Tiap suku pasti berbeda juga kebudayaannya. Begitu juga dengan budaya sebelum pemakaman jenazah, setiap suku pasti memiliki tradisi tersendiri yang masih dilakukan sampai saat ini. Salah satunya adalah brobosan.
Brobosan yang berarti menerobos ini adalah tradisi dari suku Jawa yang biasa dilakukan ketika upacara kematian. Pernah melihat keluarga jenazah yang melewati bawah keranda atau peti mati sebelum dibawa ke pemakaman? Nah, itulah tradisi brobosan.
Artikel terkait: 10 Macam Tradisi Memanggil Hujan di Indonesia, Salah Satunya Menikahkan Kucing!
Tujuan Dilakukannya Tradisi Brobosan
Setiap tradisi pasti memiliki tujuan mengapa itu sebaiknya dilakukan. Untuk brobosan, tradisi ini disebut sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada jenazah sebelum melepaskannya ke alam keabadian. Sebenarnya bukan hanya kepada jenazah, tetapi juga kepada leluhur yang sudah meninggal lebih dulu.
Selain itu, brobosan juga bertujuan agar keluarga yang ditinggalkan dapat melupakan kesedihan yang mendalam akibat meninggalnya orang yang dicintai. Seluruh keluarga yang berkumpul dan melakukan ritual, menjadi simbol perpisahan terakhir sebelum jenazah dimakamkan. Harapannya, setelah melakukan brobosan semua keluarga bisa benar-benar merelakan kepergian mendiang.
Tak hanya itu, masyarakat Jawa percaya bahwa dengan melakukan ritual maka keluarga yang ditinggalkan akan mendapat berkah atau tuah dari orang yang meninggal.
Misalnya, jika jenazah berumur panjang, maka umur panjang tersebut agar bisa menurun ke keluarganya. Begitu juga jika jenazah berilmu tinggi, maka brobosan dipercaya bisa membuat ilmu tersebut menurun kepada orang yang melakukannya.
Tradisi ini disebut-sebut sangat lekat dengan kebijakan orang Jawa, yang merujuk pada sikap bakti terhadap orang tua atau leluhurnya. Dengan melakukan brobosan berdasarkan pepatah Jawa “mikul dhuwue mendhem jero” berarti keluarga terdekat senantiasa menjunjung tinggi dan mengingat jasa orang yang telah tiada tersebut.
Cara Melakukan Tradisi Brobosan
Ritual upacara adat ini dilakukan di halaman depan rumah orang yang meninggal, sebelum jenazah diberangkatkan ke tempat peristirahatan terakhir. Namun, sebelum tradisi brobosan dilakukan, para kerabat dan tetangga akan membantu menyiapkan ubo rampe, yaitu makanan dalam sesaji atau sajen.
Setelah selesai disiapkan, maka akan dilakukan pidato dari perwakilan pihak keluarga. Isi pidatonya adalah ucapan maaf mewakili jenazah bila semasa hidupnya pernah memiliki salah. Setelah pidato diakhiri dengan doa, barulah brobosan dilakukan.
Artikel terkait: Asal-usul, Makna Tradisi Potong Jari, serta Cara Suku Dani Melakukannya
Orang yang bisa melakukan brobosan adalah keluarga terdekat, yang dipimpin oleh anggota keluarga laki-laki paling tua dengan cara merunduk di bawah keranda jenazah. Mereka semua akan melewati bawah keranda atau peti mati yang diangkat tinggi sebanyak 3 atau 7 kali searah jarum jam, dimulai dari sebelah kanan, ke sebelah kiri, ke depan, hingga kembali ke sebelah kanan.
Aturan yang Harus Dipatuhi dalam Tradisi Brobosan
Seperti disebutkan sebelumnya, salah satu tujuan melakukan ritual ini adalah untuk mendapatkan tuah panjang umur atau kebaikan yang dimiliki oleh orang yang sudah meninggal tersebut. Itulah mengapa brobosan hanya dilakukan pada jenazah orang tua yang diluhurkan.
Di samping itu, brobosan juga tidak dilakukan pada jenazah anak-anak atau remaja. Tujuannya adalah agar anggota keluarga dan saudara lainnya tidak memiliki nasib sama, yaitu meninggal cepat atau di usia muda.
Sementara jika yang meninggal jenazah perempuan, maka yang boleh melakukan tradisi brobosan adalah hanya orang terdekatnya.
Tradisi Saat Pemakaman dari Jawa Selain Brobosan
Sebenarnya ada banyak tradisi saat pemakaman yang dilakukan oleh orang Jawa, tetapi di bawah ini adalah beberapa yang paling umum dan sering dilakukan oleh mereka.
Artikel terkait: Mengenal Upacara Peusijuek, Tradisi Warisan Leluhur Masyarakat Aceh
1. Memasang bendera putih dengan palang hitam
Di Jawa, saat ada seseorang yang meninggal bukan bendera kuning yang dipasang untuk menandakan hal tersebut, melainkan bendera putih dengan gambar palang berwarna hitam. Biasanya bendera ini dipasang di depan gang masuk atau jalan di dekat tempat tinggal orang yang meninggal tersebut.
Meski tidak semua daerah di Jawa melakukan tradisi ini—karena di Solo justru menggunakan bendera merah, tetapi sampai sekarang penggunaan bendera putih dengan gambar palang hitam ini masih sering ditemukan.
2. Meminta sumbangan dari pengguna jalan
Jika biasanya tempat untuk memberikan uang duka terletak di rumah keluarga orang yang meninggal, di Jawa tidak jarang sekelompok orang mengibarkan bendera tanda kematian di jalanan dan membawa kardus atau kotak untuk meminta sumbangan dari pengguna jalan lainnya.
Selain itu, ada juga yang meminta sumbangan kepada pengguna jalan ketika jenazah dibawa menuju tempat pemakaman. Umumnya para pengguna jalan memberikan uang logam kepada orang-orang yang mengiringi jenazah.
Itulah beberapa tradisi yang masih suka dilakukan di Jawa saat ada orang yang meninggal. Semoga dengan mengetahuinya—termasuk tentang tradisi brobosan, maka kecintaan kita kepada budaya negeri sendiri tetap melekat dan tidak pudar.
***
Baca juga:
Mengenal Sekura, Tradisi Idul Fitri Asal Lampung yang Pererat Persaudaraan
Palang Pintu, Tradisi Adat Pernikahan Suku Betawi yang Sarat Makna