Pernahkah Bunda mendengar istilah gangguan eksoriasi yang juga dikenal dengan istilah menguliti kronos atau dermatillomania? Ini merupakan penyakit mental yang berhubungan dengan gangguan obsesif-kompulsif. Kondisi ini ditandai dengan pengambilan berulang pada kulit sendiri yang mengakibatkan lesi kulit dan menyebabkan gangguan yang signifikan dalam kehidupan seseorang.
Penyakit mental ini bisa menyerang individu yang tidak memiliki masalah kulit, atau merasa terganggu dengan kulit kecil seperti jerawat, kapalan, lesi hingga koreng. Gangguan yang ditimbulkan biasanya kronis dengan periode remisi bergantian dan periode intensitas gejala yang lebih sering.
Apabila individu pengidap dermatillomania tak segera diobati maka perilaku menguliti kulit ini dapat terjadi selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun juga datang dan pergi. Sehingga menyebabkan kulit si pengidap menjadi lecet dan penuh luka.
Menurut Mental Health America, kondisi menguliti kulit sendiri ini adalah perilaku berulang yang berfokus pada tubuh (BFRB) yang biasanya dimulai selama masa remaja. Umumnya terjadi bertepatan dengan, atau setelah permulaan, pubertas sekitar usia 13-15.
Akan tetapi, dapat juga terjadi pada anak-anak (di bawah 10 tahun), atau orang dewasa (antara usia 30 dan 45 tahun). Gangguan ekskoriasi memengaruhi sekitar 1,4% orang dewasa Amerika, dan lebih sering dialami wanita daripada pria.
Lantas, apa saja gejala, penyebab, dan cara mengatasi dermatillomania? Yuk, simak penjelasannya berikut ini, Bunda!
Artikel Terkait: Mengenal Kondisi Hypophrenia, Kerap Menangis Tanpa Sebab
Gejala Dermatillomania atau Penyakit Menguliti Kulit Sendiri
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DMS), gangguan dermatillomania dapat didiagnosis apabila Bunda mengalami beberapa kriteria dan gejala berikut ini:
- Menguliti kulit secara berulang hingga menyebabkan lesi pada kulit.
- Upaya berulang dilakukan untuk mengurangi atau menghentikan kebiasaan menguliti kulit.
- Kebiasaan menguliti kulit menyebabkan penderitaan dan rasa sakit yang signifikan secara klinis termasuk perasaan kehilangan kendali diri, malu, dan atau gangguan dalam fungsi.
Dalam kebanyakan kasus, kebiasaan menguliti kulit ini umumnya tidak terjadi di hadapan orang lain. Pengambilan kulit yang berulang-ulang meluas hingga menarik, meremas, menggores, menusuk, dan bahkan menggigit baik kulit yang sehat maupun yang rusak dari berbagai bagian tubuh juga jadi gejala pengidap dermatillomania.
Selain itu, orang dengan dermatillomania sering menargetkan wajah, tangan, jari, lengan, dan kaki untuk dikuliti menggunakan menggunakan jari atau instrumen, seperti pinset atau peniti. Perilaku ini juga dapat disertai dengan ritual, seperti memeriksa atau bermain dengan kulit yang telah dicabut.
Beberapa individu menghabiskan berjam-jam sehari pada perilaku menguliti ini yang dapat berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Gangguan dermatillomania ini menyebabkan kerusakan kulit yang membekas, cacat akibat lesi, perubahan warna, luka terbuka, bekas luka, dan infeksi. Ini umumnya merupakan kondisi kronis, meskipun gejalanya dapat muncul dan menghilang dari waktu ke waktu.
Selain kerusakan fisik, gangguan eksoriasi ditandai dengan tekanan psikologis yang ditimbulkannya. Mengutip dari Psychology Today, orang dengan kondisi ini dapat menghabiskan waktu berjam-jam untuk berpikir tentang memilih dan mencoba menahan keinginan sebelum menyerah untuk menguliti kulitnya sendiri.
Kondisi ini mirip dengan gangguan kontrol impuls seperti kleptomania, mereka mungkin menggambarkan perasaan “ketegangan” yang sementara lega setelah mereka menyerah pada dorongan untuk menguliti.
Kecemasan, depresi, malu, takut terpapar, dan malu atas kondisi tersebut biasanya mengarah pada upaya menutupi kulit dengan riasan, pakaian, atau cara lain. Emosi dan konsekuensi lain dari gangguan tersebut juga dapat mengganggu interaksi sosial yang mengakibatkan hubungan yang tidak nyaman dengan keluarga dan teman.
Dermatillomania tidak didiagnosis ketika gejalanya disebabkan oleh kondisi medis atau kejiwaan lain. Misalnya, menguliti kulit juga dapat terjadi dengan kondisi dermatologis, gangguan autoimun, penarikan opiat, dan gangguan perkembangan seperti autisme.
Artikel Terkait: Jangan Diabaikan, Ini Pentingnya Menjaga Kesehatan Mental sejak Dini
Penyebab Dermatillomania
Kemungkinan ada faktor genetik yang memengaruhi seseorang mengidap dermatillomania karena sebagian pengidap memiliki kecenderungan terhadap klasifikasi perilaku berulang yang berfokus pada tubuh (BFRBs) seperti menguliti dan mencabut rambut. Serta tingkat gangguan mood dan kecemasan yang lebih tinggi dari rata-rata pada anggota keluarga lainnya.
Akan tetapi, gen kemungkinan hanya satu penyebab potensial BFRBS, termasuk gangguan eksoriasi atau dermatillomania. Faktor lain—seperti tingkat stres, lingkungan keluarga, dan temperamen dianggap juga berperan.
Perilaku menguliti kulit kronis sering kali bertepatan dengan masa pubertas, serta masalah dermatologis, seperti jerawat. Dermatillomania dapat dikaitkan dengan perfeksionisme, yang mengarah pada perawatan berlebihan.
Itu juga dapat digunakan sebagai sarana untuk menghindari peristiwa stres atau melepaskan ketegangan yang menumpuk sebagai akibat dari emosi negatif seperti ketidaksabaran, frustrasi, ketidakpuasan, dan bahkan kebosanan.
Artikel Terkait: Penuh Tantangan, Inilah Perjalananku Sebagai Ibu yang Alami Bipolar Disorder
Pengobatan Penyakit Menguliti Kulit Sendiri
Orang-orang yang mengidap dermatillomania telah menguliti kulit mereka sendiri dan sering melakukan upaya yang berulang-ulang untuk berhenti menghentikan kebiasaan tersebut dengan sendirinya tetapi tidak berhasil. Selain itu, rasa malu juga jadi gangguan dermatillomania dapat mencegah mereka mencari pengobatan profesional.
Faktanya, kurang dari satu dari lima orang dengan dermatillomania diperkirakan mencari pengobatan profesional. Bagi mereka yang melakukannya, studi intervensi psikologis skala kecil seperti terapi perilaku kognitif, terapi penerimaan dan komitmen, dan pelatihan pembalikan kebiasaan (HRT) telah terbukti mengurangi gejala gangguan dermatillomania.
Meskipun tidak ada obat yang disetujui sebagai pengobatan lini pertama untuk pengelupasan kulit, penelitian terbatas telah menemukan bahwa beberapa antidepresan, seperti selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI), dan nutraceuticals, seperti n-acetyl cysteine (NAC), dapat membantu.
Orang dengan kondisi ini mungkin memerlukan antibiotik untuk mengobati infeksi potensial atau, dalam kasus ekstrem, pembedahan.
Apakah Mungkin untuk Menyembuhkan Dermatillomania?
Tidak ada “penyembuhan” yang diketahui untuk dermatillomania, tetapi gangguan ini dapat menjadi sangat mudah ditangani dengan pengobatan yang membuat si pengidap tidak lagi mengorek kulitnya.
Nah, itulah serba serbi mengenai penyakit dermatillomania mulai dari gejala hingga cara mengobatinya. Apabila Bunda atau anggota keluarga lainnya mengalami hal serupa, maka segera hubungi dokter spesialis untuk pengobatan lebih lanjut.
Artikel telah ditinjau oleh:
dr. Gita Permatasari
Dokter Umum dan Konsultan Laktasi
Baca Juga:
Kenali gejala penyakit mental dilihat dari 8 tokoh kartun Winnie The Pooh
Parents, Perhatikan 10 Ciri Penyakit Mental yang diderita oleh Anak ini
Parents, Kenali Perbedaan Antara Stres dengan Penyakit Mental Gangguan Kecemasan Pada Anak ini