Berbagai macam ikhtiar dilakukan demi menekan laju penularan COVID-19 yang angkanya masih tinggi hingga kini. Salah satunya obat Ivermectin yang tengah hangat diperbincangkan karena ditengarai ampuh tangkal COVID-19. Simak fakta yang kami rangkum berikut ini.
4 Fakta Ivermectin yang Diklaim Obat COVID-19
1. Dikenal Sebagai Obat Cacing
Heboh karena dinilai dapat menekan angka kematian akibat COVID-19, faktanya obat ini pernah digunakan sebagai pengobatan cacingan. Hal ini merujuk pada data BPOM RI yang memaparkan bahwa Ivermectin kaplet 12 mg terdaftar sebagai obat untuk infeksi cacingan (Strongyloidiasis dan Onchocerciasis).
Ivermectin diberikan dalam dosis tunggal 150-200 mcg/kg berat badan dengan pemakaian satu tahun sekali. Di samping itu, Ivermectin juga termasuk jenis obat keras. Dengan kata lain, obat ini hanya bisa ditebus berdasarkan resep dokter dan penggunaannya juga harus dalam pengawasan dokter. Penggunaan tanpa indikasi medis dalam jangka panjang tidak dianjurkan.
2. Penggunaan Menimbulkan Efek Samping
Layaknya obat-obatan lain, Ivermectin pun dapat menimbulkan beberapa efek samping, terutama jika penggunaannya tidak tepat atau dosis yang tidak sesuai. Berikut ini efek samping obat yang bisa muncul:
- Ruam kulit
- Gangguan pencernaan seperti mual, muntah, sakit perut, dan diare
- Wajah bengkak
- Pusing
- Kejang
- Penurunan tekanan darah
- Stevens Johnson Syndrome
Artikel terkait: 5 Fakta Unik dan Resep Soto Banjar, Kuliner Khas Kalimantan Selatan
3. Ivermectin Sebagai Obat COVID-19 Masih dalam Penelitian
Berawal dari rilis yang dilakukan oleh Vice President PT Harsen Laboratories, Sofia Koswara yang mengklaim bahwa Ivermectin berhasil menurunkan lonjakan kasus COVID-19 yang terjadi di India. Data yang beredar menyebutkan obat ini berhasil menurunkan jumlah kematian hingga 25 persen di negara padat tersebut.
Angin segar juga ditunjukkan oleh sebuah penelitian yang dilakukan di Australia yang mengungkap bahwa Ivermectin terlihat dapat menurunkan jumlah virus Corona secara signifikan pada sel yang terinfeksi. Ada juga riset yang menyebutkan bahwa ivermectin dapat mempercepat proses pemulihan pada pasien COVID-19 dengan gejala ringan.
Hasil penelitian tersebut tentunya disambut dengan antusias oleh beberapa pihak, pasalnya obat ini mudah didapat dan harganya jauh lebih terjangkau bila dibandingkan dengan mengembangkan obat baru untuk COVID-19.
Dalam kesempatan yang sama, Sofia juga menyebutkan bahwa penggunaan obat ini telah disokong oleh Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Moeldoko yang mulai mendistribusikan obat ini di beberapa Rumah Sakit dan Puskesmas Kabupaten Kudus yang sempat mengalami lonjakan kasus beberapa waktu lalu.
Bupati Kudus H.M. Hartopo memaparkan total bantuan yang diterima Pemerintah Kabupaten Kudus sebanyak 2.500 dosis. Padahal, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) masih memerlukan bukti ilmiah untuk menegaskan keamanan dan khasiat perihal efektivitas obat ini mencegah dan mengobati COVID-19.
Artikel terkait: Heboh Soal Hati Ayam Tidak Baik untuk MPASI, Ini Fakta yang Perlu Parents Tahu!
Menurut BPOM, penelitian untuk pencegahan maupun pengobatan COVID-19 yang sudah dipublikasikan menyatakan bahwa Ivermectin memiliki potensi antiviral pada uji secara in-vitro di laboratorium. Akan tetapi, masih diperlukan bukti ilmiah yang lebih meyakinkan terkait keamanan, khasiat, dan efektivitasnya sebagai obat COVID-19 melalui uji klinik lebih lanjut.
Sebagai tindak lanjut untuk memastikan khasiat dan keamanan penggunaan Ivermectin, akan dilakukan uji klinis obat Ivermectin di bawah koordinasi Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI dengan melibatkan beberapa rumah sakit.
Lebih lanjut, BPOM pun turut memberikan warning kepada masyarakat agar tidak sembarangan membeli obat ini karena memang tidak dijual secara bebas. Seperti telah diinformasikan sebelumnya, mengonsumsi obat ini harus berdasarkan resep dokter.
Menurut BPOM, untuk penjualan obat Ivermectin termasuk melalui online tanpa ada resep dokter dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Senada dengan BPOM, beberapa institusi kesehatan seperti FDA dan WHO belum merekomendasikan penggunaan ivermectin sebagai obat untuk mencegah atau mengobati COVID-19. Hal ini dikarenakan belum ada data dan uji klinis yang memadai terkait pemanfaatan obat tersebut.
4. India Stop Penggunaan
Hangat jadi perbincangan karena dinilai ampuh tekan angka kasus di India, kabar beredar bahwa Kementerian Kesehatan India justru memutuskan menghentikan penggunaan Ivermectin! Bahkan, mereka juga menyetop obat lain yaitu Azithromycin, Doxycyline, Zinc, Favipiravir, dan terapi plasma.
Merujuk laman Mint, pemerintah India juga menganjurkan agar dokter berhati-hati menggunakan obat Remdesivir dan obat off-label Tocilizumab.
Pemerintah India menegaskan, Remdesivir hanya digunakan untuk pasien yang dirawat di rumah sakit dengan kondisi sedang atau berat (memerlukan oksigen tambahan), karena ini adalah obat cadangan yang terdaftar di Emergency Use Authorization (EUA) yang hanya berdasarkan bukti ilmiah terbatas secara global.
Artinya, Remdesivir tidak diperuntukkan untuk pasien dengan gejala ringan yang menjalani pengobatan di rumah. Remdesivir juga termasuk obat yang jumlahnya terbatas dan memiliki biaya relatif tinggi, sehingga penggunaannya mesti sangat bijak.
Terkait dengan penggunaan Ivermectin, Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah memperingatkan penggunaan obat ini. Para ilmuwan India mendukung penghapusan obat-obatan tersebut dari daftar pengobatan COVID-19.
Para ilmuwan India berharap untuk mengakhiri pengobatan berlebihan yang tidak rasional dan lebih fokus kepada upaya yang sudah diketahui cukup membantu seperti pengaturan ventilasi ruangan pasien, suportif terapi, obat steroid yang tidak berlebihan, dan tocilizumab.
Semua obat selain itu harus digunakan hanya dalam konteks uji klinis dengan catatan ada potensi kegunaannya.
Semoga dengan fakta Ivermectin ini membuat Parents lebih bijak dalam memfilter segala jenis berita perihal COVID-19 yang belum tentu benar adanya. Carilah berita dari sumber yang terpercaya ya!
Artikel telah ditinjau oleh:
dr. Gita Permatasari
Dokter Umum dan Konsultan Laktasi
Baca juga:
Kapsul Cacing Bisa Sembuhkan Penyakit Tifus, Mitos atau Fakta?
Apakah Rokok Meningkatkan Risiko Stunting pada Anak? Ini Faktanya!