Sudah nonton Film Joker? Saya sudah. Sepanjang film perasaan saya campur aduk. Sedih, stres, marah, kecewa, takut. Semua campur jadi satu. Namun yang jelas, buat saya, lewat film ini saya kembali diingatkan bahwa pola asuh kekerasan akan ‘melahirkan’ kekerasan juga.
Rasanya tidak salah kalau saya bilang film Joker sudah begitu dinanti-nantikan, termasuk di Indonesia. Setidaknya, CNN Indonesia menyebutkan kalau di Tanah Air, film ini mampu mendapatkan US$846 ribu atau setara dengan Rp11,9 miliar dari 1.197 layar yang menayangkannya. Angka yang fantastis bukan?
Namun, mengingat film yang disutradarai Todd Phillips ini mendapatkan rating 17+, tentu sudah jelas kalau film ini memang tidak layak dikonsumsi oleh anak-anak.
Begitu menyaksikannya, saya pun tambah yakin. Film ini sangat ‘gelap’, namun juga sangat ‘dalam’. Pantas saja kalau film ini tidak layak disaksikan anak-anak, bahkan untuk remaja sekalipun.
Kalau memang ada orangtua yang masih saja nekat mengajak anaknya dengan segala dalih dan pembenaran, artinya memang harus siap menanggung risikonya.
Psikolog anak, Vera Itabiliana mengatakan, apabila anak sering terpapar film yang ratingnya memang bukan khusus untuk anak-anak, tentu saja akan menimbulkan dampak negatif.
Hal ini tidak terlepas karena anak-anak masih belum bisa membatasi mana yang sekadar khayalan dan kenyataan. Di mana usia anak-anak memang melihat sesuatu yang konkret. Dengan mudah meniru apa yang dia lihat. Sedangkan, untuk anak yang memasuki usia remaja, di atas 13 tahun, mereka pun baru mulai belajar berpikir abstrak.
Sementara Film Joker lebih banyak menggambarkan adegan kekerasan. Menariknya, kekerasan ini pun sebenarnya dirasakan oleh Joker, yang berujung membuatnya memiliki perilaku di luar nalar manusia.
Gila? Lebih tepatnya apa yang dilakukan oleh Joker tidak terlepas karena dirinya mengalami penyakit mental yang akut.
Untuk bisa hidup ‘normal’, hari-harinya Arthur Fleck atau Joker memang ketergantugan dengan obat-obatan. Maka tak mengherankan, pada satu titik, ketika dinas sosial yang selama ini memberikan support untuknya harus tutup lantaran kondisi Gotham City yang semakin semraut, hidupnya makin berantakan.
Tanpa minum obat, penyakit mental yang diderita Arthur Fleck mau tidak mau menjadi tidak bisa dikendalikan.
Mirisnya, penyakit mental yang ia derita dan membuat menjadi sosok sadis, kejam dan tanpa belas kasih ini sebenarnya tidak datang begitu saja.
Kondisi ini tidak terlepas karena masa lalunya yang kelam dan sangat menyedihkan. Bahkan dalam salah scene ia mengutarakan dalam hidupnya tidak pernah sekalipun merasa bahagia.
Pesan penting di balik Film Joker untuk para orangtua
Lewat film Joker ini justru kita justru diingatkan kembali bahwa pola asuh yang diterapkan pada anak memang akan memengaruhi tumbuh kembang dan prilakuknya di kemudian hari.
Film Joker ini tidak hanya memperlihatkan bagaimana Joker melakukan kekerasan yang sangat sadis. Nyatanya perilakunya tersebut lantaran ia memang kerap terpapar kekerasan dalam hidupnya.
Tidak hanya melihat ibunya disiksa oleh kekasih hingga babak belur. Saat kecil ia pun sering kali menjadi korban hingga nyaris meninggal.
Seperti yang kita ketahui, banyak pakar psikolog yang selalu mengingatkan bahwa anak-anak yang sering kali terpapar kekerasan akan menimbulkan dampak buruk.
Umumnya, anak-anak yang tumbuh besar dengan tekanan kejiwaan yang berkelanjutan akan membentuk kepribadian yang rapuh, anti sosial, bahkan luka batin yang membekas. Padahal, luka batin ini sulit sekali untuk disembuhkan.
Hanya itu? Tentu saja tidak… jiwa Arthur sang Joker yang rapuh pun membuat hidupnya sering kali mendapat olok-olok, mendapat perlakukan tidak menyenangkan.
Sebagai ‘orang kecil’, ia pun sering mendapat perlakukan kasar, bullying. Sedihnya, bahkan saat dirinya sedang bersikap baik, mencoba menghibur seorang anak balita, ia justru dituduh mengganggu.
Luka dan kepedihan inilah yang terus menumpuk hingga akhirnya mengganggu kesehatan jiwanya.
Setidaknya, melihat kisah Arthur alias Joker, justru mengingatkan saya kembali pentingnya menciptakan rumah yang ‘hangat’. Tempat yang seharusnya membuat anak merasa aman, nyaman, dan mendapat perlindungan untuk menjalani hari-harinya dengan penuh suka cita.
Selamat menikmati filmnya, ambillah pelajaran dan pesan dari film yang cukup ‘dark’ ini untuk melihat kembali apakah pola asuh kita sudah cukup untuk mendukung tumbuh kembang anak dengan bahagia?
***
Baca juga:
Orang Tua Bawa Balita Nonton Siksa Kubur, Ini Efeknya untuk Anak
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.