Perfeksionis seringkali dipandang dengan 2 anggapan; mengagumi atau malah menyebalkan. Sifat ini memang bisa menghasilkan sesuatu yang sempurna; namun di satu sisi bisa sangat melelahkan ketika si Perfeksionis meminta orang lain untuk melakukan permintaannya, dan berada pada standar yang sama dengan dirinya.
Lalu bagaimana dengan anak perfeksionis? Tak jauh beda, anak perfeksionis juga sangat melelahkan. Karena memiliki pandangan berbeda tentang kesuksesan, mereka akan menempatkan standar yang sangat tinggi, yang bisa jadi tidak mungkin untuk diraih, dan kemudian terus berusaha untuk mencapainya.
Sayangnya, ketika standar tersebut tidak dapat ia raih dengan sempurna, maka ia bisa menjadi sangat histeris, meskipun sebetulnya ketidakkesempurnaan itu berasal dari hal yang sangat kecil.
Salahkah sifat perfeksionis?
Kita memang hidup di dunia yang penuh kompetisi. Dan selalu berusaha menjadi yang tebaik adalah satu-satunya cara untuk dapat bertahan.
Bahkan kehidupan sosial kita pun, tanpa bisa kita cegah, telah menetapkan standar yang cukup tinggi baik itu dibidang akademik atau pun bidang lainnya.
Wajar jika kemudian, sebagai orangtua kita seringkali menjadi sibuk saat anak hendak mengikuti ujian akhir semester atau akhir tahun. Mendaftarkan les ini dan itu, menyediakan buku-buku pendukung, hingga mengurangi jadwal istirahat kita untuk menemani anak belajar.
Harus kita akui pula masih banyak di antara kita yang percaya, bahwa demi kebaikan mereka kita menjauhkan mereka dari kegagalan/ kesalahan. Padahal ada banyak hal yang bisa mereka pelajari dari setiap kesalahan yang nantinya mereka buat.
Baca juga: Perlunya Anak Belajar dari Kesalahan
Keberhasilan akademik atau ketrampilan yang berhubungan dengan kegiatan di kelasnya bukanlah segalanya. Anak-anak juga butuh untuk berkembang dan mengembangkan ketrampilan emosinya. Bukankah ini lebih penting saat ia menghadapi banyak kesalahan dan kegagalan sepanjang hidupnya?
Kecenderungan sifat perfeksionis, juga sering dihubungkan dengan gangguan kesehatan mental, seperti kecemasan berlebih, gangguan makan, dan keinginan untuk menyakiti diri sendiri.
Bahkan bila saat ini si Kecil terlihat baik-baik saja dengan kecenderuang perfeksionis-nya, kebiasaan untuk terus-menerus menuntut kesempurnaan pada akhirnya akan membuatnya selalu kawatir dan kecewa hingga memandang segala sesuatu dari prespektif yang negatif.
Bagaimana membantu anak perfeksionis untuk lebih santai
Memang tidak mudah mengubah karakter anak; terlebih bila sifat perfeksionis ini memang bawaan sejak ia lahir. Namun, masih ada beberapa cara yang bisa kita lakukan agar mereka lebih relaks dan akhirnya mampu menemukan keseimbangan serta tidak terlalu memaksakan diri.
Mengubah kebiasaan Anda
Keinginan untuk menjadi sempurna sepertinya memang datang dari si Kecil, namun cobalah untuk lihat bagaimana kebiasaan Parents berkomunikasi dengannya.
Bisa jadi Anda selalu berkata, “Apa pun hasilnya, Ibu tahu kamu sudah berusaha”, “Ayah tahu kamu sudah latihan dengan keras, tak mengapa bila saat ini kamu juara tiga”.
Namun, ternyata Parents juga senantiasa bercerita seperti apa rasanya mendapatkan tropi pidato bahasa inggris di kelas lima SD, atau betapa bangganya Kakek dan Nenek,- Ayah dan Ibu Anda, – saat Parents membawa pulang medali emas kejuaraan atletik.
Tanpa Parents sadari si Kecil kemudian memiliki keinginan untuk senantiasa membawa pulang tropi dan medali yang sama seperti Parents pernah lakukan.
Si Kecil perlu tahu bahwa rasa sayang Anda tak bersyarat, tidak karena jumlah tropi yang ia bawa pulang. Jadi, cobalah tunjukkan bagaimana Anda menghargai usahanya saat ia menolong orang lain atau memberi makan kucing kecil yang kelaparan di jalan.
Atau saat ia melihat hasil karyanya dan mengatakan betapa sempurnanya proyek science yang ia kerjakan, katakan bahwa Anda merasa lega melihatnya antusias mengerjakan tugas tersebut.
Biarkan ia membuat kesalahan dan belajar dari kesalahan tersebut
Pada usia si Kecil saat ini, sifat perfeksionis biasanya tumbuh dari kompetisi di sekolah atau dari lingkungan yang biasanya menjadikan kesempurnaan sebagai sesuatu yang dibanggakan. Dan dari tempat seperti inilah, kepercayaan diri anak bisa berkurang bila ia tidak menjadi sempurna.
Parents bisa mencarikan aktivitas lain yang tidak menuntutnya untuk mendapatkan nilai atau ranking; aktivitas yang hanya dilakukan untuk sekedar bersenang-senang.
Hindari pula terlalu banyak membantunya dalam pekerjaan rumah atau kegitan sekolah yang lain. Jika ia minta untuk dibantu, maka usahakan hanya menunjukkan langkahnya dan biarkan ia menyelesaikannya.
Saat ia membawa pulang nilai A, hindari mengatakan “Anak Ayah memang pandai. Selalu nilai A yang dibawa pulang.” Sebagai gantinya katakan, “Wah, kakak pasti sudah belajar keras untuk mendapatkan nilai setinggi itu.”
Begitu pula sebaliknya, saat ia membuat kesalahan, atau pekerjaan kurang sempurna, janganlah mencoba untuk menafikannya dengan mengatakan, “Ah, santai aja, ga ada yang tahu, kok”, atau “Jangan kawatir, pekerjaan kamu selalu sempurna, kok”; padahal pada kenyataannya dia sudah membuat kesalahan.
Kalimat seperti di atas, tidak akan menghilangkan stres-nya sama sekali. Karena itu coba pahami perasaaannya, dan ajak dia untuk mencari solusi.
“Apa kakak kecewa dengan hasil prakarya kakak? Menurut kakak sebaiknya bagaimana? Apakah kakak ingin memperbaiki?”
Memberi ia pemahaman bahwa proses adalah lebih penting dibanding hasil, akan membuatnya terus termotivasi, seperti apapun hasil yang ia peroleh nanti.
Parents juga bisa memberikan buku, atau melakukan permainan yang membuatnya belajar bahwa semua orang sesungguhnya membuat kesalahan; bahkan orang sukses dan terkenal sekalipun. Namun yang terpenting adalah bagaimana belajar dari kesalahan yang telah dibuat.
Hindari menjadwalkannya terlalu banyak kegiatan
Selain melelahkan, anak hanya akan mengenal bahwa harinya sempurna jika ia telah melakukan banyak hal. Begitu pula bila sekolahnya menjadwalkan atau memberinya PR yang terlalu banyak. Beri batasan waktu untuk mengerjakan semua tugas sekolah, dan biarkan ia istirahat sejenak.
Mendisiplinkan anak dengan jadwal harian dan kegiatan yang bermanfaat adalah tugas orangtua. Namun, masukkan juga jadwal “santai” dalam daftar hariannya.
Berusaha selalu dekat dengan si Kecil
Terakhir, bangunlah kedekatan dengan si Perfeksionis Kecil. Senantiasa tunjukkan padanya, bahwa kita akan selalu ada untuk mereka, apapun nilai dan hasil yang ia bawa pulang ke rumah; sempurna atau tidak sempurna. Karena bagi Parents, ia adalah kesempurnaan yang paling indah yang ada di keluarga.
Parents, semoga ulasan di atas bermanfaat.
Baca juga :
Bila Anak Selalu Tak Mau Kalah
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.