Kisah seorang anak berinisial Awan yang dibanting ayah hingga meninggal masih menjadi sorotan. Pasalnya, korban yang berusia 10 tahun itu ternyata merupakan anak disabilitas. Selain itu, ada indikasi juga bahwa Awan kerap mendapat kekerasan fisik dari sang ayah sebagai pelampiasan emosi.
Diketahui, sang ayah bernama Usman (48), menendang dan membanting Awan hingga meninggal di lingkungan rumah mereka yang berada di Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara pada Rabu (13/12).
Melansir berbagai sumber, berikut ini kami rangkum kronologi dan kisah selengkapnya.
Artikel Terkait: Fakta 4 Anak Tewas di Jagakarsa Diduga Dibunuh Ayah Sendiri, Sang Ibu Korban KDRT
Kronologi Kisah Pilu Anak yang Dibanting Ayah
Tragedi ini bermula saat Awan bermain bersepeda di dekat lingkungan rumah. Saat bersepeda, Awan tidak sengaja menabrak seorang anak yang merupakan tetangganya. Saat itu, anak yang tertabrak Awan diketahui mengalami luka. Kronologi ini disampaikan oleh ibu Awan yang bernama Halimah.
“Sampai berdarah karena posisi kencang gitu. Anak saya kalau naik sepeda memang suka gitu karena dia hiperaktif,” ungkap Halimah mengutip laman Media Indonesia.
Orang tua anak tersebut lantas menegur Awan. Tidak hanya itu, menurut keterangan kakak Awan, mereka juga sempat mengomel pada ayahnya karena merasa tidak terima dengan kejadian tersebut. Omelan inilah yang diduga menyulut emosi sang ayah.
“Ayah saya panas atau kayak gimana, menjadi emosi, kemudian kejadianlah,” jelas kakak Awan yang diwawancarai oleh akun Youtube Pratiwi Noviyanti.
Sedikit berbeda dari penjelasan kakak Awan, menurut kesaksian orang tua anak yang tertabrak sepeda menjelaskan bahwa ia hanya menegur Awan dan tidak sampai mengomel pada Usman.
“Saat kejadian Pak Usman melihat, ada di sana sedang main gitar. Ketika Awan nabrak anak saya, saya hanya tegur pelan-pelan, negur ke Awan bukan mengomel ke Pak Usman,” ungkapnya.
Tetangga Tidak Ada yang Berani Menolong
Usman merasa kesal dan melampiaskan amarahnya dengan menendang dan membanting anaknya. Menurut keterangan Halimah, para tetangga juga turut menyaksikan aksi kejam suaminya itu, tetapi tidak ada yang berani menolong.
Setelah dibanting, mulut Awan mengeluarkan busa dan hidungnya berdarah, sehingga anak malang tersebut segera dilarikan ke rumah sakit. Sayangnya, Awan meninggal dunia sesampainya di sana.
Sang ibu juga tidak melihat kejadian secara langsung karena sedang tidak berada di rumah pada saat itu. Ia mengetahui kronologi tersebut dari tetangga. Saat menemui Usman untuk mengurus data di kantor polisi, sang suami pun meminta maaf padanya.
Awan Meninggal karena Rusaknya Jaringan Otak
Hasil autopsi mengatakan bahwa Awan meninggal karena mengalami jaringan otak rusak. Tulang tengkorak dahi kirinya patah sehingga sebabkan pendarahan dan kerusakan otak di sebelah kiri. Tangan dan kakinya pun mengalami cedera akibat dibanting.
Karena perilaku kejam tersebut, Usman pun ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat pasal 44 Ayat 3 Undang-Undang terkait Kekerasan dalam Rumah Tangga dan Undang-undang Perlindungan Anak. Ia diancam hukuman 15 tahun penjara.
Artikel Terkait: 4 Fakta Kisah Tragis Ibu Korban KDRT di Bangka, Kedua Mata Buta Hingga Tak Bisa Kasih ASI untuk Bayinya
Sosok Awan, Anak Disabilitas yang Punya Cita-cita Mulia
Melansir Youtube Kompas TV, Halimah sang ibu juga bercerita bahwa Awan merupakan anak berkebutuhan khusus.
“Dia punya penyakit hiperaktif. Sebagian syarafnya normal, sebagian tidak. Jadi, kalau belajar susah nyangkut,” jelas Halimah.
Awan juga sempat belajar di Sekolah Luar Biasa (SLB). Namun, karena faktor ekonomi, Awan harus berhenti sekolah.
Meski begitu, Awan dikenal sebagai sosok yang ceria dan punya cita-cita mulia. Dari penuturan sang ibu, Awan punya cita-cita menjadi seorang pemadam kebakaran. Semasa hidupnya, ia sangat suka menonton video tentang pemadam kebakaran di media sosial.
Tidak hanya itu, para tetangga sekitar juga bercerita bahwa Awan merupakan sosok anak baik dan suka membantu sesama.
Awan pun semasa hidupnya dekat dengan para Petugas Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) Kelurahan Penjaringan. Ia selalu membantu para petugas di sana, sehingga kepergiannya ini meninggalkan duka mendalam bagi mereka.
“Dia itu suka pergi, bersosialisasi gitu kemana-mana. Dia juga selalu membantu orang di sekitar. Kalau ada rezeki, ada makanan, dia suka kasih ke orang tua,” pungkas sang ibu.
Kerap Jadi Korban Kekerasan Sang Ayah Saat Emosi
Awan merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Menurut keterangan Nahar, Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, ada indikasi bahwa Awan kerap menjadi korban kekerasan sang ayah saat emosi. Jadi, kejadian ia yang dibanting ini kemungkinan bukanlah yang pertama kalinya.
“Menurut hasil penjangkauan awal Tim Layanan SAPA 129, ada indikasi bahwa ayah korban terkadang bertindak kasar bahkan melakukan kekerasan fisik kepada anak saat sedang emosi,” jelas Nahar seperti yang dikutip dari laman Detik.
Nahar juga menjelaskan bahwa kasus ini masih dalam pemantauan. Penjangkauan dan asesmen akan dilakukan juga terhadap keluarga korban termasuk saudara-saudara Awan yang mungkin saja pernah mengalami kekerasan juga.
Nahar juga menyayangkan aksi Usman tersebut tidak segera dihentikan, mengingat saat kejadian cukup banyak tetangga yang menyaksikan.
“Memukul dan menyakiti anak bukan bentuk mendisiplinkan, tetapi bentuk kekerasan. Kami berharap seluruh pihak dapat bersama-sama menjaga dan melindungi anak dari hal ini.
“Bahkan jika hal itu dilakukan orang terdekat anak, jangan ragu untuk mencegah dan melapor. Setiap anak berharga dan kita semua punya tanggung jawab melindungi mereka,” pungkasnya.
Artikel Terkait: Ibu Live Tiktok Saat Bayi Kejang Hingga Meninggal Tuai Hujatan
Parents, itulah kronologi dan kisah Awan, seorang anak yang dibanting ayah kandungnya hingga meninggal dunia.
Mengasuh anak berkebutuhan khusus memang bukanlah hal yang mudah. Orang tua pasti mengalami banyak tantangan dan tekanan dari lingkungan saat menjalaninya. Namun, hal tersebut tentunya tidak bisa menjadi alasan untuk melakukan kekerasan pada anak, ya.
Jika sudah terlampau stres atau lelah, jangan ragu untuk meminta bantuan orang terdekat. Dukungan dari orang-orang terkasih akan membantu Anda lebih kuat dan tegar saat membesarkan anak.
Setiap anak juga berhak dilindungi. Maka itu, apabila Parents melihat kekerasan pada anak di lingkungan tempat tinggal, jangan ragu untuk segera menghentikan aksi tersebut, meminta bantuan, atau segera lapor pada pihak berwajib.
Semoga kejadian nahas yang menimpa Awan tak terulang kembali pada anak-anak lainnya di luar sana ya, Parents.
***
Baca Juga:
10 Guru Jadi Korban Balon Gas Meledak di Bekasi, Ini Penyebabnya
Pengemudi yang Bawa 2 Bayi di Bagasi Mobil Diamankan, Alasannya Tuai Hujatan!
Kasus Baru! Bayi 13 Bulan Meninggal karena Covid Jadi Kasus Pertama di Singapura Tahun Ini