Sekalipun dibangun berlandaskan cinta, tidak menjadi jaminan bahwa sebuah bahtera pernikahan akan berjalan hingga akhir hayat.
Maka dari itu, setiap pasangan perlu memahami bagaimana hukum perceraian menurut Islam yang sebenarnya. Dengan harapan agar pernikahan tetap bisa dipertahankan. Dan seandainya kata cerai terucap, konsekuensinya pun bisa dipahami.
Berikut adalah uraian soal hukum percerain menurut Islam lengkap dengan hal-hal lain yang harus diperhatikan.
Hukum Perceraian Menurut Islam
Dalam Islam, ikatan pernikahan merupakan sesuatu yang sangat sakral yang harus dijaga dan dihormati. Dikarenakan dua insan telah bersatu dan berjanji di hadapan Allah.
Itu sebabnya dalam ajaran Islam, pernikahan disebut sebagai mitsaqan ghalidza atau perjanjian agung. Sebagaimana yang difirmankan Allah dalam QS. AN-Nisa ayat 21.
Bahkan saking agungnya, perjanjian ini disejajarkan dengan mitsaqan ghalidza antara Allah dan para rasul berjuluk ulul azmi, yakni Nabi Nuh as, Nabi Ibrahim as, Nabi Musa as, dan Nabi Isa as sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Ahzab ayat 7.
Juga dengan mitsaqan ghalidza antara Allah dengan Bani Israel yang sampai-sampai Allah sebutkan akan mengangkat Gunung Tursina di atas kepala mereka seperti yang difirmankan dalam QS. An-Nisa ayat 154.
Itu artinya, pernikahan bukanlah perjanjian yang bisa dipermainkan. Bahkan Allah sampai berfirman, sekalipun Islam memperbolehkan perceraian, namun ini adalah hal yang paling dibenci dan dimurkai oleh Allah SWT.
Jadi, kalau ada suatu permasalahan dan tidak ada titik temu antara kedua belah pihak, selain perceraian. Maka perceraian, atau disebut talak dalam Islam, diperbolehkan. Asal dengan perkataan yang benar-benar jelas dan cara yang ma’ruf (baik).
Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 229 yang menegaskan bahwa talak yang dapat dirujuk itu ada dua kali. Setelah itu suami dapat menahan (rujuk kembali) dengan baik atau melepas (menceraikan) dengan baik.
Dengan begitu, sebelum kata cerai terucap maka sebaiknya ada upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk mencegahnya. Mengingat kembali bahwa perceraian adalah sesuatu yang dibenci Allah, sekalipun Allah memperbolehkannya.
Artikel Terkait: 6 Artis yang Bercerai Saat Hamil, Jalani Kehamilan dengan Tegar!
Upaya Mencegah Perceraian Menurut Hukum Islam
Saking sakral dan sucinya hubungan pernikahan, maka berbagai cara harus ditempuh untuk menyelamatkan keutuhan. Atas dasar itulah pada prinsipnya perceraian dilarang dalam Islam, kecuali berbagai upaya untuk menyelamatkannya sudah diupayakan, namun tetap tidak berhasil.
Berdasarkan isyarat itu, para ulama sepakat menyatakan bahwa perceraian merupakan solusi terakhir yang boleh ditempuh manakala bahtera rumah tangga tidak dapat lagi dipertahankan.
Namun, sebelum langkah tersebut dilaksanakan, usaha-usaha perdamaian tetap perlu diupayakan kedua belah pihak, baik melalui hakam alias abritator maupun melalui tindakan-tindakan tertentu yang bersifat pengajaran.
Setidaknya ada dua kemungkinan yang dapat memicu timbulnya keinginan untuk memutuskan perkawinan, yaitu:
1. Terjadinya nusyuz dari salah satu pihak
Jika nusyuz (ketercelaan) tersebut datang dari pihak istri, maka suami berkewajiban untuk memberi pengajaran kepada istrinya terlebih dahulu dengan tindakan yang ma’ruf dan dibenarkan syariat.
Sementara, jika nusyuz itu muncul dari pihak suami, maka Islam menganjurkan para istri melakukan pendekatan damai dengan suaminya. Dengan catatan suami bersedia kembali pada istrinya dengan cara yang baik.
2. Terjadinya nusyuz dari kedua pihak
Jika terjadi perselisihan di antara keduanya, maka Islam menyarankan agar masing-masing, baik suami maupun istri, menyediakan juru pendamai (hakam) dari kalangan keluarga untuk menyelesaikan konflik dan persengketaan rumah tangga tersebut.
Selanjutnya, jika cara-cara tersebut telah ditempuh namun tidak mencapai solusi, baru perceraian boleh dilakukan.
Tata Cara Pengajuan Cerai
Menurut Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku di Indonesia, dalam hal ini Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.
Dijelaskan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan apabila upaya-upaya perdamaian untuk menyatukan suami istri telah dilakukan, namun tetap tidak berhasil.
Tujuan penyelesaian tersebut harus dilakukan di pengadilan adalah untuk memastikan agar perceraian tidak dilakukan dengan gegabah tanpa alasan yang sah, serta mempunyai kekuatan dan kepastian hukum yang tetap.
Gugatan cerai di Pengadilan Agama tersebut dapat diajukan baik oleh suami kepada istrinya maupun oleh istri kepada suaminya.
Gugatan yang diajukan suami kepada istrinya disebut dengan Permohonan Cerai Talak. Sedangkan gugatan cerai yang diajukan oleh istri kepada suaminya disebut Gugatan Perceraian.
Artikel Terkait: Dilihat dari Agama dan Negara Ini Hukum Perceraian karena Istri Selingkuh
Hak dan Kewajiban Pasca Perceraian Menurut Hukum Islam
Mengikuti tuntunan yang diajarkan dalam ajaran Islam, berikut adalah hak dan kewajiban masing-masing pihak yang timbul akibat terjadinya perceraian.
1. Hak dan Kewajiban karena Permohonan Cerai Talak
Jika Pengadilan Agama mengabulkan permohonan cerai talak dari suami, seorang istri berhak mendapatkan:
- Mut’ah yang layak baik berupa uang atau benda, kecuali bekas istri tersebut Qabla al dukhul (belum pernah dicampuri).
- Nafkah, maskan, dan kiswah kepada bekas istri selama dalam iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi talak ba’in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil.
- Pelunasan mahar yang masih terhutang seluruhnya dan separuh apabila Qabla al dukhul.
- Biaya hadhanah untuk anak-anaknya yang belum berumur 21 tahun.
- Nafkah lampau apabila selama perkawinan tersebut suami tidak memberi nafkah.
- Perempuan berhak atas harta bersama yang dibagi menurut ketentuan dalam pasal 96 dan 97 Kompilasi Hukum Islam.
- Perempuan berhak mendapatkan hak hadhanah bagi anak yang belum berumur 12 tahun.
2. Hak dan Kewajiban karena Gugatan Perceraian
Sebaliknya jika Pengadilan Agama mengabulkan permohonan cerai dari seorang istri terhadap suaminya, maka seorang istri berhak mendapatkan :
- Nafkah lampau apabila selama perkawinan tersebut, suami tidak memberi nafkah.
- Perempuan berhak atas harta bersama yang dibagi menurut ketentuan dalam pasal 96 dan 97 Kompilasi Hukum Islam.
- Perempuan berhak mendapatkan hak hadhanah bagi anak yang belum berumur 12 tahun.
3. Hak Anak Akibat Perceraian Kedua Orang Tua
Selain hak dan kewajiban di atas, ada hak anak yang juga tidak boleh diabaikan, yaitu sebagai berikut:
- Setiap anak berhak mendapat pemeliharaan, pendidikan, kesehatan, rumah dan lingkungan tempat tinggal yang baik lahir dan batin termasuk mendapatkan curahan kasih sayang.
- Semua biaya kehidupan anak menjadi tanggung jawab ayah dan ibunya.
- Hak untuk bertemu ayah dan ibunya bagi setiap anak pasca perceraian ayah dan ibunya.
Nah, Parents itu tadi uraian tentang hukum perceraian menurut islam. Dalam pernikahan, masalah dan konflik memang pasti terjadi. Namun, yang terpenting adalah bagaimana Anda dan pasangan berupaya untuk mencari solusi demi kebaikan bersama.
Semoga info ini bermanfaat dan bisa menjadi pertimbangan untuk membina rumah tangga yang sakinah ya, Parents!
Baca Juga:
6 Tips Pengelolaan Keuangan setelah Bercerai yang Perlu Diketahui
10 Alasan Istri Minta Cerai Sesuai Hukum Negara dan Agama
Macam-Macam Talak Menurut Hukum Islam dan Penjelasan Masa Iddah Istri