BBLR meningkat di negara sejahtera
Asupan gizi yang baik, kondisi mental yang stabil dan berkonsultasi serta memeriksakan kehamilan secara teratur pada ginekolog atau bidan adalah beberapa yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya bayi berat lahir rendah (BBLR) dan sempurna secara fisik.
Para ibu hamil di negara maju dipastikan tidak kesulitan mendapatkan semua ini. Akan tetapi, semua itu bukanlah jaminan bahwa bayi yang akan mereka lahirkan jauh dari resiko BBLR.
Sebuah laporan yang dipublikasikan oleh Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Korea Selatan di tahun 2013 menyatakan bahwa sekitar 5,5 persen bayi di negara itu adalah BBLR.
Menurut Profesor Chang Gi Park dari University of Illionis, jumlah BBLR di Korea Selatan memang meningkat dibanding 20 tahun yang lalu. Tapi Negeri Ginseng tidak sendiri.
BBLR juga dilaporkan meningkat di sejumlah negara maju lainnya. Di tahun 2010, misalnya, sebanyak 9,6 persen bayi di Jepang lahir dengan BBLR, 7 persen di Argentina dan 6 persen di Australia.
Tentu saja ini sebuah hal yang mencengangkan. Jika di negara maju saja angka BBLR masih tinggi, lalu bagaimana dengan di Indonesia?
Angka BBLR di Indonesia naik-turun
Multiple birth dapat memicu timbulnya BBLR.
Kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) sayangnya tidak menjadi prioritas pemberitaan di media nasional kita. Informasi terkini tentang jumlah BBLR pun hanya bisa kita dapatkan di situs-situs perguruan tinggi tertentu yang pernah mengadakan penelitian mengenai bayi yang lahir dengan berat badan rendah.
Sebuah laporan oleh UNICEF menyebutkan angka BBLR di Indonesia adalah sekitar 11,1 persen pada tahun 2011, termasuk tinggi jika dibandingkan angka BBLR di negara tetangga seperti Vietnam (5,3 persen) dan Thailand (6,6 persen).
Pada tahun 2013 angka BBLR di Indonesia memang sedikit menurun, yaitu mencapai 10,2 persen, dengan prevalensi tertinggi ditempati oleh Propinsi Nusa Tenggara Timur (19,2 persen) dan terendah di Propinsi Sumatra Barat (6 persen).
Sementara itu angka BBLR di Propinsi Jawa Timur menunjukkan peningkatan signifikan, yaitu dari 10 persen di tahun 2010 menjadi 11 persen pada 2011.
Penyebab bayi lahir dengan berat badan rendah
Sebuah laporan tentang Hubungan Paritas dan Preeklamsi dengan Kejadian BBLR di tahun 2014 menyatakan, BBLR di Indonesia pada umumnya dipicu oleh kelahiran prematur.
Selain itu ada juga beberapa faktor lain seperti usia ibu yang terlalu muda atau terlalu tua (kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun), jarak kehamilan terlalu dekat dan penyakit yang diderita ibu hamil (preklamsia/eklamsia, anemia, hipertensi), paritas (riwayat kehamilan), kelainan kromosom dan faktor sosial ekonomi.
Ibu hamil yang merokok, mengkonsumsi alkohol atau narkoba juga beresiko melahirkan bayi dengan berat badan rendah. Mengkonsumsi tembakau kunyah juga dipastikan menjadi salah satu penyebab BBLR, dimana kebiasaan ini masih dilakukan oleh sebagian wanita (termasuk ibu hamil) yang hidup di daerah pelosok Sumatra Utara.
Jika faktor kebiasaan dan usia ibu hamil menjadi salah satu pemicu BBLR di Indonesia, lalu apakah yang menjadi penyebab menngkatnya jumlah bayi lahir dengan berat badan rendah di negara-negara maju seperti Jepang dan Korea?
Hideoki Fukuoka, peneliti biologi evolusioner dari Waseda University Tokyo mengatakan, angka bayi yang lahir dengan berat badan rendah di Jepang meningkat karena ibu hamil melakukan diet agar berat badan mereka tidak naik drastis.
Kurang jelas apa alasan para bumil di Jepang menjalani diet justru saat sedang hamil. Tapi Mark Hanson, Ketua International Society for Developmental Origins of Health and Disease di University of Southampton, Inggris memperkirakan, para wanita di Jepang terobsesi memiliki tubuh kurus seperti para model.
Sementara Dr. Carol Miller, neonatalog dari University of California, San Fransisco mengatakan, penyebab lain dari meningkatnya kelahiran bayi dengan berat badan rendah juga dipicu oleh penggunaan teknologi reproduksi.
Terapi hormon yang diterapkan untuk meningkatan kesuburan dan peluang terjadinya kehamilan bayi kembar dengan jumlah fantastis. (Baca juga : Nenek Dikecam Karena Hamil Kembar 4 Di Usia 65 Tahun)
Bayi-bayi dalam rahim sangat mungkin akan saling berebut nutrisi, sehingga hal itu mempengaruhi bobot tubuh mereka ketika dilahirkan.
Parents, semoga ulasan di atas bermanfaat.
Baca juga artikel menarik lainnya:
Indonesia Berhasil Menekan Angka Kematian Bayi
Hasil Survey Penggunaan Smartphone dan Tablet pada Anak 3-8 Tahun di Asia Pasifik
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.