tentang hak-hak reproduksi di Argentina, yang tahun lalu hampir melegalkan aborsi untuk kehamilan hingga 14 minggu.
Bentuk dari kemarahan tersebut adalah mayoritas wanita Argentina membanjiri media sosia dengan foto diri mereka sebagai anak berusia 11 tahun. Foto tersebut diunggah dengan menggunakan hastag #NiñasNoMadres yang artinya “perempuan, bukan ibu”.
Kisah pilu korban perkosaan yang hamil di usia 11 tahun
Lucia (bukan nama sebenarnya) pergi ke klinik di daerah pedesaan Provinsi Tucuman pada 29 Januari, karena ia mengalami sakit perut parah selama beberapa hari.
Setelah diperiksa, dokter menyatakan jika dia hamil 19 minggu. Anak tersebut kemudian dirujuk ke rumah sakit umum di Banda del Rio Sali.
Di rumah sakit, Lucia beserta ibunya menjelaskan bahwa mereka ingin melakukan aborsi. Namun, karena hukum aborsi masih jadi perdebatan. Sedangkan Lucia menuntut agar janin di rahimnya dikeluarkan, karena ia tak ingin ada pengingat dari perbuatan bejat pacar neneknya.
Akhirnya, petugas medis di rumah sakit tersebut melakukan tindakan yang dianggap lebih legal dibanding aborsi, yakni memberikan obat pada Lucia untuk mempercepat perkembangan janin.
“Ini semua adalah taktik menunda untuk menghabiskan waktu dan memaksa gadis itu untuk melahirkan. Mereka mengatakan bahwa mereka memberikan vitamin yang mana itu adalah obat untuk mematangkan janin,” kata Celia Debono, koordinator Latin American and Caribbean Committee for the Defense of Women’s.
Selain itu, rumah sakit juga mengizinkan para aktivis anti-aborsi untuk mengunjungi kamar tempat Lucia dirawat di rumah sakit. Mereka mendesak Lucia untuk mempertahankan kehamilannya dan memperingatkan jika ia tidak akan pernah menjadi seorang ibu jika melakukan aborsi.
Keluarga Lucia berjuang agar diijinkan aborsi
Sementara Lucia sedang berada di rumah sakit, kerabat dan orang terdekat mengirim email ke Ni Una Menos. Sebuah kelompok yang berjuang melawan kekerasan terhadap perempuan dan menjadi suara terkemuka dalam upaya melegalkan aborsi.
“Kami dihadapkan pada situasi yang putus asa dan menyedihkan. Keluarga tidak diberi informasi yang tepat untuk dapat menggunakan haknya,” kata Ms. Marchese.
Ni Una Menos mengajukan tuntutan hukum darurat yang mengarah pada perintah pengadilan untuk menyuruh rumah sakit melakukan aborsi terhadap janin Lucia. Namun, para dokter di sana menolak, dengan alasan mereka memiliki hati nurani.
Pada akhirnya, dokter pun setuju untuk menghentikan kehamilan atas permintaan rumah sakit. Sebab, kehamilannya sangat riskan dan tubuh Lucia sangat lemah, sehingga dokter melakukan operasi caesar untuk mengeluarkan janinnya.
“Hidup gadis itu dalam bahaya,” ucap Dr. Ousset bercerita dalam wawancara via telepon.
Setelah melakukan operasi, Lucia menjalani masa pemulihan hingga sehat kembali dan bisa keluar dari rumah sakit. Sedangkan tali pusar bayi yang diambil dari rahim Lucia dijadikan bukti genetik untuk menjerat pelaku yang melakukan pelecehan terhadap Lucia.
Semoga pelaku segera mendapatkan hukum yang setimpal.
Baca juga :
Pemerkosaan dalam Pernikahan, Sering Terjadi namun Tidak Dilaporkan
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.