5 Fakta Kasus Joengin, Bayi yang Meninggal Dianiaya Orang Tua Angkat

Belakangan dunia maya digegerkan kasus penganiayaan bayi 16 bulan bernama Joengin di Korea Selatan. Berikut 5 fakta kasus Joengin.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Sejatinya kasih sayang orangtua terhadap anak tak terhingga. Namun, yang sebaliknya dialami oleh Joengin, bayi asal Korea Selatan yang baru berusia 16 bulan. Bayi malang itu menjadi korban kekerasan orangtua angkat hingga menemui ajalnya. Joengin kini menjadi pembicaraan di media sosial dan menjadi sorotan global seiring fakta yang terkuak terkait kasus kekerasan yang menimpanya. 

Kisah Joengin yang tragis ini pun viral tak hanya di Korea tetapi juga di dunia hingga membuat warganet geram. Berikut kisahnya yang kami rangkum dari berbagai sumber.

5 Fakta terkait Kasus Bayi Joengin

1. Jeongin adalah Anak Angkat, Diadopsi saat Usia 7 Bulan

Foto: Twitter

Saat berusia sekitar 7 bulan, Joengin diadopsi oleh pasangan Jang dan Ahn. Namun, bukannya mendapatkan kehidupan yang lebih baik bersama orangtua angkatnya, bayi perempuan yang lucu itu justru mengalami penganiayaan sebulan setelah diadopsi selama 271 hari.

Tidak hanya dianiaya secara fisik, Joengin juga mendapat penganiayaan mental. Lebih parah, Jang bahkan membuat 800 video penyiksaan terhadap anak angkatnya itu.

Artikel terkait: Kekerasan Terhadap Anak – Anda pun Bisa Jadi Pelakunya!

2. Penganiayaan terhadap Joengin Disadari oleh Pegawai di Tempat Penitipan Anak

Foto: Twitter

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Kasus kekerasan yang dialami Jeongin pertama kali terungkap oleh guru-guru di tempat penitipan anak. Sang guru curiga saat bayi itu tidak mau menerima makanan apapun. Ia pun langsung dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan. Anehnya, orangtuanya justru marah dan semakin menambah kecurigaan para guru.

Dari hasil pemeriksaan, dokter menemukan tanda-tanda kekerasan di tubuhnya, beberapa tulangnya retak, termasuk bagian kepala. Para guru yang sebelumnya sempat merekam bukti-bukti kekerasan pada tubuh bayi itu lalu melaporkannya ke polisi tapi kemudian dipulangkan.

3. Joengin Meninggal di UGD dalam Keadaan Tubuh Rusak Parah

Kiri: Joengin sebelum diadopsi. Kanan: kondisi Joengin setelah diadopsi

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Pada 13 Oktober 2020, Jeongin dilarikan ke UGD dalam keadaan penuh darah karena pankreasnya rusak. Beberapa organ tubuhnya juga ditemukan telah rusak. Ia pun mengembuskan napas terakhirnya di rumah sakit.

Sebelum meninggal, Jeongin dikatakan sudah menunjukkan tanda-tanda mengalami kekerasan secara fisik maupun mental. Bayi tersebut bahkan tidak menunjukkan emosi yang biasanya ditunjukkan bayi sebelum hidupnya berakhir. Dalam foto perbedaan wajah Jeongin sebelum dan setelah diadopsi, terlihat jelas bahwa ia menjalani hidup yang mengenaskan.

Ahli yang melakukan autopsi pada jasad Joengin melampiaskan kemarahannya dengan mengatakan;

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

"Bagaimana kamu menjalani kehidupan yang begitu menyedihkan setiap hari?"

Artikel terkait: Anak Mengalami Kekerasan oleh Pengasuh? Kenali Tanda-tandanya

4. Jang dan Ahn Ditangkap Polisi setelah Tiga Kali Pelaporan

Foto: Twitter

Pihak kepolisian di Seoul, Korea Selatan, menangkap kedua orang tua angkat Jeongin. Keduanya ditangkap sehubungan dengan kasus kematian putri mereka pada 13 Oktober 2020.

Jang dan Ahn berkilah bahwa putri mereka terjatuh saat bermain di sofa. Namun hasil investigasi menemukan fakta sebaliknya. Orangtua angkat itu sering meninggalkan anaknya sendirian di mobil atau di rumah. Mereka juga kerap melakukan penganiayaan pada Joengin sejak bulan Juni 2019. 

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Sebelumnya, kasus kekerasan terhadap Joengin telah dilaporkan tiga kali. Sayangnya polisi baru bertindak saat laporan terakhir ini muncul. Alhasil, kantor polisi Yangcheon di Seoul yang bertanggung jawab atas kasus ini, dibanjiri kritikan dari warga. Mereka mengatakan bahwa polisi juga turut andil dalam kasus pembunuhan itu karena telah mengabaikan pelaporan.

5. Kasus Jeongin Menjadi Sorotan Dunia setelah Artis Korea Tunjukkan Simpati

Jimin BTS (Foto: Bighit Entertainment)

Fakta yang kelima, kasus Jeongin mendapat perhatian publik setelah dibahas oleh program televisi 'Unanswered Questions' yang tayang pada 2 Januari 2021. Tanda pagar #sorryjeongin menjadi trending di media sosial sebagai wujud keprihatian sekaligus permintaan maaf publik atas kejadian memilukan itu. Sejumlah artis Korea juga ikut menunjukkan rasa sedihnya pada kasus tersebut.

Jimin BTS juga ikut serta dalam gelombang tersebut. Ia mengunggah foto berlatar hitam dengan tulisan "Maaf, Jung-in" dalam bahasa Korea di jejaring sosial Weverse pada Minggu (3/1) Aktris Seo Hyo-rim juga turut mengunggah ucapan permintaan maaf kepada Jung-in di akun Instagram. Dalam unggahan ini, ia menambahkan doa agar Jung-in beristirahat dengan tenang.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Artikel terkait: 6 Jenis Kekerasan Emosional pada Anak yang Dilakukan Orangtua Narsis

Hak dan Perlindungan Anak Angkat

Berkaca dari fakta kasus Joengin di atas, hendaklah menjadi pelajaran bagi semua orang. Di Indonesia, kasus serupa pernah terjadi pada Angeline di Bali. Angeline adalah anak angkat yang mengalami kekerasan hingga meninggal.

Untuk mencegah kekerasan terhadap anak, khususnya anak angkat, pemerintah Indonesia telah membuat peraturan yang tertuang dalam PP No. 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.

Dalam PP itu disebutkan tentang syarat menjadi orangtua angkat dan  tata cara pelaksanannya.  Masyarakat dan pemerintah juga dapat melakukan pengawasan dan melaporkan orangtua angkat ke pihak berwajib jika terjadi penyimpangan atau pelanggaran dalam pengangkatan anak.

Anak angkat juga mendapatkan hak-hak dan perlindungan antara lain:

  1. Berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari tindakan kekerasan dan diskriminasi.
  2. Berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.

Semoga tidak ada lagi anak-anak yang bernasib sama dengan Joengin ataupun Angeline.

Baca juga: