Sebanyak lima ibu hamil melahirkan di pengungsian bencana awan panas guguran Gunung Semeru, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Hal itu disampaikan oleh Wakil Bupati Lumajang Indah Amperawati.
Indah menjelaskan bahwa kelima ibu tersebut melakukan persalinan di posko rumah tunggu ibu melahirkan Desa Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Pemerintah setempat memang telah menyediakan posko khusus bagi ibu hamil yang merupakan korban letusan Gunung Semeru.
Menurut keterangan Indah, posko tersebut menyediakan layanan kesehatan untuk persalinan yang ditangani oleh bidan. Selain itu, posko juga menyediakan layanan pemulihan bagi ibu yang baru melahirkan.
Lalu, bagaimana kondisi dan fakta tentang 5 ibu hamil yang melahirkan di pengungsian Gunung Semeru? Yuk simak ulasan tentang fakta ibu hamil yang melakukan persalinan di pengungsian berikut ini!
Artikel terkait: Ditemukan Meninggal Berpelukan, Ini Kisah Rumini dan Ibunya Korban Erupsi Semeru
Ibu Hamil yang Melahirkan di Pengungsian Ternyata Belum Waktunya
Indah Amperawati mengatakan hampir semua ibu hamil yang melahirkan terpaksa menjalani operasi caesar karena belum mencapai hari perkiraan lahir bayi.
“Hampir semua operasi sesar, mungkin karena stres, ketakutan atau bahkan trauma akibat erupsi Gunung Semeru,” ujar Indah, seperti dikutip Antara.
Indah juga mengatakan salah satu bayi ada yang lahir pada hari ketiga saat ibunya berada di posko pengungsian, padahal menurut hitungan dokternya seharusnya belum waktunya.
Hal itu terjadi kemungkinan besar karena trauma atau ketakutan saat ada letusan Semeru, sehingga melahirkan di Rumah Sakit Umum (RSU) Pasirian melalui operasi sesar.
“Semoga ananda Ahmad Chaidar menjadi anak yang saleh dan semoga perjuangan ibunya untuk menyelamatkan dia akan menjadi pengingatnya untuk terus berbakti dan mencintai orang tuanya,” tuturnya.
Artikel terkait: Seorang Nenek Naik Gunung dalam Waktu Kurang dari 2 Jam, Begini Kisahnya
Masih Ada 14 Ibu Hamil yang Akan Melahirkan di Posko Pengungsian
Menurut Indah Amperawati, masih ada 14 calon ibu yang diperkirakan akan melahirkan di posko pengungsian bencana Gunung Semeru dalam waktu dekat.
Oleh karena itu, ia sudah meminta jajaran Dinas Kesehatan Kabupaten Lumajang untuk menyiapkan tempat yang nyaman bagi para ibu dan bayi setelah proses persalinan.
“Saya meminta agar tenaga kesehatan juga membantu menghilangkan trauma pada ibu yang melahirkan, kemudian memantau kondisi ibu dan bayi setelah melahiran,” ujar Indah lagi.
Ia juga meminta tenaga medis dan para bidan memantau secara berkelanjutan kepada pengungsi yang melahirkan, sehingga dapat menjaga supaya sang ibu traumanya hilang agar air susu ibu (ASI)-nya lancar untuk si buah hati.
Artikel terkait: 7 Fakta tentang Pompeii, Kota Kuno yang Hancur Akibat Erupsi Gunung Berapi
Risiko Kelahiran Prematur pada Ibu dan Bayi, serta Cara Mencegahnya
Dari kasus di atas, melahirkan bayi prematur memang merupakan salah satu ketakutan serta kekhawatiran para ibu hamil.
Mengutip laman resmi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI), kelahiran prematur terjadi karena ada peningkatan aktivitas kontraksi sehingga menyebabkan persalinan sebelum waktunya.
Bayi dikatakan prematur bila lahir saat usia kehamilan ibu kurang dari 37 minggu. Dikatakan cukup bulan bila bayi lahir saat usia kehamilan ibu berada di 37 hingga 40 minggu.
Dokter spesialis kandungan FKUI RSCM, Sigit Purbadi mengatakan ada beberapa faktor penyebab kelahiran prematur.
Dikutip sumber laman resmi FKUI, dokter spesialis kandungan, Benny Johan Marpaung memaparkan ada tiga cara untuk mencegah kelahiran prematur. Pencegahan itu dapat dilakukan secara primer, sekunder, dan tersier.
Pertama, pencegahan primer dilakukan dengan mencegah faktor risiko terjadinya persalinan prematur. Faktor risiko yang meningkatkan kelahiran prematur di antaranya merokok, konsumsi obat-obatan, alkohol, dan nutrisi yang tidak mencukupi.
Pencegahan premier ini juga bisa dilakukan dengan tidak melakukan pekerjaan pada shift malam, bekerja tidak lebih dari 42 jam sepekan, dan tidak berdiri terlalu lama atau lebih dari 6 jam. Ibu hamil juga disarankan menghindari kenaikan berat badan yang ekstrem.
Kedua, pencegahan sekunder dilakukan saat gejala klinis belum terlihat nyata, tapi beberapa hal mulai menunjukkan keadaan tidak normal. Misalnya, infeksi pada vagina seperti keputihan yang berulang, gatal, dan berbau.
Kemudian, ketiga adalah pencegahan tersier yang dilakukan saat gejala klinis terlihat nyata. Biasanya, hal ini terjadi beberapa jam jelang kelahiran prematur.
Itulah ulasan tentang lima ibu hamil yang melahirkan secara prematur di posko pengungsian Gunung Semeru di Jawa Timur, serta penjelasan tentang risiko melahirkan secara prematur dan bagaimana mencegahnya.
Semoga, kondisi di pengungsian menjadi lebih baik dan semua ibu hamil yang melahirkan serta bayinya senantiasa diberi kesehatan ya Parents!
Baca juga:
Kasus Pertama COVID-19 Varian Omicron Ditemukan di Indonesia, Ini Penjelasan Kemenkes
Warga Korut Dilarang Tertawa 11 Hari Lamanya, Ternyata Ini Alasannya
Ditemukan Meninggal Berpelukan, Ini Kisah Rumini dan Ibunya Korban Erupsi Semeru
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.