Semua orang tahu bahwa ASI adalah yang terbaik bagi bayi. Namun, sementara banyak ibu tidak memiliki masalah dalam menyusui anak mereka, beberapa ibu tidak seberuntung itu.
Tak sedikit ibu yang harus berjuang demi memproduksi cukup ASI untuk bayi mereka. Dan tak jarang para ibu tersebut merasa ditekan untuk menyusui bayinya secara eksklusif.
Sikap seperti inilah yang Fed is Best Foundation coba perbaiki. Menurut Fed is Best, pemberian asupan yang tidak mencukupi bisa menyebabkan bayi memiliki berbagai macam masalah kesehatan, seperti kadar glukosa rendah, penyakit kuning, dehidrasi, atau bahkan yang lebih parah, cedera otak.
(Penting untuk dicatat bahwa Fed is Best bukanlah lembaga anti-menyusui. Namun, organisasi ini menentang sikap mempermalukan dan menekan ibu untuk menyusui, terutama karena banyak yang tidak dapat melakukannya)
“Dorongan untuk mempromosikan ASI eksklusif yang terbaik bagi bayi, kerap lalai menekankan satu poin penting: bahwa asupan nutrisi yang cukup bagi bayi adalah hal yang utama,” ungkap co-founder Fed is Best, Dr. Christie del Castillo-Hegyi pada Forbes.
Dr Christie bukan hanya berbicara dari segi profesional, namun berdasarkan pengalaman pribadi yang menimpa anaknya sendiri. Ia menulis sebuah surat terbuka di laman Fed is Best, untuk mengingatkan para orangtua dan semua petugas medis, bahayanya memaksakan ASI eksklusif saat sang ibu tak mampu karena berbagai hal, pada bayi. Berikut ini adalah isi suratnya.
Setelah masa kehamilan yang normal serta persalinan yang berjalan lancar, puteraku di tempatkan di dadaku, dia langsung segera menyusu.
Semua berjalan lancar apa adanya, pelekatannya sempurna, dan dia menyusu selama 20-30 menit setiap 3 jam sekali. Seperti halnya direkomendasikan pada buku panduan menyusui.
Dia juga sudah diperiksa oleh dokter anak dan konsultan laktasi. Yang menyatakan dirinya sehat tanpa kurang suatu apapun.
Setelah pulang ke rumah, dia menjadi rewel. Saya menyusuinya dalam jangka waktu yang lebih lama di malam hari. Dia menangis keras setelah menyusu dan segera melekatkan kembali mulutnya di putingku.
Dia tidak tidur sama sekali. Keesokan harinya, dia berhenti menangis dan berubah menjadi sangat diam.
Kami membawanya ke dokter tepat 68 jam setelah dia lahir (penghujung hari ketiga). Meskipun puteraku memproduksi popok kotor sesuai perkiraan, ternyata berat badannya turun hingga lebih dari setengah kilogram. Sekitar 15% dari berat badannya saat lahir.
Dokter mengatakan, bahwa kami memiliki dua opsi. Yakni memberinya susu formula, atau menunggu hingga ASI-ku keluar pada hari keempat dan kelima kehidupan bayiku.
Karena sangat ingin sukses dalam memberi ASI eksklusif, kami membiarkan satu hari kembali berlalu tanpa hasil yang memuaskan dalam proses menyusui.
Kami pergi ke konsultan laktasi di hari berikutnya, dan menimbang hasil asupannya. Dan ternyata bayiku sama sekali tidak menerima ASI.
Ketika saya memerah susu saya dengan alat, juga dengan tangan. Saya baru menyadari bahwa tidak ada ASI yang keluar. Jadi selama ini payudaraku tidak memproduksi ASI.
Saya membayangkan, betapa tersiksanya bayiku selama 4 hari tanpa asupan ASI yang memadai. Dan 2 hari dimana ia terus-terusan ingin menyusu adalah tanda dari kondisi ini.
Artikel Terkait: Kenali Tanda Dehidrasi Pada Bayi dan Cara Menanganinya Sebelum Terlambat
Kami memberinya susu formula setelah kunjungan ke konsultan laktasi, dan akhirnya dia bisa tertidur dengan tenang.
Namun, tiga jam kemudian, kami mendapati bahwa dia tidak merespon sama sekali. Kami mencoba memberi susu, yang membuatnya sedikit sadar.
Tetapi kemudian, di malah kejang-kejang. Kami pun segera membawanya ke UGD.
Di rumah sakit, dokter menyatakan bahwa bayi Christie memiliki tingkat glukosa rendah, dehidrasi parah, dan penyakit kuning yang akut. Setelah menerima perawatan, dokter meyakinkan Christie bahwa bayinya akan baik-baik saja.
Namun, Christie yang juga seorang dokter tahu, betapa cepatnya sel otak mengalami cedera atau kematian sel karena dehidrasi parah. Sehingga dia tidak bisa berhenti merasa khawatir.
Kini, putera Christie telah berusia 6 tahun. Dan dia didiagnosa menderita Spektrum Autisme, ADHD, kelainan proses indera, IQ rendah, dan keterlambatan sistem motorik. Serta kelainan yang membuatnya sering kejang-kejang, semua ini diakibatkan oleh cedera pada area bahasa di dalam otaknya.
Dr Christie menegaskan apa yang terjadi pada anaknya sering sekali terjadi. Beberapa studi telah membuktikan bahwa memaksakan ASI ketika kondisi tidak memungkinkan malah berdampak buruk bagi tumbuh kembang bayi.
Salah satu penelitian menemukan, dari 280 ibu yang berniat memberi ASI Eksklusif pada bayinya, 22% dari mereka mengalami onset laktasi yang terlambat.
“Itu artinya, lebih dari 1 diantara 5 bayi baru lahir, berisiko mengalami kelaparan dan berbagai risiko komplikasi. Jika memaksakan ASI eksklusif padanya sejak lahir,” tegas Dr Christie.
Fed is Best menyarankan peningkatan pemantauan untuk mencegah bayi baru lahir yang disusui secara eksklusif dari bahaya.
Beberapa tindakan yang mereka rekomendasikan adalah:
- Mengajari ibu untuk memompa payudara mereka untuk memastikan hasilnya cukup
- Pemantauan berat bayi yang disusui secara eksklusif dua kali sehari sampai bayi mulai bertambah berat badan
- Menimbang berat berat badan bayi pada pra dan pasca menyusui setelah laktogenesis II (tahap dimana produksi susu yang banyak terjadi, antara 32 dan 96 jam setelah melahirkan)
- Cek bilirubin dan glukosa bayi secara teratur
- Mendidik ibu tentang bagaimana asupan ASI yang tidak mencukupi dapat menyebabkan anaknya mengalami dehidrasi, ikterus, dan hipoglikemik
Baca juga:
Tidak Berhasil Menyusui? Ini 4 Saran Dari Dokter untuk Bunda
Penjelasan Dr Wiyarni Pambudi Seputar Kasus Bayi yang Meninggal Karena Dehidrasi
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.