Parents pasti menyadari bahwa akhir-akhir ini banyak sekali konten video viral yang menakutkan, membahayakan, dan melanggar privasi orang lain.
Mulai dari menghalang truk hingga merekam video orang lain tanpa izin di tempat umum. Memangnya kenapa sih kok orang ingin viral di media sosial?
Berawal dari Banyaknya Konten Media Sosial
Sumber: Unsplash
Jika Parents mengingat masa-masa sebelum media sosial, tentunya hanya selebritas yang bisa diliput oleh media, bukan?
Selain itu, mungkin tokoh-tokoh publik yang berhasil mencapai sesuatu yang luar biasa yang dikenal oleh masyarakat luas.
Hal ini tentu berbeda dengan zaman sekarang, di mana satu konten Anda bisa disaksikan oleh jutaan pengguna media sosial.
Dengan kata lain, Anda bisa menjadi selebritas tanpa perlu sulit-sulit harus masuk ke media tertentu, bukan?
Inilah mengapa muncul istilah ‘selebgram’, ‘selebtok’, dan ‘seleb-‘ lainnya yang mudah didapatkan karena viralitas media sosial.
Konten yang ditawarkan pun bermacam-macam, ada yang mulai konten edukasi, fashion, gaya hidup, hingga konten-konten ‘receh’ yang mengundang gelak tawa.
Artikel Terkait: Lagi-lagi Demi Viral di Medsos, Bule Ini Memanjat Pohon Sakral di Bali
Penggunaan Media Sosial yang Masif Ikut Berkontribusi untuk Viral
Sumber: Unsplash
Dilansir dari Jawa Pos, anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Rony Mamur Bishry menjelaskan bahwa media sosial menjadi alat komunikasi karena karakteristik orang Indonesia yang bersifat komunal.
Tidak heran bila Indonesia masuk menjadi 3 negara pengguna cybertech tertinggi dunia yang memanfaatkan media sosial.
Penggunaan smartphone pun mencapai 3,5 jam per hari alias 15 persen waktu kita sehari.
Tidak heran bila masyarakat Indonesia lebih menyaksikan media sosial daripada media-media lain!
Konten yang Mudah Dibuat adalah Konten Kontroversial
Sumber: Instagram/@lambe_turah
Bandingkan, berapa orang yang bisa membuat konten seperti video travelling ke luar negeri atau membuat konten musik yang berbakat?
Tidak semua masyarakat Indonesia tentu mau dan bisa melakukannya.
Tetapi ini bukan hambatan, karena ada kunci kesuksesan viral yang kerap dilakukan masyarakat Indonesia: konten kontroversial dan sensasional.
Konten kontroversial dan sensasional bisa dibilang lebih mudah dibuat daripada konten yang membutuhkan ‘kerja keras’.
Inilah alasan kenapa orang membuat konten hoaks, sensasi yang menjurus ke pornografi, hingga merekam video orang lain tanpa izin.
Bahkan tidak jarang rekaman video yang mereka unggah sangat jauh dari kenyataan yang sebenarnya terjadi.
Artikel Terkait: Ambil Foto di Bromo Bayar Rp 1 Juta Viral, Ini Penjelasan KLHK
Penjelasan Psikolog Tentang Kenapa Orang Ingin Viral
Pertanyaannya: Kenapa orang Indonesia ingin viral? Apa keuntungan yang didapat dengan menjadi viral?
Prita Yulia Maharani, M.Psi., Psikolog, seorang psikolog dewasa dari Surabaya, Jawa Timur memberikan penjelasan terkait fenomena kenapa orang ingin viral. Cobak simak, Parents!
Kenapa Orang Ingin Membuat Konten yang Membahayakan Diri Sendiri dan Orang Lain?
Sumber: Instagram/@lambe_turah
Menurut Prita, fenomena ini marak karena mulai menjamurnya berbagai media sosial yang membuat seseorang mudah terkenal, bahkan tanpa konten-konten yang edukatif.
“Banyak muncul selebgram atau YouTuber yang mungkin isi kontennya kurang berfaedah atau tidak mengedukasi, namun justru lebih menghasilkan, lo.
Gampang banget semua menjadi viral tanpa memikirkan reaksi para netizen,” ujar Prita.
Prita juga menjelaskan bila pun terjadi suatu masalah, hal ini bisa selesai dengan video klarifikasi yang juga mudah untuk dibuat.
“Kalau pun ada sesuatu, juga bisa langsung selesai dengan derai air mata dan permintaan maaf atau karena adanya tuntutan moral dari masyarakat.
Mengapa? Karena mereka ada yang khawatir takut dirundung secara siber, akhirnya memilih untuk minta maaf. Langsung viral, kan pasti?” jelas Prita.
Apakah Fenomena Ini Wajar Terjadi?
Sumber: Unsplash
Tentunya, fenomena ini bukanlah sesuatu yang wajar bila sudah melanggar privasi atau pun membahayakan diri sendiri.
Prita menjelaskan beberapa contoh yang dianggap ‘wajar’ namun sejatinya cukup problematik.
Konten merekam diam-diam dan mengomentari tubuh orang lain bisa masuk ke ranah body shaming yang akan menimbulkan masalah kepercayaan diri.
Adapun konten lainnya adalah mempertontonkan bentuk tubuh yang terlalu vulgar karena bisa mengarah kepada kepribadian narsistik atau eksibisionis.
“Jadi kalau dibilang wajar atau tidak, jelas sudah tidak jika sudah melanggar privasi atau membahayakan seseorang maupun orang lain,” kata Prita.
Artikel Terkait: Viral Pengemudi Arogan di Jalan, Ini Cara untuk Menghadapinya!
Bagaimana Karakteristik Orang-orang yang Mengalami Hal Ini?
Sumber: Unsplash
Prita rupanya menyebutkan ada beberapa karakteristik khas dari orang-orang yang berusaha viral dengan instan ini.
“Orang yang mengalami atau menjadi pelaku pembuat konten yang melanggar atau di luar batas ini umumnya ingin serba instan, kurang mampu menghargai orang lain, cenderung ingin menang sendiri, dan kurang bisa berempati pada lingkungan,” papar Prita.
Tentunya ini masuk akal, ya Parents! Orang yang menghargai privasi orang lain sudah pasti tidak akan merekam secara diam-diam, bukan?
Nah coba cek dahulu, apakah Anda atau kerabat di sekitar Anda ada yang ingin ‘ngebet’ viral? Semoga dengan cara yang baik, ya!
Apakah Ini Termasuk Gangguan Psikologis?
Sumber: Unsplash
Terlepas dari pendapat umum terkait gangguan psikologis, Prita menegaskan bahwa hal ini bukanlah gangguan psikologis.
Banyak warganet yang mengeluhkan bahwa konten-konten di luar batas agar viral merupakan sumber dari gangguan psikologis.
Faktanya, menurut Prita hal ini bukanlah gangguan psikologis melainkan fenomena sosial.
Namun bukan tidak mungkin bila dibiarkan justru akan memberi efek pada psikologis seseorang hingga akhirnya menimbulkan gangguan.
Parents mungkin menyadari dampak dari direkam diam-diam oleh orang asing dan seketika langsung viral di internet.
Tentunya perasaan tertekan dan marah akan muncul, bukan? Bila dibiarkan, bukan tidak mungkin hal ini bisa mengarah pada gejala depresif yang berkepanjangan akibat perasaan malu atau pun tekanan warganet.
Artikel Terkait: Aurel Hermansyah Dicerca, Kenapa Netizen Indonesia Suka Jahat?
Kira-kira Mereka Akan Puas atau Akan Terus Mencari Konten Baru?
Sumber: Instagram/@lambe_turah
Prita mengungkapkan sejatinya ada cara agar pelaku konten viral jera.
Salah satu alasan kenapa orang ingin viral adalah tanggapan dari warganet yang memuaskan dirinya.
Namun bila warganet justru menyerang balik, pelaku juga akan stres dan mengalami gejala depresif akibat tekanan internet.
“Meskipun demikian, terkadang beberapa pembuat konten viral kontroversial justru akan memanfaatkan hal ini. Mereka akan berusaha untuk memanfaatkan viralitas ini, meskipun kontroversial. Yaa setiap tindakan selalu ada hukuman atau konsekuensinya, tetapi mereka akan berusaha ‘aji mumpung’,” jelas Prita.
Apakah Mereka Tidak Takut Terhadap Risiko dari Membuat Konten?
Sumber: Instagram/@lambe_turah
Menurut Prita, ternyata fenomena ini memiliki sebuah pola yang umum terjadi.
“Umumnya, para pembuat konten viral awalnya akan santai saja, senang sudah membuat heboh, bahkan mungkin mengikuti atau menciptakan tren terbaru. Nah, nantinya ketika mereka sudah mengalami dampaknya sendiri, atau ada yang berani speak up, maka tentunya akan berhenti,” jelas Prita terkait pola pembuatan konten.
Dengan kata lain, tentunya mereka tidak takut terhadap risiko membuat konten karena di awal mereka justru mendapatkan banyak dukungan!
“Namun ini berbeda dengan julid warganet atau hate speech ya, karena speak up umumnya untuk menghalang atau kontradiktif dengan tren viral yang berlangsung,” tambah Prita.
Artikel Terkait: Ya Ampun! Viral Seorang Pria Menyamar Demi Merusak Lukisan Terkenal Mona Lisa!
Apakah Ada Cara untuk Mencegah Generasi Selanjutnya Mengikuti Tren Ini?
Sumber: Unsplash
Tentunya Parents bertanya-tanya bukan bagaimana cara mencegah generasi selanjutnya untuk mengikuti tren ini.
Prita rupanya memberikan penjelasan detil terkait cara mencegahnya.
Dimulai dari memberikan edukasi dan pemahaman terkait arti dari viral dan bagaimana cara mendapatkannya tanpa melanggar atau merugikan orang lain.
Ya, ini artinya, Anda tidak harus melarang buah hati untuk ‘viral’. Bila bisa dilakukan secara baik, kenapa tidak?
“Bukankah viral tidak harus dengan membuat konten negatif? Anak-anak pun bisa diajarkan jika ingin membuat konten video, mereka bisa merekam dan membuatnya untuk konsumsi pribadi juga. Tidak ada yang salah dengan membuat konten, asal orang tua paham bahwa konten ini memberi dampak bagi orang lain,” ujar Prita.
Nah bila sudah seperti ini, Anda tahu apa yang harus dilakukan, kan Parents? Selalu beri edukasi kepada keluarga terkait viral dan dampak dari video-video yang beredar. Dengan begini, anak-anak bisa terfasilitasi untuk konten-konten yang positif!
***
Baca Juga:
Viral Chat Gading Marten dengan Gempi Bikin Gemas, Warganet Salah Fokus Komentar Giselle
Viral Influencer Jual Keringat Payudara Seharga Jutaan Rupiah
Viral Pengemudi Arogan di Jalan, Ini Cara untuk Menghadapinya!
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.