Mengapa kita perlu kewaspadaan diri?
Ada alasan mengapa kita membutuhkan kewaspadaan diri. Di era kekinian kita dituntut untuk serba cepat dalam segala hal. Cepat dalam bekerja, masak dan mencuci, bahkan berjalan kaki di trotoar. Bila tidak cepat, maka kita akan ketinggalan.
Ketinggalan mengetahui berita terbaru, misalnya, bisa jadi memalukan karena kita akan diolok-olok sebagai orang yang ketinggalan zaman. Padahal ada garis tipis antara cepat dan terburu-buru. Saat terburu-buru, kita cenderung mengambil jalan pintas tanpa pikir panjang. Akibatnya, kita bisa saja menyenggol atau menabrak sesuatu.
Sikap orangtua pengaruhi perilaku anak
Telah banyak artikel kami yang mengupas bagaimana sikap orang tua mempengaruhi cara anak bertindak. Menyusui bayi dengan hati galau bisa membuat si mungil rewel tanpa sebab. Membentak anak balita bisa membuatnya makin tantrum.
Begitu pula bila kita cenderung terburu-buru saat beraktivitas, besar kemungkinan sikap anak tak akan jauh-jauh dari situ. Coba ingat kembali, adakah buah pahit yang kita alami karena terburu-buru? Bila ada, kita tak mau anak mengalaminya bukan?
Sebenarnya, sikap terburu-buru dipicu oleh kekhawatiran dalam diri kita sendiri, yaitu yang dalam Bahasa Inggris disebut anxiety (kecemasan). Contohnya, lantaran cemas terlambat masuk kantor, seseorang naik kendaraan dengan kecepatan tinggi, asal menyalip kendaraan lain di jalan, dan terjadilah kecelakaan.
Sebagai catatan, terburu-buru hanya satu contoh kecil bagaimana kecemasan mempengaruhi manusia. Kecemasan sering kali timbul ketika kita mengkhawatirkan sesuatu yang belum pasti akan terjadi.
Bila kita membiarkan diri kita diganggu oleh kecemasan, bukan tidak mungkin kita akan menderita gangguan psikologis yang dinamakan gangguan kecemasan (anxiety disorder). Baca juga: Kenali Perbedaan Antara Stres dengan Penyakit Gangguan Kecemasan Pada Anak
Kita tidak selalu bisa menghilangkan pemicu kecemasan, di banyak kasus si pemicu juga tak bisa dihindari. Untuk itu, seseorang harus ingat dan waspada bahwa apa yang ia cemaskan belum terjadi. Ia harus memusatkan perhatian pada apa yang ada di hari ini dan detik ini. Inilah sikap yang disebut kewaspadaan diri.
Siapapun akan mendapat manfaat dari kewaspadaan diri, baik anak, remaja, maupun orang tua. Memiliki sikap kewaspadaan diri di usia dini akan membantu anak untuk mengurangi kecemasan dan meningkatkan kebahagiaan. Sedangkan apa yang baik untuk anak, pasti baik juga untuk orang tua.
Tak ada kata terlambat untuk membangun sikap kewaspadaan diri. Berikut adalah beberapa tips untuk menumbuhkan kewaspadaan diri untuk orang tua dan anak-anak.
Menumbuhkan kewaspadaan diri Ayah dan Bunda
Mengasuh anak bisa menguras tenaga dan emosi orang tua, apalagi bila orang tua memiliki kewajiban lain yang harus dilakukan seperti bekerja atau rutinitas pekerjaan rumah tangga.
Bila sudah lelah dan Anda mulai membayangkan hal selain apa yang saat itu ada di depan Anda, coba lakukan ini:
1. Berhenti sejenak
Ketika perasaan galau mendadak muncul, berhentilah beraktivitas saat itu juga. Buang jauh-jauh kekhawatiran pekerjaan tidak selesai, karena Anda berhenti beraktivitas hanya untuk sementara.
2. Mengatur napas
Rasakan sensasi keluar dan masuknya udara dari indera pernafasan, agar kesadaran Anda kembali ke saat ini.
3. Kenali diri sendiri
Ketahuilah hal buruk atau hal baik yang sedang terjadi, baik dalam diri atau di luar diri Anda. Tanyakan pada diri sendiri, mengapa hal itu membuat Anda cemas. Jangan memikirkan solusi, karena hal yang Anda khawatirkan mungkin belum benar-benar terjadi.
4. Lanjut beraktivitas
Setelah Anda menyadari apa yang memicu kegalauan, lanjutkan kembali aktivitas Anda.
5. Ayo, bergerak!
Bila pikiran mulai berkelana, alias melamun, atasilah dengan bergerak. Bisa dengan berjalan mengelilingi rumah, atau bersih-bersih rumah. Dengarkan suara di sekitar dan resapi setiap langkah Anda. Apakah Anda bisa merasakan jari-jari kaki, tumit, telapak kaki saat berjalan di atas lantai? Bermain bersama anak juga bagian dari bergerak lho.
6. Bedakan perasaan dan reaksi
Perasaan melibatkan emosi, sedangkan reaksi cenderung melibatkan logika. Anda kesal karena anak memecahkan gelas, itu adalah perasaan. Ketika Anda segera membersihkan pecahan kaca agar tak melukai kaki anak, itulah reaksi.
Emosi berlebihan akan mempengaruhi cara pandang anak pada orang tuanya, juga sikapnya di masa mendatang. Jadi mana yang lebih baik, perasaan atau reaksi?
7. Ungkapan dan sikap positif
Setelah suasana hati Anda membaik, buatlah ungkapan positif di dalam hati. Misalnya dengan bersyukur atas semua yang dimiliki saat ini, atau optimisme Anda akan hidup yang lebih baik. Berbicaralah dengan nada rendah pada anak, meski suasana hati Anda sedang tidak menentu.
Hal ini memang tidak mudah. Namun kita harus ingat bahwa anak adalah cerminan orang tuanya. Mengomel atau membentak anak hanya akan membuat anak ikut galau dan rewel, dan Anda pun akan semakin tertekan.
Menumbuhkan kewaspadaan diri pada anak
Dengan bertambahnya usia, anak mulai menyadari betapa kompleks dan rumitnya dunia. Dengan kewaspadaan diri, anak akan dapat mengatasi segala kesulitan dan tantangan dihadapinya. “Bagi anak-anak, kewaspadaan diri dapat memberikan mereka keindahan berada di saat ini,” ungkap Annaka Harris, pengarang yang mengajarkan kewapadaan diri untuk anak.
Jaringan otak prefrontal cortex anak terbentuk dengan cepat di usia sekolah. Bagian otak inilah yang mengendalikan skill untuk membentuk kewaspadaan diri, seperti fokus dan kontrol kognitif.
Sikap kewaspadaan diri hendaknya mulai ditanamkan sejak usia dini, agar saat dewasa nanti anak akan menjadi pribadi yang ramah, tenang, dan mampu menerima kenyataan. Inilah beberapa cara yang kami rekomendasikan untuk menanamkan kewaspadaan diri pada anak.
1. Melatih kewaspadaan diri sejak bayi
Bayi sangat sensitif terhadap perubahan suasana hati pengasuhnya, baik Anda atau orang lain. Menatap mata bayi saat merawatnya, akan membuat ia menyadari bahwa dirinya diperhatikan dan dicintai.
Saat bayi sedang rewel, gendonglah ia sambil berjalan dengan perlahan. Tunjukkan hal-hal menarik agar ia melupakan hal yang mengesalkan hatinya.
2. Melatih kewaspadaan diri si balita
Anak mulai berbicara, mampu mengontrol gerakan tubuhnya, dan lebih mandiri di usia balita. Semua yang dilakukannya adalah cerminan perilaku orang tuanya.
Manfaatkanlah tahap usia ini untuk belajar menumbuhkan kewaspadaan diri bersamanya. Mengajak balita bermain smartphone boleh-boleh saja. Namun utamakanlah aktivitas yang membutuhkan fokus seperti menggambar, membaca, atau mengajaknya bicara.
3. Melatih kewaspadaan diri anak usia sekolah
Kita memang tak lagi bisa seratus persen memonitor sikap anak saat ia mulai bersekolah. Kita percaya ia baik-baik saja di sekolah, tapi ada saatnya kita harus siap mendapat laporan kurang menyenangkan. Entah itu keluhan guru wali kelas atau teman sekelas tentang kenakalannya.
Seperti manusia pada umumnya, anak kita juga mengalami proses menuju dewasa. Dorong anak untuk melakukan aktivitas fisik seperti bersepeda atau main kejar-kejaran agar ia dapat menyalurkan energi dan emosinya ke hal-hal positif. Jangan lupa batasi juga waktunya bermain gadget.
4. Melatih kewaspadaan diri anak remaja
Di usia remaja energi dan emosi anak lebih intens dan mudah tersulut dibanding saat ia masih SD. Anak remaja perlu menyadari bahwa ada konsekuensi dari setiap perbuatannya. Oleh karena itu, biarkan ia menghadapinya. Apakah Anda bisa mudah memaafkan anak saat ia membuat kesalahan? Bila ya, anak remaja Anda pasti akan mudah memaafkan siapapun yang menyinggung perasaannya.
Di tahap usia ini, dorong anak remaja untuk melakukan aktivitas yang ada kaitannya dengan musik. Alasannya, emosi yang berlebihan bisa diekspresikan melalui musik. Bisa dengan mendengarkan musik, belajar memainkan alat musik, atau sekedar nonton konser musik. Apalagi kalau bisa nonton konser musik bareng anak, pasti lebih seru.
Parents, bagaimana pendapat Anda? Siapkah Anda belajar melatih kewaspadaan diri bersama anak? Tuliskan pendapat Anda di kolom komentar.
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.