Apakah Bunda melihat nama Karin Novilda alias Awkarin berseliweran di linimasa Bunda akhir-akhir ini? Bagi yang belum terjamah tentang remaja yang satu ini, mungkin ada baiknya menengok sebentar ke akun media sosial yang bersangkutan untuk mendapatkan gambaran dari sosok dan kasus awkarin ini.
Gadis yang satu ini menjadi terkenal lewat Instagram dan video-videonya di YouTube. Di dua jejaring sosial tersebut, Bunda mungkin menemukan hal-hal yang Bunda harap tidak dibagi-bagikan kepada khalayak -umpatan kasar, foto-foto dengan pakaian terbuka, gaya pacaran yang bisa terbilang vulgar, dan masih banyak lagi- apalagi sampai dijadikan goals oleh pengikutnya.
Bunda mungkin juga bertanya-tanya “ngapain sih hal-hal kayak gini diumbar?” Well, sesuai dengan namanya, ‘berbagi’ sudah jadi fungsi utama social media. Di era di mana media sosial sudah jadi konsumsi sehari-hari inilah peran orangtua jadi makin ‘menantang’.
Artikel ini tidak akan membahas secara rinci kehidupan dan jatuh bangunnya Awkarin, pun tidak ditulis untuk menjelek-jelekkan sosok tersebut. Lebih dari itu, sebenarnya banyak pelajaran yang bisa dipetik dari sepak terjangnya.
Positifnya, media sosial bisa menjadi media berkreasi dan lahan untuk mencari penghasilan
Ini yang dilakukan Awkarin dan artis-artis Instagram dan YouTube lainnya. Mereka secara kreatif dan produktif membuat konten-konten -walaupun tidak bisa dibilang bahwa semuanya baik- dan akhirnya mendapat banyak pengikut sehingga menarik banyak pemilik brand mendekati untuk berkolaborasi (yang tentunya tidak gratis).
Anak Bunda punya hobi, keahlian, atau karya yang layak dibagikan dan bisa membawa dampak positif bagi yang melihatnya? Media sosial bisa jadi sarana untuk mempromosikannya (tetap dengan pengawasan ketat dari Bunda, ya!).
Selanjutnya: bahayanya kebiasaan oversharing yang harus diwaspadai
Ada bahaya lain yang mengintai: cyber-bullying, cybercrime dan sejenisnya
Cyber-bullying nyata terjadi pada Awkarin. Bukan hanya dirinya yang dihujat oleh netizen, keluarganya pun ikut dihina. Didasari rasa benci terhadap Awkarin, muncul banyak akun haters yang berisi foto-foto jadulnya yang disertai kata-kata menyakitkan yang akhirnya memberikan tekanan mental baginya.
Terlalu banyak membagikan informasi pribadi juga bisa menimbulkan risiko pencurian identitas atau lebih parah, penguntitan yang bisa berujung tindak kriminal seperti penculikan. Selalu ingatkan anak agar tidak membeberkan informasi vital seperti alamat rumah, di mana ia bersekolah, identitas diri serta keluarga, dan lainnya.
Baca juga: Waspadai Penculikan Anak Melalui Internet
Selanjutnya: hal yang satu ini penting untuk diusahakan oleh para orangtua
Ikuti perkembangan social media dan teknologi yang mungkin digunakan oleh anak
Apakah ini berarti Bunda harus membuat setiap akun social media atau membeli gadget terbaru? Tidak juga. Bunda bisa cukup memahami apa saja jejaring sosial ataupun teknologi yang sedang trend dan mempelajari fungsi serta cara bekerjanya. Cobalah mencari tahu tentang Snapchat, Instagram, Ask.fm, YouTube, dan jejaring sosial lain yang biasanya digunakan oleh anak zaman sekarang. Hal ini dapat memberikan gambaran kepada para orangtua akan sisi positif dan negatif dari penggunaan jejaring sosial tersebut sehingga kita sebagai orangtua dapat mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.
Photo: Danny E Martindale/Getty
Dampingi anak dan jadilah sahabat baginya
Menjadikan diri sendiri sebagai sosok teman bagi anak dapat memperkecil jarak yang ada dan membuat sang anak mau membuka diri kepada orangtua. Dari sinilah orangtua dapat menggali cerita mengenai permasalahan yang mungkin dihadapi sang anak, sekaligus mencari solusinya bersama-sama.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi Bunda.
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.