Beberapa waktu lalu, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan ucapan tak pantas yang dilontarkan oleh Galih Ginanjar terhadap mantan istrinya, Fairuz Rafiq. Akibat ucapan tersebut, pria yang kini menjadi suami Barbie Kumalasari tersebut harus mendekam di rutan Polda Metro Jaya, Jakarta, sejak Jumat 12 Juli 2019 lalu.
Tak hanya berimbas pada dirinya sendiri, ucapan tak senonoh itu juga memberikan imbas yang cukup besar pada King Faaz yang merupakan anak dari pernikahan pertamanya dengan Fairuz Rafiq.
Dilansir dari Liputan6.com, kakak Fairuz bercerita bahwa King Faaz menjadi perbincangan teman-temannya di sekolahnya lantaran ucapan ‘bau ikan asin’ yang sempat dilontarkan Galih..
“Karena bagaimanapun semua teman-temannya di sekolah tahu bahwa dia adalah anak Fairuz,” ujar Ranny Fadia A. Rafiq, kakak kandung Fairuz.
Menurut Ranny, ucapan Galih saat itu sangatlah tidak pantas.
Pandangan psikolog terkait kasus Galih Ginanjar dan Fairuz Rafiq
Bekerja sebagai publik figur memang tidak mudah. Ada begitu banyak tantangan yang tak hanya dapat mempengaruhi dirinya sendiri tetapi juga orang-orang terdekatnya. Salah satunya, mempengaruhi anak-anak mereka.
Menanggapi kasus bullying yang didapatkan oleh anak Fairuz Rafiq, seorang psikolog bernama Saskhya Aulia Prima, M.Psi., mengatakan bahwa orangtua yang bekerja sebagai publik figur atau orang terkenal mau tak mau harus mempersiapkan mental anaknya dari berita-berita yang beredar. Baik itu berita positif maupun berita negatif.
“Anak-anak kan sekarang bisa mengakses berita dari internet. Jadi ketika anak mengetik nama orangtuanya, anak itu bisa mendapatkan berita-berita yang tidak diinginkan. Itu yang harus diperhatikan oleh orangtuanya,” ujarnya saat ditemui di kawasan Kemang Raya, Jakarta, Rabu (7/8/2019).
Menurut Saskhya, ketika pekerjaan orangtua adalah public figure, maka yang pertama kali harus kita beritahukan pada anak adalah penjelasan tentang pekerjaan tersebut. Kenapa pekerjaan orangtuanya ini membuat banyak orang yang kenal dengan orangtuanya.
“Bila anak sudah mulai bisa main internet, kita juga harus ngajarin tentang internet safety. Jelasin kalau di luar sana banyak banget berita. Ada yang baik, ada yang buruk. Ada yang benar, ada yang gosip. Jadi kita jelasin jenis-jenis berita kayak gimana,” papar Saskhya.
Saskhya juga menambahkan, kita juga bisa mengajak anak untuk membaca berita yang beredar bersama-sama.
“Nanti kalau sudah baca. Terus ternyata dia sedih dengan berita itu, ya dia bisa langsung tanya ke orangtuanya. Ini bener atau enggak. Di situ anak dan orangtua bisa berdiskusi,” tambahnya.
Bila kasus bullying sudah benar-benar terjadi, Saskhya menegaskan bahwa orangtua bisa meminta anak untuk bercerita tentang rasa kecewa dan sedih yang dia rasakan. Orangtua juga bisa mengajak anak untuk detox media sosial dahulu. Daripada dia terpapar dengan sesuatu yang negatif secara terus menerus.
“Yang kedua baru kita ajarin kalau di dunia ini yang bisa kita kontrol itu cara kita berpikir ke luar. Bukan pikiran orang. Jadi jelasin aja ke anak, kalau dia sedih, dia boleh marah-marah ke mana atau nulis di mana yang gak harus di post. Supaya perasaan kekecewaan dan kesedihan itu hilang,” ujar Saskhya.
Ketika anak mengalami bullying, anak juga perlu memiliki support system yang sangat kuat. Misalnya seperti orangtua dan teman-temannya yang tidak dapat memberikan efek negatif. Dengan begitu mereka tidak merasakan kekecewaan dan kesedihan secara terus menerus.
“Terakhir, hal yang terpenting adalah orangtua harus melatih anak-anak untuk berpikiran positif. Kita bisa kasih pemahaman. Misalnya, ketika anak cerita dia dikatain sombong. Coba kita jelaskan lagi ke anak, seberapa banyak yang bilang dia sombong dan siapa saja. Kalau cuma tiga orang, bilang saja bahwa jumlah orang di dunia ini ada 200 juta misalnya. Jadi itu hanya sebagian kecil yang gak perlu dipikirin. Itu juga harus mulai diajarin juga,” jelas Saskhya.
“Namun bila anak mendapatkan luka fisik dan mental secara langsung. Jangan ragu untuk segera lapor ke gurunya. Dengan begitu, guru dan sekolahnya dapat mengambil tindakan,” pungkas Saskhya.
****
Anda bisa bergabung dengan jutaan ibu lainnya di aplikasi theAsianparent untuk berinteraksi dan saling berbagi informasi terkait kehamilan, menyusui, dan perkembangan bayi dengan cara klik gambar di bawah ini.
Baca juga
"Saya sempat trauma", Cerita bullying di sekolah yang dialami Sarwendah
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.