Parents tentunya ingin buah hati memiliki tumbuh kembang sempurna, sayangnya seringkali kondisi berkata lain, saat si kecil ternyata mengalami autisme yang membuatnya berbeda. Data Badan Pusat Statistik yang dirilis pada 2017 mengungkapkan terdapat 1,6 juta anak di Indonesia mengalami kebutuhan khusus termasuk autisme. Oleh karena itu, dalam rangka memperingati Hari Peduli Autisme Sedunia, penting mengetahui seperti apa ciri-ciri autisme pada bayi agar bisa mendapatkan penanganan yang tepat.
Ciri-ciri autisme pada bayi
Anak dengan gangguan spektrum autisme (ASD) umumnya menunjukkan perbedaan perkembangan sejak bayi, khususnya keterampilan sosial dan bahasa. Selain itu, si kecil kemungkinan besar memiliki cara berinteraksi yang berbeda dengan teman sebaya. Umumnya gejala muncul sebelum usianya menginjak 24 bulan dan tanda ini berbeda antara satu anak dengan lainnya.
Aspek sosial
- Minimnya kontak mata
- Tidak menanggapi saat orang dewasa di sekitarnya tersenyum
- Mengabaikan kejadian sekitar atau benda yang ditunjuk orangtua
- Cenderung pasif mengekspresikan keinginannya
- Enggan membawa sesuatu yang menarik untuk dilihat orangtua
- Ekspresi wajah datar
- Sulit memahami apa yang dipikirkan atau dirasakan orang lain
- Tidak memiliki empati terhadap orang lain
- Menarik diri dari lingkup pertemanan
Aspek bahasa dan komunikasi
- Tidak menunjukkan kebutuhannya akan sesuatu
- Belum mengucapkan satu kata pun kendati usianya menginjak 16 bulan
- Mengulangi perkataan orang lain tanpa memahami maknanya
- Lebih cenderung merespon suara lain, tetapi abai saat namanya dipanggil
- Menyebut diri sendiri ‘kamu’ dan orang lain sebagai ‘aku, kecenderungan mencampur kata ganti
- Memilih tidak berkomunikasi
- Belum memulai atau tidak bisa melanjutkan percakapan
- Enggan bermain imajinasi
- Mungkin memiliki memori hafalan yang baik terutama angka, huruf, lagu, jingle TV, atau topik tertentu
- Mengalami regresi (kehilangan bahasa atau tonggak sosial lain) pada kisaran usia 15-24 bulan
Aspek perilaku
- Berputar, berayun di atas jari kaki untuk waktu yang lama
- Lebih menyukai aktivitas yang rutin
- Terobsesi dengan beberapa kegiatan yang tidak biasa, lalu melakukannya berulang kali di siang hari
- Memilih satu bagian mainan saja saat bermain
- Sangat sensitif atau tidak sensitif sedikit pun akan sesuatu (contoh: bau, suara, lampu, tekstur, dan sentuhan)
- Konsentrasi penglihatan yang tidak biasa, cenderung melihat benda dari sudut arah tidak biasa
Bagaimana cara mendiagnosisnya?
Beberapa orangtua mungkin tidak menyadari saat buah hati menunjukkan gejala lain dari biasanya. Oleh karena itu, diperlukan skrining untuk melihat adanya penyimpangan atau tanda perkembangan yang berbeda dalam tumbuh kembangnya.
Dokter dan tenaga kesehatan biasanya akan mengamati beberapa hal dasar; seperti melihat bagaimana bayi tertawa, menanggapi percakapan, respon saat namanya disebut, dan caranya menangis. Observasi dasar ini kemudian akan dikombinasikan dengan riwayat keluarga, pemeriksaan kesehatan, juga opini orangtua.
American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan skrining sebaiknya dilakukan saat anak berada di kisaran usia 18-24 bulan. Skrining ini nantinya dapat mengidentifikasi adanya kelainan pada anak. Skrining ini harus ditetapkan untuk semua anak, tak hanya yang sudah jelas memiliki gejala.
Terdapat beberapa alat uji untuk mengetahui adanya tanda awal kelainan pada anak, antara lain:
- Kuesioner Usia dan Tahapan SE-2 (ASQ-SE2)
- Tes Pemeriksaan Gangguan Perkembangan Pervasif-II (PDDST-II)
- Skala Perilaku Komunikasi dan Simbolik (CSBS)
- Daftar Periksa Modifikasi untuk Autisme pada Balita – Direvisi dengan tindak lanjut (M-CHAT-R / F)
Di samping itu, ada juga M-CHAT-R / F, yakni alat skrining yang paling umum digunakan. Skrining ini merupakan kuesioner berisi 23 poin yang harus diisi orangtua. Dengan menggunakan alat skrining standar ini, dokter anak akan diminta memulai percakapan tentang keterlambatan bahasa, kekhawatiran tentang perilaku, atau kemungkinan langkah selanjutnya untuk anak yang berisiko dengan tes genetik, neurologis, atau perkembangan tambahan.
Kendati begitu, penting diketahui bahwa skrining bukan diagnosis mutlak. Tingkat keberhasilan untuk M-CHAT -R / F, misalnya tidak mutlak 100%. Kombinasi dengan kesehatan dan riwayat keluarga untuk mengidentifikasi anak-anak yang berisiko sangat diperlukan.
Tak kalah penting, ikuti insting Parents jika menyadari ada sesuatu yang tidak beres pada si kecil. Segera bawa buah hati ke dokter anak jika menemukan satu atau bahkan lebih gejala yang ada di atas.
Sumber: Healthy Children
Baca juga:
Cara mendeteksi autisme pada bayi, perhatikan 7 gejala awalnya
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.