Pernahkah terpikir, mengapa perdarahan pada kulit yang terluka mampu berhenti sendiri? Ini bisa terjadi karena tubuh yang normal akan meresponi cedera dengan membentuk bekuan darah. Bekuan darah ini, yang dibentuk dari protein fibrin dan trombosit, akan membantu menghentikan perdarahan. Prosesnya sendiri disebut dengan koagulasi.
Setelah perdarahan berhenti dan proses penyembuhan mulai berjalan, tubuh akan menguraikan bekuan darah tersebut. Namun, pada kondisi tertentu, bekuan darah sangat mudah terbentuk atau tidak dapat terurai seluruhnya. Inilah yang disebut dengan hiperkoagulasi atau darah kental. Sebuah kondisi di mana darah cenderung kental sehingga mudah terbentuk bekuan darah. Hiperkoagulasi juga disebut sebagai trombofilia atau kelainan trombosis.
Kondisi ini dapat mematikan apabila ukuran bekuan darah semakin membesar atau berpindah dari satu pembuluh darah ke pembuluh darah lainnya. Adanya bekuan darah dapat menurunkan aliran darah di organ-organ penting—seperti jantung, paru, otak, dan ginjal—atau menimbulkan sumbatan total bila bekuan darah lebih besar daripada pembuluh darah yang dilaluinya.
Gejala Hiperkoagulasi atau Darah Kental
Gejala tergantung dari lokasi bekuan darah dan ke mana bekuan darah tersebut berpindah. Bekuan darah dapat berpindah ke berbagai tempat, namun paling sering ditemukan di pembuluh darah jantung, paru, otak, tungkai bawah, dan ginjal.
- Bekuan darah di area jantung atau paru dapat memicu serangan jantung atau emboli paru. Gejalanya berupa nyeri dada, sesak napas, serta ketidaknyamanan di bagian tubuh atas, seperti dada, punggung, leher, atau lengan atas.
- Bekuan darah di otak dapat memicu stroke, yang menimbulkan gejala seperti nyeri kepala, bicara pelo, rasa melayang, dan kelemahan tiba-tiba pada satu atau kedua sisi tubuh.
- Bekuan darah di bagian tubuh bawah dapat memicu trombosis vena dalam (bekuan darah pada pembuluh vena di tungkai bawah) atau penyakit arteri perifer (penyempitan pembuluh arteri di tungkai bawah). Gejala umumnya dirasakan sebagai nyeri, kemerahan, hangat, dan bengkak di tungkai bawah.
- Bekuan darah pada salah satu pembuluh vena ginjal dapat menyebabkan gagal ginjal, dengan gejala buang air kecil (BAK) lebih sedikit dari biasanya, darah pada urin, dan nyeri punggung bawah.
Diagnosis Hiperkoagulasi
Apabila dicurigai terdapat hiperkoagulasi, dokter akan melakukan wawancara mendalam dan pemeriksaan fisik. Dokter akan menanyakan apakah ada anggota keluarga yang juga mengalami hiperkoagulasi. Selain itu, dokter akan menganjurkan beberapa pemeriksaan berikut untuk melihat fungsi pembekuan darah:
- PT-INR. Pemeriksaan waktu protrombin (prothrombin time/PT) digunakan untuk menghitung International Normalized Ratio (INR). Panel ini dapat menilai seberapa cepat darah membeku, khususnya dalam memonitor pengobatan dengan obat pengencer darah warfarin.
- Activated partial thromboplastin time (aPTT). Sama seperti PT-INR, pemeriksaan ini juga menghitung waktu yang diperlukan hingga darah membeku. Akan tetapi, pemeriksaan ini digunakan untuk memonitor pengobatan dengan obat pengencer darah heparin.
- Kadar fibrinogen dan D-dimer.
- Panel darah lengkap.
Penyebab Terjadinya Hiperkoagulasi atau Darah Kental
Ada banyak faktor yang menyebabkan darah kental dan mudah membeku. Pada dasarnya, penyebab-penyebab ini dibagi menjadi dua kategori yakni, yang didapat dan yang bersifat genetik.
-
Hiperkoagulasi yang bersifat didapat terjadi akibat penyakit atau kondisi lain, seperti:
- Berat badan yang berlebih.
- Duduk dalam waktu lama saat bepergian (dengan kendaraan pribadi atau pesawat).
- Tirah baring (bed rest) dalam waktu lama (beberapa hari atau minggu berturut-turut), misalnya setelah operasi besar atau akibat lama dirawat di rumah sakit.
- Pasca operasi dan cedera (yang dapat memperlambat aliran darah).
- Kanker (beberapa jenis kanker meningkatkan protein yang memicu penggumpalan darah).
- Kehamilan (meningkatkan tekanan pada panggul dan tungkai bawah, memicu darah lebih mudah menggumpal di area ini).
- Menggunakan pil KB atau sedang menjalani terapi penggantian hormon (keduanya dapat memperlambat aliran darah).
- Merokok.
- Menggunakan implan seperti kateter vena sentral atau alat untuk dialisis ginjal.
- Mengalami diabetes atau gangguan jantung.
-
Hiperkoagulasi yang bersifat genetik
Dapat dipicu oleh adanya mutasi atau defek pada gen tertentu atau akibat gen-gen yang diwariskan dari orang tua. Gen-gen ini memengaruhi fungsi protein yang berperan dalam pembekuan darah atau dalam menguraikan bekuan darah.
Di samping kondisi-kondisi tersebut, individu menjadi lebih berisiko mengalami hiperkoagulasi apabila:
- Memiliki kerabat dengan hiperkoagulasi.
- Pernah mengalami pembekuan darah yang tidak normal di usia muda.
- Terbentuk bekuan darah saat hamil, saat menggunakan pil KB, atau saat menjalani terapi penggantian hormon.
- Memiliki riwayat keguguran berulang yang penyebabnya tidak diketahui.
Cara Mengobati Hiperkoagulasi
Pembekuan darah yang berlebihan dapat diatasi dengan obat-obatan. Akan tetapi, tipe pengobatan tergantung pada ukuran dan lokasi bekuan darah.
-
Pengobatan yang bersifat emergensi
Pengobatan emergensi bertujuan untuk mencegah bekuan darah yang dapat merusak organ-organ penting dan berpotensi mematikan. Yakni, yang dapat memicu stroke, serangan jantung, gagal ginjal, trombosis vena dalam atau emboli paru. Atau pada ibu hamil, dapat memicu keguguran, bayi lahir mati, maupun komplikasi pada kehamilan.
Pada kondisi-kondisi tersebut, digunakan obat dari golongan trombolitik (alteplase, streptokinase, dan urokinase), yang dapat secara cepat menguraikan bekuan darah. Oleh karena dapat memicu timbulnya perdarahan yang tiba-tiba, obat-obat dari golongan ini hanya digunakan untuk menguraikan bekuan darah yang besar dan mengancam nyawa.
-
Pengobatan yang bersifat rutin
Pada sebagian besar kasus, hiperkoagulasi diobati dengan obat dari golongan antikoagulan (pengencer darah). Obat-obatan ini berfungsi mencegah bekuan darah yang sudah ada semakin membesar dan mencegah pembentukan bekuan darah baru. Obat pengencer darah yang kerap digunakan, yakni:
- Warfarin. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet dan dikonsumsi secara oral. Ini adalah obat pengencer darah yang paling banyak dipakai. Beberapa hal berikut perlu diperhatikan saat mengonsumsi warfarin:
- Tes PT-INR perlu dilakukan berulang untuk mengevaluasi kerja obat. Dosis obat mungkin berubah, disesuaikan dengan hasil tes.
- Individu menjadi mudah berdarah atau memar selama mengonsumsi arfarin. Segera hubungi dokter bila terdapat perdarahan atau memar yang berat dan tidak biasa.
- Beberapa jenis obat dan suplemen dapat memengaruhi kerja warfarin. Oleh sebab itu, hindari mengonsumsi obat-obatan atau suplemen lain tanpa berkonsultasi terlebih dulu dengan dokter.
- Diskusikan pola makan yang tepat dengan dokter saat mengonsumsi warfarin. Beberapa makanan, seperti yang kaya vitamin K (pisang, bayam, brokoli) dapat memengaruhi efektivitas warfarin.
- Hindari konsumsi warfarin saat hamil atau merencanakan kehamilan.
- Heparin. Obat ini tersedia dalam bentuk larutan dan diberikan melalui suntikan intravena (ke dalam pembuluh darah) atau subkutan (di bawah kulit) di rumah sakit
- Heparin dengan berat molekul rendah (low-molecular weight heparin/LMWH). Ini adalah obat suntik yang dapat disuntikkan sendiri di rumah.
- Fondaparinux. Sama seperti heparin, ini adalah obat injeksi yang disuntikkan secara subkutan di rumah sakit.
Terapi jangka pendek lain dapat berupa pemberian faktor antitrombin dan protein C.
- Faktor antitrombin digunakan pada individu yang diketahui mengalami defisiensi (kekurangan) antitrombin. Terapi ini umumnya digunakan untuk situasi khusus, seperti sebelum operasi atau bila terdapat bekuan darah yang sangat serius atau berulang.
- Protein C dapat diberikan pada individu dengan defisiensi protein C sebelum menerima warfarin. Terapi ini diberikan untuk melindungi individu ini dari kematian (nekrosis) kulit, yakni efek samping serius dari warfarin di mana terjadi kerusakan sel kulit yang berat.
Upaya Pencegahan yang Bisa Dilakukan
Meski faktor genetik tidak bisa dicegah, ada beberapa upaya untuk mencegah hiperkoagulasi yang didapat, seperti:
- Mengelola kondisi yang memicu hiperkoagulasi, seperti diabetes, penyakit jantung, tekanan darah tinggi dan kolesterol tinggi.
- Berhenti merokok dan menurunkan berat badan.
- Menghindari obat-obatan yang mengandung hormon estrogen. Diskusikan alternatif lain dengan dokter bila diperlukan.
- Aktif bergerak. Lakukan peregangan kaki selama perjalanan panjang. Ini akan membantu aliran darah tungkai bawah tetap lancar.
Mengingat potensi bahaya dari kondisi darah kental atau hiperkoagulasi, segera periksakan diri ke dokter bila Anda mengalami gejala-gejalanya. Pada dasarnya, hiperkoagulasi akan lebih mudah dikelola bila diketahui sejak dini.
Baca juga:
Ciri-ciri Stroke pada Anak, Apa Saja Penyebab dan Cara Mengatasinya?
Penyakit Hepatitis pada Anak: Penyebab, Gejala, Cara Mengatasi
id.theasianparent.com/bronkitis
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.