Indonesia Penyumbang Sampah Makanan Terbesar Kedua di Dunia: Stop Sia-siakan Makananmu!

Bagaimana mengajari anak supaya tidak menyisakan makanan?

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

“Kak, itu makanan harus dihabiskan. Sayang itu kalau tidak habis, jadi mubazir. Di luar sana masih banyak anak-anak yamg kesusahan bisa makan 3x sehari dengan makanan bergizi,” ujarku mengingatkan si sulung. “Iya, Ibu. Maaf,” jawab anak pertamaku menanggapi ibunya yang hampir saja membuang lebih banyak sampah makanan di hari itu.

Menyisakan ataupun membuang makanan yang sudah terhidang dan kerapkali kita kurang sukai, tidak boleh dianggap remeh. Dari hal terkecil seperti itu, bisa menjadi permasalahan sosial dengan tumpukan sampah rumah tangga yang kian hari kian menggunung.

Sampah Makanan, Permasalahan Kita Bersama

Salah satu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang ke-12 atau Sustainable Development Goals (SDGs) adalah “Memastikan pola konsumsi dan Produksi yang berkelanjutan”. Melalui salah satu target dari tujuan tersebut diharapkan tahun 2030 dapat mengurangi separuh jumlah dari sampah pangan global per kapita pada tingkat retail dan konsumen dan mengurangi kerugian makanan sepanjang produksi dan rantai penawaran, termasuk kerugian pasca panen.

Rasanya menyedihkan melihat data dari The Economist Intelligence yang mencatat Indonesia sebagai penghasil sampah makanan (food loss and waste/FLW) kedua terbesar di dunia, diapit oleh Arab Saudi di peringkat pertama dan Amerika Serikat pada peringkat ketiga.

Menurut Direktur Lingkungan Hidup Bappenas, Medrilzam, di dalam talk show virtual Low Carbon Development Indonesia (LCDI), Selasa (12/10/2021 ), persentase sampah makanan Indonesia mendominasi 44 persen dari seluruh jenis limbah, yaitu 23-48 juta ton per tahun. Spesifiknya, setiap orang membuat sampah makanan sebanyak 115-185 kg per tahun.

Demikian pula, data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutan (KLHK) menyebutkan di tahun 2020, Indonesia menghasilkan 67,8 juta ton sampah dan 37,3% sampah di Indonesia berasal dari aktivitas rumah tangga. Berdasarkan jenisnya, 39,8% sampah yang dihasilkan masyarakat berupa sisa makanan. Sampah plastik berada di urutan berikutnya karena memiliki proporsi sebesar 17%.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Artikel terkait: Mudah! 3 Cara Membuat Kompos dari Sisa Makanan dan Kotoran Binatang

Jangan Sia-siakan Pangananmu, Ingat Jerih Payah Petani, Peternak, dan Nelayan

Problematika sampah dari pasca panen yang berlebihan sepertinya juga menjadi pemikiran dari Baek Jong Won di dalam acara ragam “Delicious Rendezvous” yang memiliki durasi 1 jam lebih dan berjumlah 90 episode. Baek Jong Won diketahui sebagai seorang juru masak, peneliti makanan, dan pengusaha boga yang sering wara-wiri di pelbagai acara masak-memasak di TV Korea Selatan.

Chef Baek tidak sendirian, ia ditemani “Para Penyelamat Panen” seperti Kim Hee Chul “Super Junior”, Yang Se Hyeong, Kim Dong Jun, dan Yoo Byung Jae untuk di Musim I, serta Choi Ye Bin, Coi Won Young, dan Kwak Dong Yeon di Musim II.

Variety show ini berupaya membantu para petani, peternak, dan nelayan. Konsep acara tersebut juga dimaksudkan untuk mengatasi segala kerugian panen atau hasil tangkapan nelayan yang berakibat pula pada merosotnya harga jual hasil panen tersebut. Selain itu, melalui “Delicious Rendezvous” dilakukan pula promosi pangan dengan berkreasi membuat variasi makanan-minuman hingga melakukan upaya penjualan besar-besaran, baik melalui media sosial maupun perusahaan pangan.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Miris rasanya melihat sawi putih yang dihancurkan dengan traktor karena panen yang berlebihan pada episode ke-63. Episode tersebut membahas tentang sawi putih Haenam. Penjualan sawi putih yang menurun drastis, hingga akhirnya memaksa petani untuk membajak panen sawi putih yang berlebihan.

Kondisi itu pun juga terjadi di Indonesia. Dari hasil penelusuran berita di media online, pada bulan Desember 2021 diketahui petani tomat di Kampung Citawon, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur membuang percuma puluhan ton hasil panennya. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk kekesalan petani karena anjloknya harga jual tomat yang terus menurun.

Pada saat itu, harga tomat hanya Rp 1.500 per kilogramnya. Salah seorang petani tomat asal Kampung Citawon, Uu (60), mengatakan, sebelumnya harga tomat mencapai Rp5 sampai Rp6 ribu per kilogram. Namun, harganya sangat anjlok mencapai Rp1.500 per kilogram.

Adapula kisah 1 tahun lalu, saat viralnya video berurasi 1,5 menit di Januari 2021 yang memperlihatkan aksi peternak telur membuang sejumlah telur ayamnya karena harga jual telur yang murah, namun harga pakan terus naik.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Terus arep dadi opo peternak. Pakan mundak terus, endog soyo mudun. Dinyang murah. Tak guwak pisan (Terus mau jadi apa peternak. Harga pakan terus naik, harga telur terus turun. Ditawar murah. Saya buang sekalian),” ucap pria berkaus hitam dan berkacamata di dalam video tersebut.

Artikel terkait: Cara pintar memisahkan sampah organik dan sampah anorganik

Kreativitas Mengolah Makanan dan Pilah-pilih Sampah Makanan Bisa Menjadi Alternatif Solusi Mengurangi Sampah Makanan

Salah satu temanku yang bersekolah di jurusan teknologi pangan pernah bercerita ketika dirinya melakukan KKN (Kuliah Kerja Nyata). Kala itu, ia berupaya memberdayakan kelebihan hasil panen tomat dan mengolahnya menjadi “Tomat Kurma”. Tomat Kurma ini adalah tomat yang dijadikan manisan.

Daripada tomat terbuang percuma karena panen berlebih, maka alternatif Tomat Kurma ini juga bisa mencegah tomat membusuk dan masyarakat pun bisa mendapatkan tambahan pendapatan dengan produk olahan pangan tersebut.

Begitu pula kreativitas mengolah makanan bagi anak-anak picky eater terhadap sayuran dan buah. Orang tua bisa menyiasatinya dengan berbagai jenis makanan dengan disisipi sayuran dan buah seperti membuat nugget, otak-otak ayam, maupun bakso/ikan/daging sapi dengan menyisipi berbagai sayuran yang dipotong-potong halus. Untuk buah-buahan juga bisa diolah menjadi berbagai jenis puding, es krim, sehingga bisa mencukupi nutrisi bagi anak-anak yang pemilih makanan.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Terkait limbah pangan di rumah tangga, ibuku pun pernah bercerita, bagaimana Bu RT-nya memberikan informasi terkait penampungan limbah minyak goreng/jelantah di Pos RT/RW di lingkungan sekitar rumah ibu. Jelantah itu akan diolah kembali menjadi bahan bakar sehingga bisa dimanfaatkan kembali.

Artikel terkait: 9 Sampah Dapur Ini Bisa Jadi Pupuk Organik, Bikin Tananam Tumbuh Subur

Memang perkara pilah-pilih sampah di rumah bukanlah suatu hal yang mudah, butuh kemauan dan upaya dari diri sendiri maupun orang-orang yang peduli persoalan pengolahan sampah. Botol-botol plastik di rumah yang sudah tidak dipakai bisa diberikan kepada bank sampah yang ada di lingkungan sekitar rumah ataupun pemulung pengumpul kardus dan botol bekas.

Di sisi lain, kita sendiri pun juga bisa menjadi penyumbang sampah makanan dengan tidak menghabiskan makanan yang sudah terhidang. Oleh karena itu, mari kita sama-sama menghargai segala jerih payah petani, peternak, nelayan yang susah payah bekerja keras dengan jangan pernah menyia-nyiakan makanan-minuman.

Jangan lupa juga, nikmati makanan-minuman kita dengan baik. Syukuri apa yang telah Tuhan berikan dan makan-minumlah secukupnya demi kesehatan karena masih banyak orang-orang yang kesulitan untuk bisa makan-minum dengan layak.

Ditulis oleh Dwi Handriyani, UGC Contributor theAsianparent.com

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Artikel UGC lainnya:

Mengajarkan Anak tentang Kesederhanaan, Ini Manfaat Bermain Layangan untuk Si Kecil

Nggak Suka Drakor? Inilah 10 Alasan Kenapa Parents Perlu Mencoba Menonton Drakor

Tak Sesuai Espektasi, Ini Pengalamanku Sekolahkan Anak di SD Jepang dan SD Indonesia