Bagaimana hukum harta bersama suami-istri setelah menikah?
Seperti kita tahu, harta benda yang diperoleh setelah menikah akan menjadi milik bersama.
Ada tiga jenis harta setelah menikah yang perlu Anda tahu, nih. Pembagian jenis ini dicantumkan dalam UU Pasal 35 No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Apa saja jenis hartanya? Berikut penjelasannya!
Artikel Terkait: 5 Cara Atur Keuangan Rumah Tangga, Cegah Timbulnya Konflik dengan Pasangan
Jenis Harta Bersama Suami-Istri
1. Harta Bawaan
Harta bawaan adalah harta yang dibawa masing-masing suami atau istri sebelum terjadinya pernikahan.
Besar, jenis, dan jumlahnya diatur oleh masing-masing pihak, selama tidak ditulis dalam perjanjian kawin.
Karena harta ini dimiliki sebelum kawin, jelas masing-masing pihak memiliki hak sepenuhnya.
Misalnya, suami punya rumah sebelum perkawinan. Jika suami mau jual rumah tersebut, itu merupakan hak suami.
2. Harta Bersama (Harta Gono Gini)
Jenis harta perkawinan yang kedua adalah harta bersama. Definisinya harta bersama adalah harta yang diperoleh selama perkawinan.
Karena diperoleh setelah perkawinan, maka pengaturannya diatur secara bersamasama antara suami dan istri.
Harta bersama ini sering kali disebut dengan harta gono-gini. Misal suami dan istri membeli rumah pertama setelah menikah, maka rumah tersebut termasuk harta bersama (harta gono gini).
Boleh tidak jika suami jual rumah tersebut? Boleh saja, setelah ada persetujuan dengan istri.
3. Harta Perolehan
Harta perolehan adalah harta yang diperoleh suami atau istri selama masa perkawinan yang berupa hadiah atau hibah atau waris.
Seperti halnya harta bawaan, masing-masing suami dan istri juga memiliki kekuasaan pribadi atas harta perolehan tersebut.
Masing-masing suami dan istri memiliki hak sepenuhnya terhadap harta yang diperolehnya dari hadiah, warisan, maupun hibah.
Pengecualian keadaan ini dapat diadakan oleh suami istri dengan persetujuan masing-masing.
Artikel terkait: Bolehkah Menikahi Ipar Sendiri? Ini hukumnya dalam Islam dan UU Negara
Ketentuan Harta Bersama Suami Istri dalam Islam
Dalam hukum Islam (Al-Qur’an, Sunnah dan Fiqh) tidak terlihat adanya harta bersama dalam suami istri, akan tetapi dalam Islam dikenal adanya pemisahan harta antara suami dan istri. Sebagaimana dijelaskan dalam ayat berikut:
“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari’at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun” (Q.S. An-Nisa’-12).
Dalam ayat di atas, tidak dikenal adanya percampuran harta (gono gini) dari suami dan istri, melainkan dijelaskan bahwa masing-masing suami istri memiliki hak atas hartanya masing-masing.
Artikel terkait: Meski Diperbolehkan, Ini Hukum Perceraian Menurut Islam yang Sebenarnya
Ketentua Harta Bersama Suami Istri dalam Hukum Indonesia
Lantas bagaimana dengan istilah harta bersama atau harta gono gini di Indonesia?
Di Indonesia dikenal Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang mengatur tentang aturan-aturan islam tentang perkawinan, waris, perceraian,harta dan lain sebagainya.
Perkembangan Kompilasi Hukum Islam selanjutnya berdasarkan Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991 secara formal diberlakukan Kompilasi Hukum Islam sebagai hukum positif di Indonesia.
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) telah diatur mengenai harta bersama atau harta gono-gini dalam Bab XIII tentang Harta Kekayaan Dalam Perkawinan, dari Pasal 85 hingga Pasal 97.
Singkatnya, apabila terjadi perceraian antara suami istri (baik cerai mati ataupun perceraian yang dilakukan dipengadilan agama) mengikat aturan Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 97 yang mengatur mengenai harta bersama.
Pasal 97
“Janda atau duda cerai masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak
ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.”
Menurut ketentuan ini, suami atau istri yang diceraikan masing-masing harus menerima setengah dari harta bersama (50:50).
Jika ternyata kedua belah pihak telah mengambil jalan lain, dengan cara musyawarah atau perdamaian, maka pembagiannya dapat ditentukan dengan kesepakatan atau kehendak antara para pihak.
Artikel terkait: Cerai Saat Hamil, Sahkah di Mata Hukum Indonesia dan Hukum Islam?
Harta Bersama Suami Istri Menurut UU Negara
Melansir dari hukumonline, Dalam UU No.1 Tahun 1974 Pasal 35 ayat (1) disebutkan bahwa, “Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama”. Ini pengertian sederhana dari harta bersama.
Kemudian, ayat (2) menyebukan bahwa, “Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain”. Ini pengertian sederhana harta pribadi.
Jadi, harta yang didapatkan selama masa perkawinan adalah harta bersama. Meski yang bekerja hanya salah satu pihak.
Kecuali harta bawaan dari istri atau dari suami. Juga harta yang diperoleh dari pemberian. Berupa hadiah, atau harta warisan tidak termasuk harta bersama.
Itulah sebabnya di Pengadilan Agama ketika ada orang Islam bercerai dan mempersoalkan harta yang diperoleh selama perkawinan, maka akan dipertimbangkan harta dalam perkawinan sebagaimana ketentuan Pasal 35 UU Perkawinan dan Pasal 85 – Pasal 97 KHI.
Artikel Terkait: Hati-hati, Membatalkan Pernikahan Sepihak Bisa Kena Hukum Ingkar Janji Menikahi
Nah, demikianlah penjelasan terkait harta bersama suami dasn istri dari sudut pandang hukum Islam dan UU Negara. Semoga informasi di atas bermanfaat.
***
Baca juga:
Hukum Merekam Hubungan Suami Istri Menurut UU dan Syariat Islam
Ketahui Hukum Aborsi di Indonesia, Baik dari Segi Hukum Positif Maupun Hukum Islam
Hukum Perwalian Anak di Luar Nikah dan Menurut UU di Indonesia