Anda atau si kecil kerap melakukan gerakan atau ucapan yang berulang-ulang tanpa disengaja dan di luar kendalinya? Misalnya saja mengedipkan matanya? Jika ya, cobalah lebih waspada. Dalam ilmu kedokteran kondisi ini merupakan salah satu tanda dari gangguan sistem saraf yang disebut sindrom Tourette.
Untuk tahu lebih lengkap mengenai kelainan saraf langka sindrom Tourette, mari simak penjelasan berikut seperti dilansir dari Mayo clinic.
Kelainan Saraf Langka Sindrom Tourette: Gejala, Bahaya dan Pengobatan
Sindrom Tourette, Sebuah Kelainan Saraf Langka
Tourette syndrome atau sindrom Tourette merupakan gangguan sistem saraf yang melibatkan gerakan berulang atau suara yang tidak diinginkan (tics) yang tidak dapat dikontrol dengan mudah. Misalnya saja, berulang kali mengedipkan mata, mengangkat bahu, menyentakkan kepala satu arah (ke kanan atau ke kiri saja) berkali-kali, atau mengeluarkan suara yang tidak biasa.
Tics biasanya muncul antara usia 2 hingga 15. Dan anak laki-laki, seperti ditulis Mayo Clinic dalam lamannya, lebih mungkin mengalami sindrom ini tiga hingga empat kali dibandingkan anak perempuan.
Gangguan ini disebut langka karena prevalensi penderitanya di dunia hanya sekitar 4-5 orang dari antara 10.000 orang.
Artikel terkait: Bisa Sebabkan Komplikasi, Ketahui Gejala dan Faktor Risiko Down Syndrome
Gejala yang Sering Kali Terjadi
Tics –gerakan atau suara yang tiba-tiba, singkat, dan terputus-putus- merupakan tanda khas dari sindrom Tourette. Skalanya bisa ringan hingga parah. Dan gejala yang parah sering kali mengganggu komunikasi, aktivitas sehari-hari, juga kualitas hidup si penderita secara signifikan.
Diklasifikasikan dalam Dua Jenis Tics
Tics dalam sindrom Tourette diklasifikasikan sebagai:
- Simple Tics (tics sederhana). Tics datang tiba-tiba, singkat, dan berulang ini terjadi dengan melibatkan sejumlah kelompok otot. Misalnya saja, mata berkedip, kepala menyentak, mata melesat (melirik tiba-tiba), mengangkat bahu, hidung berkedut, dan menggonggong.
- Complex Tics (tics kompleks). Pola gerakannya berbeda dan lebih terkoordinasi dengan melibatkan beberapa kelompok otot. Seperti menyentuh atau membaui sebuah benda, mengulang gerakan mengamati, melangkah dalam pola tertentu, membungkuk atau memutar, melompat, memaki, atau mengulangi kata/frasa yang sama (palilalia) atau perkataan orang (echophenomena), dan mengucapkan kata-kata kasar/ vulgar (koprolalia).
Tics juga dapat melibatkan gerakan (tics motorik) atau suara (tics vokal). Tics motorik biasanya dimulai sebelum tics vokal terjadi. Tapi spektrum tics yang dialami orang beragam. Dan tics motorik merupakan yang paling umum terjadi pada kasus sindrom Tourette.
Beberapa hal lain yang perlu Anda ketahui mengenai tics adalah:
- Bervariasi dalam jenis, frekuensi, dan tingkat keparahan.
- Gejala akan memburuk jika si penderita sakit, stres, cemas, lelah atau terlalu bersemangat.
- Bisa terjadi saat sedang tidur.
- Berubah seiring waktu.
- Memburuk di tahun-tahun awal remaja dan meningkat selama masa transisi ke masa dewasa.
Sebelum timbul gerakan motorik atau vokal, si penderita mungkin akan mengalami sensasi tubuh yang tidak nyaman (dorongan firasat), seperti gatal, kesemutan, atau ketegangan. Setelah (tics) itu, si penderita akan merasa lega dan puas.
Dengan usaha yang sangat keras, beberapa orang dengan sindrom Tourette dapat menghentikan atau menahan tics untuk sementara waktu.
Artikel terkait: Mengenal Moebius Syndrome, Kondisi Langka yang Sebabkan Bayi Tak Bisa Berekspresi
Penyebab dan Faktor Risiko Kelainan Saraf Langka Sindrom Tourette
Hingga kini penyebab sindrom Tourette memang masi belum diketahui secara pasti. Namun, diduga untuk kelainan yang kompleks disebabkan oleh kombinasi faktor genetik dan lingkungan. Atau juga kecacatan pada sistem saraf otak.
Beberapa studi menunjukkan bahwa anak dengan sindrom Tourette memiliki cacat pada struktur, fungsi, atau zat kimia otak yang menghantarkan impuls saraf (neurotransmitter), termasuk serotonin dan dopamin.
Sedangkan faktor risiko sindrom Tourette bisa meliputi:
- Sejarah keluarga. Memiliki riwayat keluarga sindrom Tourette atau gangguan tics dapat meningkatkan risiko pengembangan sindrom Tourette.
- Jenis kelamin. Seperti sudah disebutkan tadi, laki-laki kemungkinan 3-4 kali berisiko mengalaminya dibandingkan perempuan.
Komplikasi dan Bahayanya Sindrom Tourette Syndrome
Pada dasarnya orang dengan sindrom Tourette juga mampu menjalani kehidupan yang sehat dan aktif. Namun, tantangannya datang saat tics terjadi. Ini dapat mengubah perilaku si penderita dan memengaruhi kehidupan sosialnya –hingga merusak citra diri.
Dua seleb terkenal yang juga mengalami gangguan saraf ini adalah aktor Indonesia Tora Sudiro dan penyanyi Amerika Serikat Billie Eilish.
Kondisi yang sering dikaitkan dengan penderita asindrom Tourette meliputi:
- Masalah gangguan perilaku, dialami 8 dari 10 anak dengan sindrom Tourette.
- Gangguan perhatian-defisit/hiperaktif (ADHD), dialami 6 dari 10 anak dengan sindrom Tourette.
- Atau gangguan obsesif-kompulsif (OCD) atau perilaku obsesif-kompulsif (OCB), di mana 5 dari 10 anak penderita sindrom Tourette mengalaminya.
- Perilaku melukai diri sendiri yang dialami 3 dari 10 anak penderita Tourette syndrome.
- Gangguan spektrum autisme
- Ketidakmampuan belajar
- Gangguan tidur
- Depresi
- Gangguan kecemasan
- Nyeri yang berhubungan dengan tics, seperti sakit kepala
- Bermasalah dalam mengontrol emosi
Periksakan ke Dokter Bila…
Sebenarnya tidak semua tics menunjukkan sindrom Tourette. Banyak anak mengalami tics yang hilang dengan sendirinya setelah beberapa minggu atau bulan.
Namun, pada beberapaa kasus ada juga tanda atau gejala yang dialami anak yang tidak hilang. Untuk mengidentifikasi penyebabnya segera bawa anak ke dokter untuk diperiksa lebih lanjut.
Belum Ada Obatnya, Cukup Perawatan Saja
Mayo Clinic menyebut, hingga kini belum ada obat untuk sindrom Tourette. Dan lagi, untuk skala ringan, gangguan ini memang tidak memerlukan pengobatan, cukup perawatan saja dan lama kelamaan tics akan berkurang atau menjadi terkontrol setelah masa remaja.
Namun untuk mengendalikan tics Anda bisa menggunakan antipsikotik seperti haloperidol, obat antidepresan, suntik botox, atau obat antikovulsan.
Terapi perilaku kognitif bisa saja dilakukan untuk meringankan gejala dari ADHD, OCD, dan depresi. Terapis dalam sesi psikoterapi nantinya bisa melakukan beberapa metode bantuan seperti hipnosis, meditasi, teknik pernapasan atau relaksasi.
Semoga informasi kelainan saraf langka sindrom tourette ini bermanfaat. Jika melihat gejala tics pada anak, jangan lupa untuk dipatau.
Baca juga: