Sebagai orang tua, menumbuhkan dan memberikan contoh simpati terhadap anak adalah hal yang penting untuk dilakukan. Mengajarkan anak untuk bersimpati sama saja mengasah kemampuan si kecil untuk memiliki keinginan membantu orang lain. Terlebih ketika dunia dipenuhi dengan perbedaan, konflik, dan agresi.
Melansir dari The Conversation, anak-anak mulai memperhatikan emosi orang lain sejak usia dini. Mereka secara aktif memperhitungkan emosi orang lain ketika membuat keputusan tentang bagaimana menanggapi perkataan dan perbuatan orang lain.
Akan tetapi, apakah ini berarti anak-anak sudah mengerti cara mempraktikkan simpati sejak usia dini? Lantas, bagaimana orang tua menumbuhkan dan memberikan contoh simpati dalam kehidupan sehari-hari? Yuk, simak penjelasannya berikut ini!
Artikel terkait: Empati Menjadikan Anak Sukses Di Masa Depan
Pengertian Simpati
Rasa simpati terhadap orang lain berdasarkan dari pemahaman tentang situasi yang tidak menguntungkan dan keadaan emosional orang lain. Hal ini sering kali diiringi dengan perasaan iba atau kasihan pada orang yang tertekan.
Simpati berbeda dari empati, yang lebih merupakan “penularan emosional.” Jika Parents merasa ingin menangis ketika melihat orang lain menangis, maka Parents sedang mengalami empati.
Perasaan simpati memungkinkan individu untuk terlibat dalam perilaku prososial, seperti membantu atau berbagi. Kita mulai menunjukkan kepedulian terhadap orang lain sejak dini.
Simpati adalah bentuk awal dari bagaimana Parents menunjukkan kepedulian. Kemudian berkembang menjadi pengalaman simpati yang berbeda tergantung kehidupan.
Respons simpati akan lebih intens ketika si kecil memasukkan pemahaman kognitif tentang situasi yang dialami orang lain. Hal itu membuat ia lebih dari merasakan sedih atas penderitaan orang lain, serta akan bertindak sesuatu.
Artikel terkait: Psikolog anak: Orangtua jangan fokus kembangkan IQ saja, EQ juga penting!
Simpati dalam Kehidupan Sehari-hari
Sebelum mengajarkan dan menumbuhkan simpati pada anak dalam kehidupan sehari-hari, Parents harus memahami terlebih dahulu mengapa anak bersimpati dan mau berbagi?
Dalam penelitian yang dilakukan oleh International Journal of Behavioral Development, sebanyak 160 anak diberi kesempatan untuk membagikan sejumlah stiker kepada anak lain.
Anak-anak diperlihatkan beberapa gambar yang menggambarkan empat kondisi berbeda. Di antaranya ada gambar yang menunjukkan seseorang sedang membutuhkan dan gambar anak yang menunjukkan tidak membutuhkan atau berkecukupan.
Hasilnya, ditemukan bahwa anak-anak berusia delapan tahun membagikan rata-rata 70 persen stiker mereka kepada penerima yang membutuhkan. Anak-anak berusia empat tahun hanya membagikan 45 persen stiker mereka dalam kondisi membutuhkan.
Apa yang membuat anak berusia delapan tahun berbagi lebih banyak stiker milik mereka sendiri dengan potret anak yang terlihat membutuhkan? Sementara anak berusia empat tahun hanya membagikan sekitar setengahnya?
Jawaban atas pertanyaan ini dapat ditemukan pada kemampuan anak-anak yang berkembang untuk menempatkan diri mereka pada posisi orang lain. Selain merasakan kepedulian terhadap orang lain, mampu memahami keadaan orang lain dapat meningkatkan perilaku tolong-menolong atau berbagi sekaligus peka terhadap kondisi orang lain.
1. Contoh Simpati dengan Teman Sebaya
Dari penelitian tersebut diketahui bahwa anak-anak yang lebih besar berbagi lebih banyak stiker dengan teman sebayanya yang tampak sedih dan memiliki lebih sedikit mainan bahkan dengan melepaskan mainan mereka sendiri.
Intinya adalah anak-anak dapat menunjukkan rasa empati secara emosional sejak dini, tetapi ketika mereka mengembangkan “kemampuan mengambil perspektif”, mereka cenderung menunjukkan tingkat simpati yang lebih tinggi.
Kemampuan mengambil perspektif berarti mengetahui bahwa orang lain dapat memiliki keinginan, pengetahuan, dan emosi yang berbeda dari keinginan mereka sendiri dan bahwa itu berasal dari sudut pandang mereka.
2. Contoh Simpati Saat Bermain dengan Teman
Contoh lainnya ialah seorang anak yang ingin bermain bisbol akan memahami bahwa temannya memiliki keinginan yang berbeda, misalnya temannya ingin bermain sepak bola. Atau teman lain yang terlihat tersenyum di depan orang tuanya, sebenarnya menyembunyikan kekecewaan karena tidak mendapatkan hadiah ulang tahun yang sangat ia inginkannya.
Dalam kaitannya dengan hal itu, sebuah studi oleh APA PsycNet, merangkum temuan dari 76 penelitian yang dilakukan selama empat dekade terakhir dari 12 negara yang berbeda. Hasil temuannya sebagai berikut:
Studi ini mengamati total 6.432 anak-anak berusia antara 2-12 tahun untuk mengetahui bagaimana kemampuan mengambil perspektif anak-anak dan perilaku prososial terkait satu sama lain.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dengan kemampuan yang lebih tinggi untuk mengambil sudut pandang orang lain menunjukkan perilaku yang lebih prososial, seperti menghibur, membantu, dan berbagi.
Lebih lanjut, ketika mereka membandingkan anak-anak usia prasekolah antara usia 2-5 tahun dengan anak-anak berusia 6 tahun ke atas, ditemukan bahwa hubungan ini menjadi lebih kuat seiring dengan bertambahnya usia anak-anak.
Ketika anak-anak semakin paham menggunakan informasi kontekstual, mereka menjadi selektif tentang kapan dan bagaimana membantu orang lain. Anak-anak berusia 8 tahun memperhitungkan informasi terkait orang yang ingin diajak berbagi dan membuat keputusan berbagi yang lebih selektif yang dipandu oleh rasa simpati mereka.
Bagaimana Cara Meningkatkan, Menumbuhkan, dan Memberikan Contoh Simpati pada Anak?
Pertanyaannya adalah, bisakah kita mendorong anak untuk bersimpati kepada orang lain? Dan dapatkah anak-anak belajar untuk membantu mengingat keadaan bahwa setiap orang itu unik?
Kemampuan untuk merasakan kepedulian terhadap orang lain adalah salah satu karakteristik utama yang menjadikan kita manusia. Simpati mengikat individu dan meningkatkan kerjasama di antara anggota masyarakat.
Misalnya, dalam penelitian jangka panjang yang dilakukan dengan 175 anak. Ditemukan bahwa ketika anak-anak menunjukkan tingkat simpati yang tinggi pada usia tujuh tahun, mereka lebih diterima oleh teman sebaya dan lebih banyak berbagi dengan orang lain hingga usia sembilan tahun.
Maka, salah satu hal yang dapat kita lakukan untuk menumbuhkan simpati pada anak usia dini menurut penelitian adalah dengan menggunakan apa yang disebut dengan penalaran induktif. Penalaran induktif menyiratkan bahwa orang tua dan guru menekankan konsekuensi dari perilaku anak selama interaksi sosial.
Misalnya, ketika seorang anak mengambil mainan dari temannya, pengasuh dapat bertanya kepada anak itu dengan menanyakan, “Bagaimana perasaanmu jika temanmu mengambil mainan darimu?”
Ini dapat mendorong anak-anak untuk merenungkan bagaimana tindakan mereka sendiri dapat memengaruhi pikiran dan perasaan orang lain. Hal ini dapat memfasilitasi simpati.
Pola Asuh Membentuk Perasaan Simpati Anak
Peneliti Brad Farrant, yang bersama rekan-rekannya mempelajari hubungan antara pola asuh dan perilaku membantu membentuk simpati anak. Farrant mempelajari 72 anak antara usia empat dan enam tahun.
Studi ini menemukan bahwa anak-anak menunjukkan lebih banyak tindakan membantu dan peduli ketika mereka melihat sesuatu dari sudut pandang anak lain.
Misalnya, jika seorang anak di-bully oleh anak lain, orang tua yang mendorong pengambilan perspektif akan membimbing anak mereka untuk mencoba dan mencari tahu mengapa anak lain melakukan hal itu.
Memberi tahu seorang anak bahwa dia harus membantu dan berbagi dengan orang lain bisa menjadi salah satu cara mengajarkan bagaimana menjadi anggota masyarakat yang baik. Namun, dengan serius terlibat dalam percakapan dengan anak tentang kebutuhan, perasaan, dan keinginan orang lain dapat membantu anak-anak mengembangkan simpati.
***
Nah, itulah pengertian, cara menumbuhkan dan mengembangkan hingga contoh simpati dalam kehidupan sehari-hari. Semangat menumbuhkan rasa simpati pada si kecil, ya, Parents!
Dukungan dan pendampingan orang tua tentu jadi salah satu contoh simpati terbaik bagi anak. Sebab anak adalah peniru yang ulung, ketika Parents menunjukkan rasa simpati terhadap keluarga atau orang di sekitar, tentu hal ini akan menular kepada si kecil.
Selain itu, membiasakan anak untuk berbagi dengan orang yang lebih membutuhkan bisa jadi alternatif yang baik untuk menumbuhkan rasa sekaligus memberikan contoh simpati kepada anak.
Baca juga:
8 Contoh Sikap Empati untuk Diajarkan pada Anak, Dimulai dari Orang Tua
6 Cara membesarkan anak yang penuh empati dan peduli pada orang lain
Cara Melatih Empati Anak di Tengah Pandemi
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.