Perkembangan teknologi membuat hidup jadi lebih praktis. Namun, teknologi juga bisa jadi boomerang bagi mereka yang tak menggunakannya dengan bijak. Salah satunya ialah merekam hubungan intim suami istri. Lantas, apa hukum merekam hubungan suami istri? Berikut penjelasannya.
Artikel Terkait: Tak Terima Putrinya Disetubuhi Kekasih, Ayah Ini Lapor Polisi
Hukum Merekam Hubungan Suami Istri Menurut Syariat Islam
Melansir dari Republika, Sekjen Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Ustaz Ahmad Kusyairi Suhail menjelaskan bahwa hukum merekam hubungan suami istri berupa video atau foto saat bersetubuh adalah haram.
Meskipun hal itu dilakukan dengan alasan untuk dokumentasi pribadi kedua belah pihak. Mengapa demikian? Ada sejumlah argumentasi dari ulama terkait hukum haram dalam merekam hingga memotret ketika sedang bersetubuh.
Salah satunya ialah video atau foto adegan suami istri bersetubuh itu dapat mengakibatkan pasangan terjerumus dalam keburukan dan kerusakan. Perbuatan tersebut juga tak mencerminkan semangat syariat dalam menjaga kehormatan dan aurat masing-masing pasangan.
Lebih lanjut, merekam atau memotret suami atau istri saat sedang bersetubuh juga tidak memiliki manfaat. Sebaliknya, menimbulkan kemudaratan yang besar. Ada kaidah fikih yang menyebutkan bahwa kegiatan atau sarana yang dapat mengantarkan pada keharaman maka hukumnya haram.
Selain itu, lebih penting untuk membentengi diri agar tidak terjerumus pada kerusakan dan keharaman yang lebih luas daripada melakukan perbuatan yang berisiko merugikan diri sendiri maupun orang lain.
“Perbuatan merekam tersebut berpotensi terjerumus ke dalam perbuatan menyebarkan adegan ranjang hubungan suami-istri yang sangat dikecam dan diharamkan. Apalagi, di zaman kecanggihan informasi dan teknologi sekarang tidak ada yang bisa menjamin rekaman video tersebut tidak tersebar sebab bisa di-hack atau dicuri paksa atau lalai atau teledor dan lain-lain,” ujar ustaz Ahmad Kusyairi kepada Republika.
Hukum Merekam Hubungan Suami Istri dalam Alquran dan Hadis
Ustaz Kusyairi menerangkan, ada sejumlah argumentasi berlandaskan hadis dan Alquran tentang haramnya hukum suami dan istri merekam video saat berhubungan intim.
Dari Abu Said RA, Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya termasuk manusia paling jelek kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah laki-laki yang menggauli istrinya kemudian dia sebarkan rahasia ranjangnya.” – hadis riwayat Muslim nomor 1437.
Hadis lainnya, “Sesungguhnya (pelanggaran) amanah terbesar di sisi Allah pada hari kiamat adalah seorang lelaki yang menyetubuhi istrinya dan istri bersetubuh dengan suaminya, lalu dia menyebarkan rahasia ranjangnya.”- hadis riwayat Muslim nomor 1437.
Tak hanya itu, Imam Nawawi juga menerangkan dalam hadis tersebut bahwa haram hukumnya bagi seorang suami menyebarkan apa yang terjadi di antara dia dan istrinya (jima’). Begitu pula diharamkan untuk menyebutkan rincian serta apa yang terjadi pasa istrinya baik itu perkataan maupun perbuatan.
Bahkan, dalam sebuah hadis riwayat Ahmad, Abu Dawud, Rasulullah berkisah bahwa menceritakan hubungan persetubuhan suami dan istri kepada orang lain diibaratkan seperti setan lelaki dan setan perempuan yang melampiaskan hajatnya lalu orang-orang menyaksikannya.
“Perumpamaan Nabi yang sangat keras ini seharusnya menjadi peringatan kepada kita semua dalam urusan rahasia ranjang dan hubungan intim kita. Dalam agama Islam, berbeda dengan agama lain, pernikahan merupakan sesuatu yang sakral. Ia termasuk ibadah yang mulia dan agung yang harus selalu dijaga kehormatannya,” ungkap Ahmad Kusyairi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dilansir dari Republika.
Di dalam Alquran yakni surah an-Nisa ayat 21 pun turut dijelaskan bahwa ikatan pernikahan orang yang beriman seperti sebuah perjanjian yang kuat. Oleh sebab itu, pasangan harus menjaga kehormatan pasangannya.
Dan haruslah menutup semua pintu yang berpotensi menjerumuskan ke jurang kenistaan seperti merekam atau memotret hubungan intim dengan suami maupun istrinya yang mana memiliki potensi dan risiko tersebar dan dilihat orang banyak.
“Antara keduanya memiliki perjanjian kuat yang tak boleh dikhianati, dipermainkan dan di-publish seenaknya. Karena itu, suami-istri Muslim harus menghindari perbuatan ini,” ujarnya.
Artikel Terkait: Heboh Kasus Pasangan Mesum di Halte Bus Senen, Begini Kata Psikolog
Hukum Merekam Hubungan Suami Istri Menurut UU yang Berlaku
Dilansir dari detik, mendokumentasikan hubungan suami istri menggunakan peralatan elektronik merupakan rangkaian proses sistem elektronik yang dimulai dari merekam dengan teknologi informasi menjadi informasi elektronik serta menyimpannya dalam dokumen elektronik.
Perbuatan tersebut beririsan dengan dua dasar undang-undang yaitu UU ITE (UU Nomor 8 Tahun 2011 yang telah direvisi dengan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE) dan UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Sementara itu, informasi elektronik seperti yang diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU Nomor 8 Tahun 2011. Pasal ini kemudian diubah menjadi UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) berisi tentang satu atau sekumpulan data elektronik termasuk termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Lebih lanjut, teknologi informasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 3 UU ITE menjelaskan bahwa mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisa dan/atau menyebarkan informasi merupakan teknologi informasi.
Dan, dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
UU tentang Pornografi
Tak hanya itu, hukum merekam hubungan suami istri juga bisa terkena UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Dalam Pasal 1 angka 1 uu Pornografi menjelaskan bahwa definisi pornografi ialah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.
Sementara itu, dalam Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 44 Tahun 2008 melarang setiap orang untuk memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:
- persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
- kekerasan seksual;
- masturbasi atau onani;
- ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
- alat kelamin; atau
- pornografi anak.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hukum merekam hubungan suami istri bisa terancam hukuman pasal berlapis sebagaimana yang dimaksud dalam UU Nomor 8 Tahun 2011 (UU ITE Tahun 2011) yang telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2016 (UU ITE Tahun 2016) tentang Perubahan UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Artikel Terkait: Viral Video 61 Detik Mirip Nagita Slavina, Begini Klarifikasi Raffi Ahmad
Ancaman Hukuman dan Pidana
Bahkan, hukuman dalam UU ITE dan UU Pornografi ancaman hukuman bisa mencapai 12 tahun penjara. Pasal 29 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi melarang setiap orang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 12 tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 250 juta dan paling banyak Rp 6 miliar
Lebih lanjut, apabila dokumentasi elektronik yang berisi konten asusila atau pornografi tersebut telah berpindah atau tersebar maka si pembuat dan si penyebar akan dikenai sanksi hukuman seperti yang tertuang pada Pasal 27 ayat (1) UU ITE.
Nah, Parents, setelah mengetahui penjelasan mengenai hukum merekam hubungan suami istri, tentunya Parents harus lebih hati-hati dalam merekam perbuatan yang sekiranya akan merugikan diri sendiri dan orang lain, ya!
Baca Juga:
7 Alasan Mengapa Ada Pasangan yang Senang Merekam Aktivitas Hubungan Intim
id.theasianparent.com/perbuatan-asusila
Bikin Heboh Media Sosial, Ini 5 Fakta Tentang Video Syur Mirip Gisel