Hati-hati, saat ini penyakit Japanese Encephalitis sedang mewabah di beberapa negara Asia, salah satunya Indonesia.
Bahkan, para wisatawan asal Australia yang ingin berkunjung ke Bali telah menerima peringatan tentang hal ini. Pasalnya, diduga terdapat lonjakan kasus penderita penyakit otak yang sangat mematikan dari nyamuk ini di Bali. Seperti yang kita ketahui, Bali merupakan salah satu tempat wisata populer di Asia sehingga banyak dikunjungi wisatawan asing, termasuk Australia.
Seperti dikutip dari Heraldsun.com.au, Kementerian Kesehatan Indonesia juga mengungkapkan bahwa jumlah kasus penyakit ensefalitis Jepang meningkat di Indonesia.
Sementara itu, The European Centre for Disease Prevention and Control (ECDPC) atau Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa juga mengungkapkan bahwa sekarang penyakit ini sudah tersebar luas di Asia. Tak hanya di Indonesia, kasus-kasus lain yang sudah tercatat terjadi di India, Pakistan, Jepang, dan beberapa negara lainnya.
ECDPC juga mengatakan ada sekitar 30-50.000 kasus yang dilaporkan setiap tahun, tetapi telah menurun dalam beberapa tahun terakhir berkat vaksin yang tersebar luas dan perubahan dalam praktik pertanian.
Kemenkes juga mengatakan mereka terus mengawasi penyakit di Bali, Sulawesi Utara dan daerah Manado. Namun, kasus terbanyak ditemukan di Bali.
“Untuk mencegah penyebaran penyakit ini semakin meluas, kami telah menyebarkan vaksinasi di Bali dengan hasil yang cukup baik. Kami melakukan intervensi dengan imunisasi,” kata Direktur Pengawasan dan Karantina Departemen Kesehatan, Vensya Sitohang.
Vaksinasi ini ditujukan untuk anak-anak, mulai dari usia 9 bulan hingga 15 tahun, kelompok usia ini dianggap sebagai risiko infeksi tertinggi.
Sejauh ini, pihak Kementerian mengatakan mengatakan sudah ada 979.953 orang telah divaksinasi.
“Harapannya adalah mencegahnya lebih awal, sehingga tidak menimbulkan risiko yang fatal,” tambah Vensya.
Pada bulan Oktober, Portal Kesehatan Nasional India mengeluarkan peringatan tentang penyakit virus ini.
“Japanese ensefalitis merupakan penyakit virus yang ditularkan oleh nyamuk pada manusia yang menyebabkan peradangan selaput di sekitar otak,” bunyi peringatan 14 Oktober lalu.
Virus ini biasanya ditularkan ke manusia melalui nyamuk tetapi juga bisa dibawa oleh burung, kelelawar, sapi dan babi.
Mengenal lebih jauh penyakit Japanese Encephalitis?
Japanese Encephalitis merupakan penyakit radang otak yang disebabkan oleh virus. Penyakit ini banyak terjadi di kawasan Asia dan disebarkan oleh nyamuk Culex tritaeniorhynchus.
Manusia bisa tertular penyakit Japanese Encephalitis apabila ia digigit nyamuk Culex yang terinfeksi. Biasanya nyamuk ini lebih aktif ketika malam.
Nyamuk Culex ini banyak terdapat di area persawahan dan irigasi. Di Bali, kasus Japanese Encephalitis cukup tinggi disebabkan banyaknya sawah dan peternakan babi di area tersebut.
Penyakit Japanese Encephalitis biasanya meningkat di kala musim hujan.
Artikel terkait: Ribuan Bayi Baru Lahir di Brazil Mengalami Kerusakan Otak, Diduga Akibat Virus Zika
Gejala penyakit Japanese Encephalitis
Awalnya penyakit ini hanya menimbulkan gejala ringan atau bahkan tidak ada gejala sama sekali. Gejala pertama muncul sekitar 5 – 15 hari setelah seseorang digigit nyamuk Culex yang terinfeksi.
Berikut ini gejala Japanese Encephalitis:
- demam tinggi
- menggigil
- sakit kepala
- mual
- lemas
- muntah
- kaku pada tengkuk, terutama pada pasien dewasa
- disorientasi
- koma (kesadaran menurun)
- kejang, terutama pada pasien anak-anak
- lumpuh
Gejala tersebut biasanya membaik setelah fase kritis terlewati. Namun, 20 – 30% pasien yang terserang Japanese Encephalitis mengalami gangguan saraf kognitif.
Karena sebagian besar gejala penyakit ini mirip dengan penyakit umum lainnya, Anda butuh berkonsultasi ke dokter dan melakukan pemeriksaan laboraturium.
Biasanya uji lab bukan hanya dengan mengambil sampel darah melainkan juga pemeriksaan cairan sumsum.
Penyakit ini tentu saja perlu diwaspadai karena bisa menyebabkan koma atau kematian – tingkat kematian saat ini pada pasien dengan kasus berat adalah antara 20 dan 30 persen. Dari mereka yang bertahan hidup sekitar 30 persen yang tersisa dengan gangguan neurologis jangka panjang.
Sumber : www.news.com.au
Baca juga :
Terserang virus Japanese Encephalitis, balita ini mendadak koma dan akhirnya meninggal
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.