Bermain game memang bisa melepaskan penat setelah beraktivitas seharian. Namun, tahukah Parents bahwa bermain game juga bisa bikin kecanduan hingga menyebabkan gangguan kesehatan yang disebut gaming disorder. Menurut World Health Organization (WHO) atau Badan Kesehatan Dunia, seseorang dapat dikatakan terjangkit gaming disorder apabila menunjukkan pola yang terus menerus selama 12 bulan. Lalu, apa bahayanya gangguan ini? Simak penjelasannya berikut ini.
Mengenal Gaming Disorder dan Risikonya bagi Kesehatan
Seiring berkembangnya teknologi, semakin banyak game yang canggih dan memukau banyak penggemar. Makin banyak pula gamers yang terpikat hingga rela duduk berjam-jam hanya untuk menyelesaikan sebuah permainan.
Tak bisa disalahkan, gaya hidup masyarakat modern yang cenderung individualis apalagi di tengah pandemi seperti sekarang membuat aktivitas bermain game meningkat pesat. Bermain game sebetulnya juga bisa memberikan dampak positif seperti meredakan stres, memberikan hobi baru, serta kenyamanan.
Namun, sisi gelap yang tak dapat dipungkiri adalah bahwa aktivitas ini juga dapat menyebabkan candu. WHO bahkan menyikapi gangguan ini sebagai masalah yang serius karena dapat mengganggu kesehatan seseorang.
Mereka yang mengalami gaming disorder cenderung mengabaikan rutinitas seperti pola makan yang teratur, istirahat cukup, dan olahraga. Akibatnya, muncul masalah kesehatan yang serius seperti obesitas, malnutrisi, hingga kematian.
Mengutip Pyschology Today, banyak kasus di mana orangtua yang kecanduan bermain game bahkan sampai menyebabkan anaknya mengalami malnutrisi karena kebutuhan gizinya tidak dipenuhi. Begitu juga dengan kasus di mana seorang gamer ditemukan meninggal dunia setelah bermain game selama 50 jam berturut-turut.
Baca juga: Main Video Games Kurang Dari 1 Jam Sehari Ternyata Bermanfaat untuk Anak
3 Dampak Buruk Gaming Disorder bagi Kesehatan
Seseorang yang kecanduan bermain game akan memprioritaskan waktunya untuk menyelesaikan permainan daripada memenuhi kebutuhan dasarnya mulai dari makan, istirahat yang cukup, membersihkan diri, hingga bersosialisasi. WHO memperkirakan, gangguan ini lebih berisiko menimpa laki-laki yang berusia 18 tahun hingga 24 tahun.
Mengutip Pyschology Today, Jason Conover, seorang pekerja sosial klinis berlisensi di Intermountain Healthcare mengatakan, gaming disorder berdampak buruk pada 3 hal yang sangat memengaruhi kesehatan, yakni: olahraga atau mobilitas, nutrisi, dan waktu istirahat.
“Salah satu masalah terbesar adalah kurangnya aktivitas fisik. Anda akan duduk untuk waktu yang lama tanpa banyak bergerak. Jika saya bermain game, saya mungkin tidak akan pergi bersepeda, bermain ski, berjalan kaki, atau melakukan berbagai aktivitas sehat lainnya,” kata Conover.
Hal berikutnya yang tidak kalah berisiko adalah pola makan yang terganggu sehingga menyebabkan obesitas atau malnutrisi. Mereka yang kecanduan bermain game cenderung lebih banyak mengonsumsi makanan cepat saji yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Alhasil, ia mungkin bisa mengalami depresi karena minimnya aktivitas fisik dan asupan nutrisi yang buruk.
Tidak hanya itu, kita tahu bahwa untuk mendapatkan tubuh yang sehat, kita perlu tidur cukup minimal 8 jam sehari. Namun, bermain game secara terus menerus juga bisa mengacaukan jam tidur seseorang hingga menyebabkan metabolisme terganggu, tekanan darah tinggi, dan penyakit kronis lainnya.
Baca juga: 10 Rekomendasi Game PS4 yang Edukatif bagi Anak-anak, Cek!
Mengatasi Gaming Disorder dengan Pola Hidup Mindfulness
Mindfulness adalah salah satu teknik meditasi yang melatih seseorang untuk bisa berkonsentrasi dengan keadaan di sekitarnya dan menerima emosi yang ia rasakan secara terbuka. Teknik meditasi ini juga mampu mengatasi gangguan yang disebabkan karena kecanduan bermain game.
Tidak dipungkiri, selain karena permainan yang dirasa sangat seru, ada faktor-faktor lain seperti faktor lingkungan atau psikologis yang menyebabkan seseorang kecanduan bermain game. Seorang gamer mungkin familiar dengan keadaan ketika ia berjanji hanya akan bermain satu pertandingan lagi tapi justru kebablasan hingga berjam-jam.
“Gamer tahu ada hal-hal yang perlu mereka lakukan, tetapi mereka mengabaikan hal itu dan mengarang skenario di kepala mereka. ‘Satu pertandingan lagi, satu level lagi. Teman-temanku pasti mengandalkan aku.’ Akhirnya, mereka berkompromi, dan setiap kali melakukannya, kompromi ini menjadi semakin parah,” kata Conover.
Menurutnya, salah satu solusi untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menerapkan pola pikir mindfulness. Penelitian membuktikan bahwa pola pikir mindfulness membuat mereka tersadar dari realitas semu yang ditawarkan oleh sebuah permainan.
“Mindfulness adalah tentang melatih kesadaran apakah permainan tersebut berdampak nyata dalam hidup mereka, misalnya apakah bermain game benar-benar memberikan mereka energi. Dengan menggunakan kesadaran itu, mereka dapat berkata, ‘Wow, saya sudah duduk di sini selama tiga jam. Mungkin sudah saatnya untuk pergi bersepeda atau berlari di sekitar blok’,” kata Conover.
Parents, demikian informasi seputar gaming disorder yang perlu Anda ketahui. Jika Anda mengalami masalah tersebut atau mengenal orang-orang yang memiliki masalah yang sama, cobalah untuk menghubungi psikolog untuk mencari bantuan. Jangan remehkan gangguan ini ya!
Jika Parents ingin berdiskusi seputar pola asuh, keluarga, dan kesehatan serta mau mengikuti kelas parenting gratis tiap minggu bisa langsung bergabung di komunitas Telegram theAsianparent.
Baca juga:
Cara Mengatasi Kecanduan Game Pada Anak
Tidak Selalu Buruk, Inilah 7 Dampak Positif dari Video Game
10 Game Paling Disukai Anak Laki-laki, Parents Sudah Tahu?
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.