Sejak pertama kali merebak di Wuhan, Tiongkok pada Desember 2019 lalu, pandemi COVID-19 menguras perhatian semua orang. Bahkan di seluruh penjuri dunia. Penelitian pun dilakukan demi menggali informasi perihal virus ini. Objek kajian pun beragam mulai dari sumber penularan, sifat virus, metode penularan, vaksin, hingga update apa saja gejala virus corona yang telah ditemukan.
Gejala Virus Corona yang Telah Ditemukan, Apa Saja?
Faktanya, virus Corona dapat menyerang siapa saja tanpa tebang pilih. Merujuk pada data yang dirilis Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Republik Indonesia, jumlah kasus terkonfirmasi positif hingga 14 Desember 2020 telah mencapai 617.820 orang dengan jumlah kematian 18.819 orang. Tingkat kematian (case fatality rate) akibat COVID-19 adalah sekitar 3%.
Dilihat dari persentase angka kematian berdasarkan golongan usia, diketahui bahwa kelompok usia 46-59 tahun memiliki persentase angka kematian lebih tinggi dibandingkan golongan usia lainnya. Sementara berdasarkan jenis kelamin, 56,7% penderita yang meninggal akibat COVID-19 adalah laki-laki dan 43,3% sisanya adalah perempuan.
Mengutip BGR (30/11), sebuah studi baru yang dilakukan peneliti di Universitas Barcelona, Spanyol menemukan beberapa orang yang terpapar virus corona mengalami berbagai gejala pada hidung sebelum gejala yang lebih umum terlihat.
Secara khusus, peneliti menemukan gejala seperti hidung kering yang menjadi kondisi awal pasien virus corona kehilangan kemampuan untuk merasakan dan mencium bau.
Dalam beberapa kasus, perlu diperhatikan bahwa gejala hidung terjadi bersamaan dengan hilangnya rasa dan bau.
Mengutip laman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), berikut rentetan gejala COVID-19 yang sejauh ini telah ditemukan:
- Demam
- Batuk kering
- Kelelahan
- Nyeri otot
- Sakit tenggorokan
- Diare
- Konjungtivitis atau peradangan pada mata
- Sakit kepala
- Kehilangan fungsi indera penciuman dan pengecap rasa
- Ruam pada kulit atau perubahan warna jari tangan dan kaki
- Sesak napas
- Nyeri dada
- Kehilangan kemampuan berbicara atau bergerak
Artikel terkait: Mengenal Delirium, Gejala Baru Pasien COVID-19 yang Patut Diwaspadai!
Gejala ini umumnya muncul dalam kurun waktu 2 hari sampai 2 minggu setelah penderita terpapar virus Corona. Sebagian pasien yang terinfeksi virus Corona bisa mengalami penurunan oksigen tanpa adanya gejala apapun yang disebut happy hypoxia. Di samping itu, belum lama telah ditemukan gejala Corona terbaru yang patut dicermati:
- Sakit mata
Adanya rasa tak nyaman pada mata menambah daftar panjang gejala COVID-19 terbaru. Hal ini juga telah diamini oleh beberapa studi terkait kaitan antara kondisi mata dan infeksi yang mendera pasien COVID-19.
Studi yang dimuat dalam jurnal BMJ Open Ophthalmology menemukan sakit mata umum terjadi ketika pasien mengidap COVID-19 dan sebelum tertular. Demi kepentingan studi, peneliti membagikan kuesioner kepada 83 responden, menanyakan seberapa sering gejala COVID-19 sakit mata terjadi.
“Meskipun penting bahwa gejala mata dimasukkan dalam daftar kemungkinan gejala COVID-19, kami berpendapat bahwa sakit mata harus menggantikan ‘konjungtivitis’ karena penting untuk membedakan dari gejala jenis infeksi lain, seperti infeksi bakteri yang mana bermanifestasi sebagai keluarnya lendir atau mata berpasir,” jelas para peneliti.
Bahkan, sekitar 18 persen orang yang terlibat dalam penelitian tersebut turut melaporkan mereka merasakan fotofobia (sensitivitas cahaya) sebagai salah satu gejalanya.
-
Delirium
Setelah sakit mata, muncul lagi delirium sebagai gejala terbaru penderita COVID-19. Delirium menjadi gejala awal pasien COVID-19 ini diketahui melalui sebuah studi terbaru pada November lalu. Mengutip EurekAlert, gejala tersebut umumnya dialami oleh kelompok lanjut usia (lansia).
“Delirium adalah keadaan kebingungan di mana seseorang merasa tidak terhubung dengan kenyataan, seolah sedang bermimpi. Kita perlu waspada jika orang ada yang menunjukkan tanda bingung bisa saja terindikasi infeksi ini,” jelas Javier Correa, peneliti dari University of Catalonia.
Lebih lanjut, studi dalam Journal of Clinical Immunology and Immunotherapy mempelajari kaitan delirium sebagai gejala COVID-19 dengan virus Corona yang memengaruhi kinerja otak sebagai sistem saraf pusat. Para peneliti menemukan adanya indikasi bahwa COVID-19 juga memengaruhi sistem saraf pusat dan mengakibatkan perubahan neurokognitif, seperti sakit kepala dan delirium.
Mengutip Kompas, pasien dengan masalah neurologis ini bahkan merasakannya dalam waktu panjang hingga berbulan-bulan walaupun sudah meninggalkan rumah sakit terlebih mereka yang sudah berusia lanjut.
Di samping itu, orang yang berhasil sembuh dari COVID-19 pun menunjukkan adanya kerusakan paru-paru dan jantung beberapa bulan setelah diagnosis awal positif terinfeksi.
Artikel terkait: Panduan Protokol Kesehatan untuk Mencegah Klaster COVID-19 Keluarga, Cek Parents!
“Sejumlah individu yang sepenuhnya telah pulih dan tampaknya asimtomatik, ketika dilakukan resonansi magnetik, MRI, dan lainnya, telah ditemukan beberapa mengalami peradangan jantung,” ujar Dr Anthony Fauci mengutip BGR. Beberapa gejala umum delirium antara lain:
- Mengalami gangguan kognitif, seperti mengalami penurunan daya ingat, kesulitan mengingat kata-kata, kesulitan berbicara, mengalami disorientasi, kesulitan memahami pembicaraan orang lain, juga sulit membaca dan menulis
- Terjadi perubahan perilaku antara lain cenderung gelisah, sering berhalusinasi, menjadi lebih agresif atau lebih pendiam, dan gangguan pola tidur
- Sulit berkonsentrasi
- Mengalami penurunan kesadaran dan mudah teralihkan dengan topik yang tidak penting.
Untuk memastikan gejala delirium itu sendiri, biasanya dokter akan melakukan pemeriksaan dengan wawancara medis, memeriksa kondisi kejiwaan, fisik dan neurologis, serta melakukan pemeriksaan penunjang yang diperlukan seperti:
- Rontgen dada untuk pemeriksaan kesehatan organ paru-paru
- Ct scan, MRI, atau elektroencefalogram (EEG)
- Analisis cairan serebrospinal
- Pemeriksaan darah dan urine untuk menilai fungsi hati, kadar alkohol tiroid, paparan zat NAPZA, atau alkohol.
Mencegah Lebih Baik Daripada Mengobati
Mengingat kajian panjang masih terus dilakukan perihal efektivitas vaksin dalam mencegah virus ini, maka mencegah diri sendiri tertular COVID-19 adalah solusi terbaik. Lakukan kiat berikut untuk diri Anda dan orang terkasih agar faktor risiko bisa ditekan.
- Terapkan physical distancing, yaitu menjaga jarak minimal 1 meter dari orang lain. Sebisa mungkin menahan diri untuk bepergian kecuali bila ada kebutuhan mendesak
- Budayakan memakai masker jika harus bepergian dan berada di tempat umum, jangan lupa membawa masker cadangan di dalam tas
- Rutin mencuci tangan dengan air dan sabun. Bawalah hand sanitizer yang mengandung alkohol minimal 60% saat harus beraktivitas di luar rumah dan sulit menemukan air bersih
- Jangan menyentuh mata, mulut, dan hidung sebelum mencuci tangan.
- Tingkatkan daya tahan tubuh dengan pola hidup sehat yakni dengan mengonsumsi makanan bergizi, vitamin C, rutin berolahraga, dan beristirahat cukup
- Hindari kontak dengan penderita COVID-19, orang yang dicurigai positif terinfeksi virus Corona, atau orang yang sedang sakit demam, batuk, atau pilek.
- Menjaga etika batuk dan bersin, yaitu dengan menutup mulut dan hidung dengan tisu. Jangan lupa membuang bekas tisu ke tempat sampah setelah digunakan
- Jaga kebersihan benda yang sering disentuh dan kebersihan lingkungan, termasuk kebersihan rumah.
Demikian Parents update gejala virus corona yang telah ditemukan. Semoga tidak ada lagi gejala terbaru lainnya dan vaksin COVID-19 bisa lekas didistribusikan kepada masyarakat.
Baca juga:
Kumur dengan Mouthwash Efektif Kurangi Risiko Terpapar COVID-19? Ini Faktanya!
Perlu Tahu! Ini 8 Perbandingan Vaksin Covid-19 Moderna dan Pfizer-BioNtech
Bawa Angin Segar! Ini 5 Fakta Vaksin Covid-19 Pfizer yang Tunjukkan Hasil Positif