Indonesia yang beragam dan majemuk dari wilayah, agama, kebudayaan bahkan suku sudah bukan hal yang asing maupun baru lagi didalam negeri ini. Bahkan dalam satu suku pun masih ada sub suku yang memiliki keragaman pula. Salah satunya adalah Suku Batak. Ya, Suku Batak yang biasa kita kenal itu juga memiliki jenis yang bermacam-macam.
Suku Batak memiliki enam sub suku, yaitu Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pakpak, Batak Mandailing dan Batak Angkola. Di dalam sub suku Batak memiliki bahasa, budaya, bentuk rumah adat dan motif pakaian yang berbeda pula.
Seperti apa perbedaan masing-masing sub Suku Batak dan masing-masing keunikannya? Melansir dari beberapa sumber, simak ulasannya pada artikel berikut ini.
Ragam Jenis serta Perbedaan Suku Batak
1. Batak Toba
Wilayah yang mayoritas orang Batak Toba, khususnya berada di provinsi Sumatra Utara meliputi Kabupaten Toba, Kabupaten Samosir, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten Tapanuli Tengah.
Sebagian lagi tersebar di Kota Sibolga, Kota Pematang Siantar, Kota Medan, Kabupaten Dairi, Kabupaten Deli Serdang, dan sekitar provinsi Sumatra Utara, serta beberapa wilayah di Indonesia.
Sebelum masyarakat Batak Toba mengenal agama Kristen, kepercayaan leluhur, yakni Parmalim, telah menjadi sebuah kepercayaan orang Batak Toba secara turun-temurun.
Namun, sejak tahun 1863, misionaris asal Jerman yakni Ludwig Ingwer Nommensen atau orang Batak lebih mengenal dengan Ingwer Ludwig Nommensen atau dipanggil Nommensen, tiba di Tanah Batak, kemudian menyebarkan agama Kristen Protestan di antara suku Batak.
Hasil dari pekerjaannya ialah berdirinya sebuah gereja terbesar di tengah-tengah suku bangsa Batak Toba yaitu Huria Kristen Batak Protestan (HKBP).
Pakaian adat Sumatera Utara khas Batak Toba terbuat dari kain ulos atau kain tenun tradisional, mulai dari bagian atas sampai bawah. Untuk pria bagian atas disebut ampe-ampe dan bagian bawah disebut singkot. Sementara untuk perempuan, bagian atas berupa hoba-hoba dan bagian bawah adalah haen.
Mengenakan busana ini juga dilengkapi dengan aksesoris berupa penutup kepala pada laki-laki yang disebut bulang-bulang dan pengikat kepala atau tali-tali pada perempuan, serta memakai selendang ulos.
Bagi orang-orang Batak Toba, ulos memiliki arti khusus. Jenisnya pun ada banyak, sesuai dengan maknanya masing-masing. Misalnya saja, ulos ragi hotang digunakan untuk pesta sukacita, ulos sibolang dikenakan saat berduka, dan banyak jenis lainnya. Selain upacara adat, pakaian adat Batak Toba digunakan untuk acara tertentu seperti pernikahan dan pesta syukuran.
Rumah Adat Batak Toba disebut Rumah Bolon, yang memiliki bangunan empat persegi panjang yang kadang-kadang ditempati oleh 50 keluarga. Memasuki Rumah Bolon ini harus menaiki tangga yang terletak di tengah-tengah rumah, dengan jumlah anak tangga yang ganjil.
Bila orang hendak masuk rumah tersebut, harus menundukkan kepala agar tidak terbentur pada balok yang melintang. Rumah Adat Batak Toba Sumatra Utara, Hal ini diartikan tamu harus menghormati si pemilik rumah.
Artikel terkait: Mengenal Rumah Bolon Khas Batak: Keunikan, Sejarah, dan Filosofinya
2. Batak Karo
Batak Karo merupakan suku bangsa atau kelompok etnik yang mendiami wilayah Sumatra Utara dan sebagian Aceh; meliputi Kabupaten Karo, sebagian Kabupaten Aceh Tenggara, sebagian Kabupaten Langkat (Langkat Hulu), Sebagian Kabupaten Dairi, sebagian Kabupaten Simalungun, dan sebagian Kabupaten Deli Serdang serta juga dapat ditemukan di kota Medan & Kota Binjai.
Mayoritas orang Karo memeluk agama Kristen sekitar 77%, dan 5.7% Katolik), Islam 14%. Sekitar 2.6% masih menganut aliran kepercayaan yakni Pemena. Lalu ada sebagian kecil yang beragama Hindu yaitu sekitar 2%. Ada pula agama lainnya yang dianut orang Karo seperti (Buddha, Pelebegu/Sipele Begu, Perbegu/Parbagu, & Paganisme) sekitar 1%.
Pemeluk agama tradisional/kepercayaan lama lainnya dapat ditemui di pedalaman dan mereka nyaris punah. Agama Lainnya pun terutama agama Buddha dapat ditemui di perkotaan namun jumlahnya sangat sedikit.
Pakaian adat Sumatera Utara khas Batak Karo tampak serupa dengan Batak Toba. Perbedaan yang paling menonjol adalah penggunaan kain tenun yang disebut uis gara. Dalam bahasa Karo, uis berarti kain, dan gara berarti merah.
Disebut ‘kain merah’ karena uis gara didominasi dengan warna merah, atau kadang dipadukan dengan warna lain seperti hitam dan putih, kemudian dihiasi dengan tenunan benang berwarna emas dan perak yang membuatnya terlihat mahal dan elegan.
Dulunya, uis gara dipakai sebagai pakaian sehari-hari untuk para perempuan Karo, namun sekarang hanya dikenakan saat upacara adat dan pesta pernikahan.
Rumah adat milik Suku Batak Karo ini lebih dikenal dengan nama Siwaluh Jabu. Nama ini bermakna rumah tersebut bisa dihuni oleh 8 keluarga sekaligus. Masing-masing keluarga memiliki peran masing-masing di dalam rumah tangga. Penempatan keluarga ditentukan melalui tradisi Batak Karo secara turun-temurun.
Siwaluh Jabu termasuk rumah megah jika dibandingkan rumah tradisional Suku Batak lainnya. Pada bagian atapnya ditambah ornamen berupa tanduk. Ukuran atapnya juga lebih besar dibandingkan rumah adat Batak lainnya. Bentuk atap ini juga sekaligus sebagai penanda status sosial pemilik rumah tersebut.
Artikel terkait: 10 Fakta Unik Suku Batak, Bisa Menikah Dengan Sepupu Sendiri
3. Batak Simalungun
Batak Simalungun adalah salah sub Suku Bangsa Batak yang berada di provinsi Sumatera Utara, Indonesia, yang menetap di Kabupaten Simalungun dan sekitarnya.
Saat ini, mayoritas suku Batak Simalungun memeluk ajaran Kristen sekitar 65% (90% Protestan, dan 10% Katolik), dan pemeluk agama Islam cukup signifikan dengan jumlah 34%, dan sekitar 1% masih memeluk sistem kepercayaan tradisional.
Orang Batak Simalungun juga menggunakan kain ulos untuk pakaian adat mereka. Hanya saja penyebutannya berbeda. Mereka menyebutnya kain hiou. Bentuk dari pakaian adat Batak Simalungun hampir menyerupai Batak Toba, namun hiasan kepala pada kaum pria lebih tinggi dan lancip. Selain itu, warnanya didominasi merah dan kuning emas.
Ciri khas dari rumah adat Simalungun diantaranya pada bangunannya yang berbentuk limas dengan tipe rumah panggung. Bagian kolong panggung dibuat setinggi dua meter dengan tujuan untuk menghindari serangan babi hutan serta hewan liar lainnya. Sedangkan pada kaki rumah adat Simalungun terdapat kayu-kayu penyangga yang diukir dan diberi warna.
Pada bagian pintunya sengaja dibuat pendek. Hal ini bertujuan supaya tamu menghormati pemilik rumah karena akan sedikit membungkuk ketika masuk rumah.
4. Batak Pakpak
Suku Pakpak adalah suku besar yang mendiami wilayah mulai dari beberapa kabupaten/kota di Sumatra Utara dan Aceh, yakni di Kabupaten Dairi, Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Humbang Hasundutan, Tapanuli Tengah (Sumatra Utara), serta sebagian Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Subulussalam (Aceh).
Masyarakat suku Pakpak pada umumnya memeluk agama Kristen (Katolik dan Protestan), sebagian ada juga yang memeluk agama Islam (terutama yang dekat dengan perbatasan provinsi Aceh) dan ada juga yang masih mempertahankan agama tradisional mereka seperti ugama sipelbegu. Untuk Kristen Protestan tergabung dalam Sinode Gereja Kristen Pakpak Dairi (GKPPD).
Pakaian adat Batak Pakpak disebut baju merapi-api, dengan didominasi warna hitam. Berbahan dasar katun, dan dikenakan dengan oles atau tenunan khas Pakpak.
Pada laki-laki Batak Pakpak, baju merapi-api menyerupai pakaian model Melayu dengan leher bulat dan dihiasi dengan manik-manik atau api-api. Sementara untuk bagian bawah, berupa celana hitam yang dibalut dengan sarung yang disebut oles sidosdos, dengan ujung terbuka di depan.
Baju merapi-rapi pada perempuan juga bewarna hitam dengan model leher segitiga dan dihiasi dengan api-api. Bagian bawah berupa sarung atau oles perdabaitak yang dililit pada pinggang secara melingkar. Ketika mengenakan pakaian adat Pakpak, pria dan wanita juga memakai aksesoris tambahan, berupa penutup kepala, kalung dan aksesoris lainnya.
Rumah Pakpak adalah rumah tradisional Suku Batak Pakpak. Bangunan ini mempunyai keunikan di bagian atapnya. Masyarakat Pakpak sengaja mendesain atapnya dengan bentuk melengkung.
Bentuk ini memiliki makna bahwa Suku Pakpak akan terus berpegang teguh pada adat istiadat mereka dengan sekuat tenaga. Ciri khas lainnya dapat dilihat dari adanya ukiran-ukiran menarik khas Suku Pakpak yang menghiasi bagian-bagian rumah.
Artikel terkait: 6 Fakta Unik Suku Mante yang Misterius di Hutan Aceh, Benarkah Mereka Masih Ada?
5. Batak Mandailing
Suku Mandailing tersebar di Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara, Kabupaten Labuhanbatu, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Kabupaten Batubara, Kabupaten Deli Serdang, Kota Medan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Pasaman, dan Kabupaten Pasaman Barat.
Beberapa marga yang terdapat di Suku Mandailing meliputi: Batubara, Dalimunthe, Daulay, Harahap, Hasibuan, Lubis, Mardia, Nasution, Parinduri, Pulungan, Rambe, Rangkuti, Rao, dan lainnya
Mayoritas suku Batak Mandailing beragama Islam, karena pengaruh Kaum Padri yang berasal dari Minangkabau, bahkan Mandailing merupakan satu diantara dua sub suku Batak yang mayoritas beragama Islam.
Orang Kristen Mandailing saat ini hanya sekitar 1%, dan hampir semua Mandailing Kristen bersinode di GKPA, yang bersamaan dengan suku Batak Angkola yang beragama Kristen, karena Angkola dan Mandailing juga memiliki beberapa persamaan yang memungkinkan orang-orang Angkola dan Mandailing Kristen berada dibawah sinode Gereja yang sama.
Pakaian adat Batak Mandailing juga hampir serupa dengan Batak Toba yaitu menggunakan kain ulos. Perbedaan yang paling terlihat ada pada kain ulos yang dililitkan pada bagian tengah badan, juga pada hiasan kepala pada pria dan wanita. Hiasan kepala pria Batak Mandailing memiliki bentuk khas dan berwarna hitam yang disebut ampu.
Sementara untuk wanita hiasan kepala disebut bulang yang diikatkan ke kening. Bulang tersebut terbuat dari emas, tetapi sekarang sudah banyak yang terbuat dari logam dengan sepuhan emas. Bulang mengandung makna sebagai lambang kebesaran atau kemuliaan sekaligus sebagai simbol dari struktur masyarakat.
Nama rumah adat Mandailing sendiri adalah Bagas Godang. Bagas yang berarti rumah sementara Godang berarti banyak. Kawasan Mandailing terkenal juga dengan wisata alamnya yang cukup memukau. Rumah Adat Mandailing juga dapat ditemukan di kabupaten Mandailing Natal sebagai bagian dari Kabupaten Tapanuli Selatan dan Padang Lawas.
Rumah adat ini kemudian biasa disebut juga dengan Bagas Godang. Dimana Bagas dalam bahasa mandailing bermakna rumah, sementara godang berarti banyak.
6. Batak Angkola
Sebaran Suku Batak Angkola berada di wilayah selatan Tapanuli, yakni meliputi kabupaten Tapanuli Selatan, kabupaten Padang Lawas, kabupaten Padang Lawas Utara, kota Padang Sidempuan, dan sebagian kabupaten Mandailing Natal. Suku Batak Angkola memiliki hubungan kekerabatan (tarombo) dengan marga-marga Batak Toba dan Batak Mandailing.
Mayoritas Suku Batak Angkola menganut agama Islam. Namun terdapat sebagian kecil yang menganut agama Kristen Protestan, GKPA (Gereja Kristen Protestan Angkola) merupakan gereja basis bagi orang Batak Angkola yang menganut agama Kristen Protestan, dan banyak tersebar di Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kabupaten Tapanuli Utara.
Pakaian adat Batak Angkola hampir serupa dengan busana adat Batak Mandailing. Yang membedakan adalah pakaian wanita didominasi dengan warna merah dan dikenakan dengan selendang yang disalempangkan pada badan.
Hiasan kepalanya mirip dengan Batak Mandailing. Untuk pria memakai penutup kepala disebut ampu. Ampu memiliki bentuk khas, dan merupakan mahkota yang biasanya digunakan raja-raja di Mandailing dan Angkola pada masa lalu. Warna hitam ampu mengandung fungsi magis, sedangkan warna emas mengandung lambang kebesaran. Sementara untuk wanita, memakai hiasan kepala berupa bulang berwarna emas.
Bangunan rumah adat ini dibuat dari papan kayu untuk lantai dan dinding. Sementara atapnya ada yang dari ijuk dan ada yang menggunakan tanah liat. Rumah adat ini memiliki bentuk yang lebih kotak dengan bagian atap yang besar pada bagian depan, lalu ada atap kecil lainnya di atasnya yang berbentuk segitiga. Rumah adat Angkola juga didominasi dengan warna coklat tua, oranye, dan putih.
***
Nah, itulah ulasan mengenai jenis-jenis Suku Batak yang ada di Indonesia. Semoga artikel di atas bermanfaat dan bisa lebih membuka wawasan Parents, ya!
Baca juga:
https://id.theasianparent.com/marga-batak
https://id.theasianparent.com/kain-ulos
https://id.theasianparent.com/ciri-khas-pria-batak
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.