Terapi kelompok melibatkan sesi reguler dengan sejumlah kecil pecandu seks lainnya. Sesi ini dipimpin oleh seorang terapis seks. Nantinya, setiap anggota kelompok dapat saling mendukung dan belajar dari pengalaman masing-masing.
Hiperseks adalah suatu kondisi yang dapat digolongkan gangguan kecanduan seks. Disebut demikian karena wujudnya sudah merupakan keinginan yang sulit dikontrol. Tak jarang, hiperseks berdampak negatif terhadap kesehatan, pekerjaan, relasi dengan orang lain, dan aspek kehidupan lainnya.
Hiperseks Adalah Hal yang Masih Menjadi Perdebatan
Mengutip laman Psychology Today, hiperseks menjadi diagnosis yang mengarah pada orang yang berpikir tentang seks lebih dari normal. Ketika mengalami hypersex, seseorang seolah memiliki dorongan untuk melakukan aktivitas seksual secara berlebihan.
Melansir dari American Addiction Centers, hiperseksualitas termasuk ke dalam gangguan adiksi (kecanduan). Menariknya, Hypersex tidak sama dengan orang yang memiliki hasrat seksual tinggi.
Selain itu, studi dari Journal of Sex Research, panduan diagnosis resmi untuk gangguan mental (DSM-5) juga tidak mengelompokan hypersex ke dalam parafilia atau penyimpangan seksual.
Seorang hiperseksual bisa menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk melakukan aktivitas seksual, seperti berhubungan seks, membayangkan fantasi seksual, masturbasi, atau kecanduan film porno. Agar bisa terus memenuhi obsesinya, ia rela mengeluarkan banyak uang untuk mendapatkan pelayanan seksual.
Berbeda dengan orang yang mempunyai hasrat seksual yang tinggi, ia masih dapat mengendalikan diri dengan melakukan hal-hal bermanfaat lain guna memenuhi kebutuhan seksualnya.
Artikel terkait: Studi: Rutin Berjemur 15 Menit Bisa Buat Gairah Seks Membara
Kendati bisa mengganggu kehidupan, keberadaan gangguan ini masih menjadi perdebatan. Praktiknya, perilaku seksual ini telah ditambahkan dalam Klasifikasi Penyakit Internasional.
Beberapa peneliti melihat kecenderungan ini sebagai masalah pengaturan perilaku, sementara ahli lain bertanya-tanya apakah perilaku ini berasal dari dorongan seks yang lebih tinggi atau masalah kontrol impuls, serta adanya latar belakang lain.
Karena ketidaksepakatan atas validitas perilaku ini, jumlah mereka yang terpengaruh juga di bawah pengawasan—ada yang mengatakan 3 hingga 10% orang dewasa.
Pakar lain percaya bahwa penyebab sebenarnya dari perilaku tersebut termasuk keadaan emosional seperti kecemasan, depresi, atau konflik hubungan. Untuk beberapa individu, rasa malu dan moralitas juga terlibat.
Para ahli mencatat bahwa belum ada cukup bukti empiris untuk mendukung diagnosis. Banyak yang tidak melihatnya sebagai kecanduan dan percaya itu tidak memiliki kesamaan dengan jenis kecanduan lainnya.
Gejala
Hiperseksualitas menjadi masalah ketika menyebabkan penderitaan yang signifikan bagi seseorang, atau menempatkan mereka pada risiko melukai diri sendiri atau orang lain.
Ahli spesialis jiwa menyebutkan seseorang bisa diindikasikan kecanduan seks bila mengalami beberapa gejala berikut dalam jangka waktu setidaknya enam bulan:
- Ketidakmampuan untuk menahan dorongan seksual.
- Tidak mampu menghormati batasan yang diterapkan oleh orang yang menjadi obyek dorongan seksualnya.
- Terobsesi untuk menarik hati orang lain, sensasi jatuh cinta, dan memulai relasi romantis yang baru. Akibatnya, penderita selalu gagal dalam menjaga hubungan dengan pasangan.
- Tidak adanya keterikatan ketika melakukan hubungan intim, sehingga tidak mampu memberi kepuasan emosional.
- Merasa sangat terdorong untuk melakukan aktivitas seks tertentu.
- Merasakan hilangnya perasaan tertekan setelah melakukannya, tetapi sekaligus merasa malu dan menyesal.
- Terus melakukan aktivitas seksual meskipun ada konsekuensi yang serius dari aktivitas tersebut, seperti tertular infeksi menular seksual, putus hubungan dengan pasangan, menjadi skandal di tempat kerja, bahkan terlibat masalah hukum.
- Menghabiskan waktu dan tenaga yang berlebihan hanya demi memenuhi dorongan seksual dan memenuhi fantasi seksual yang intens.
- Mengorbankan relasi sosial, pekerjaan, atau aktivitas rekreasi yang lain demi memenuhi dorongan seksual. Ketika dorongan seksual tidak terpenuhi, timbul perasaan cemas, tertekan, gelisah, bahkan perilaku agresif.
- Menggunakan aktivitas seksual sebagai pelarian dari masalah-masalah lain, misalnya kesepian, depresi, stres, dan kecemasan.
Artikel terkait: Dambakan Seks Memuaskan, Pastikan Si Dia Miliki 6 Ciri Fisik Ini
Penyebab
Kadar zat kimiawi otak yang terlalu tinggi ditengarai berkaitan dengan perilaku seksual kompulsif alias hiperseks. Tidak diketahui dengan jelas apa penyebab hiperseks. Namun beberapa di bawah ini diduga bisa menjadi pemicunya:
- Ketidakseimbangan kimiawi otak alami. Beberapa zat kimiawi otak atau neurotransmitter seperti serotonin, dopamine dan norepinefrin memang berfungsi mengatur suasana hati. Tetapi jika terlalu berlebihan bisa saja memicu kecanduan seks ini.
- Perubahan jalur otak. Hiperseks adalah suatu bentuk kecanduan yang lama-kelamaan bisa mengubah sirkuit saraf di otak, terutama area otak yang mengatur penguatan dan kenikmatan. Seiring waktu, dibutuhkan stimulasi dan konten seksual yang lebih intens untuk mencapai kepuasan.
- Kondisi medis. Beberapa penyakit tertentu bisa merusak bagian otak yang terkait dengan perilaku seksual, misalnya epilepsi dan demensia.
- Obat-obatan tertentu. Penggunaan obat-obatan untuk penyakit tertentu juga bisa menimbulkan efek perilaku seksual kompulsif
- Akses konten seksual dan pornografi. Mudahnya akses terhadap konten seksual dan pornografi dikatakan turut meningkatkan risiko terjadinya gangguan hiperseks. Orang-orang yang memiliki masalah kecanduan alkohol atau narkoba rentan mengalami gangguan suasana hati, konflik keluarga, atau mengalami kekerasan seksual yang akhirnya berujung adiktif seks.
Bagaimana Cara Mengatasinya?
Parents, hiperseks bisa diatasi dengan mengombinasikan obat dan terapi tertentu. Mengutip Verywell Family, ini trik mengatasinya:
1. Obat-obatan
Salah satu kemungkinan penyebab hiperseks adalah ketidakseimbangan kimia di otak. Obat-obatan dapat membantu meringankan gejala, jenisnya antara lain:
- Penstabil suasana hati. Mencakup Lithobid, Depakote, dan Depakene yang biasanya digunakan untuk mengobati gangguan bipolar. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa mereka juga dapat membantu mengurangi dorongan seksual pada seseorang.
- Antidepresan. Dalam kasus tertentu, hiperseksualitas mungkin disebabkan oleh kondisi kesehatan mental lainnya seperti depresi. Dokter biasanya akan meresepkan Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI) seperti Paxil, Prozac, dan Zoloft untuk meredakan gejala yang ada.
- Vivitrol. Vivitrol biasanya digunakan untuk mengobati ketergantungan alkohol dan opiat. Obat ini juga dapat digunakan untuk mengobati kondisi seperti hiperseksualitas yang dianggap sebagai kecanduan perilaku.
- Antiandrogen. Obat ini dapat menargetkan efek androgen (hormon seks) pada laki-laki dan mengurangi dorongan seksual. Biasanya digunakan untuk mengobati gangguan pedofilia.
- LHRH (Luteinizing Hormone-Releasing Hormone). Obat ini berfungsi menurunkan produksi testosteron dan membantu mengontrol pikiran obsesif yang berkaitan dengan kecanduan seksual.
- Naltrexone. Naltrexone sering digunakan untuk mengobati kecanduan alkohol dan ketergantungan opioid. Obat ini bekerja dengan cara menargetkan pusat kesenangan di otak yang berhubungan dengan beberapa jenis perilaku adiktif.
Artikel terkait: Manfaat Ginseng untuk Seksualitas Pria dan Wanita, Bikin Greng!
2. Psikoterapi
Psikoterapi memberi seseorang yang hidup dengan hiperseksualitas medium yang mereka butuhkan untuk mengelola kondisi. Terapi biasanya berbentuk:
- Psikoterapi psikodinamik. Fokus dari bentuk terapi ini adalah untuk membuat Anda semakin sadar akan pikiran dan perilaku bawah sadar Anda dan apa yang memicunya.
- Terapi perilaku kognitif (CBT). Ini adalah bentuk umum dari psikoterapi yang digunakan dalam mengobati banyak kondisi kesehatan mental. CBT berfokus untuk membantu Anda mengidentifikasi pikiran dan perilaku negatif dan membantu Anda menggantinya dengan yang positif.
3. Terapi Kelompok
Mengikuti terapi ini dapat membantu Anda mengatasi berbagai rintangan untuk sembuh dari kecanduan seks, seperti rasa bersalah, penolakan terhadap diri sendiri, dan kesulitan untuk berhenti.
4. Terapi Keluarga dan Pasangan
Perilaku adiktif seperti hiperseks adalah gangguan yang dapat berdampak negatif pada hubungan dengan keluarga dan kerabat. Karenanya, terapi bersama keluarga dan pasangan menjadi kesempatan untuk mengatasi problematika dan konflik yang belum selesai.
Apalagi jika salah satu faktor penyebab kecanduan seks berhubungan dengan keluarga, metode terapi ini bisa sangat membantu. Anda bisa memperoleh dukungan yang lebih kuat dari orang-orang terdekat sehingga lebih termotivasi untuk sembuh.
Parents, semoga informasi ini bermanfaat bagi Anda maupun kerabat terkasih yang membutuhkan.
Baca juga:
Apa Saja Indikator Kepuasan Seksual dalam Sebuah Hubungan dan Cara Meningkatkannya
Fantasi Seks Ternyata Mencerminkan Kepribadian Seseorang, Anda yang Mana?