Gifted Child sering didiagnosa sebagai anak dengan gejala autisme
Setiap anak terlahir unik. Di antara keunikan itu ada yang disebut Gifted Child (anak berbakat, atau anak luar biasa). Seringkali dalam perkembangannya anak-anak Gifted mendapatkan bermacam-macam label yang didasari ketidaktahuan orang-orang yang berada di sekitarnya.
Label yang paling sering dilekatkan pada Gifted Child adalah autisme. Terutama, bila anak berusia kurang dari 2 tahun.
Hal itu pernah dialami salah seorang teman saya. Pada usia 16 bulan, anaknya menunjukkan gejala-gejala autisme seperti terlambat bicara (speech delay) , tidak menoleh ketika dipanggil, tidak peduli sekitar, senang menyusun benda-benda sejenis, tantrum dan flapping hand (mengepak-ngepak tangan) dengan atau tanpa sebab.
Hasil diagnosa dokter tumbuh kembang anak menyatakan speech delay, begitu pula ketika diperiksa oleh dokter ahli syaraf anak. Anaknya tidak diberi label autisme, dan menyarankan untuk menjalani terapi sensorik integrasi.
Teman saya itu memutuskan untuk menerapi anaknya sesuai anjuran dokter. Namun dalam setiap surat keterangan yang harus ditandatangani oleh terapis, anaknya didiagnosa PDD-Nos (salah satu jenis autisme)
Dalam perkembangannya anak ini perlahan-lahan berkembang meninggalkan ciri-ciri autisme. Ia mulai menjadi pengamat yang baik, memiliki kemampuan memecahkan masalah, kosakata yang dimiliki berkembang pesat, serta adanya kekontrasan dalam perkembangan IQ dan EQ
Menanggapi kondisi ini, Psikolog Vera Itabiliana Hadiwidjojo, Psi. dari Lembaga Psikologi Terapan UI, menjelaskan cara mengetahui perbedaan antara Gifted Child atau austisme dapat dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
Autisme mengalami gangguan di 3 area: komunikasi, interaksi dan memiliki perilaku stereotipi yang berulang.
1. Komunikasi
Anak autisme tidak bisa melakukan komunikasi dua arah dengan baik; tidak ada kontak mata; memberikan jawaban yang tidak relevan; sering mengulang pertanyaan; ada yang disertai delayed speech atau tidak ada ekspresi verbal bermakna sama sekali.
2. Interaksi
Anak dengan gejala autisme sulit mengikuti aturan di sekitarnya; sulit mengubah rutinitas/rigid/kaku, tidak bisa berbagi emosi yang sama (misal, tertawa bersama karena tontonan TV yang lucu), sulit berteman; lebih asyik sendiri; tidak ada kontak dengan dunia luar dirinya; lebih tertarik pada obyek.
3. Perilaku stereotip berulang
Contohnya : flapping hands atau mengepak-ngepakkan tangan. Sementara anak gifted tidak menunjukkan gejala autisme tersebut.
Bagaimana cara mendeteksi gifted child?
Anak gifted memiliki kecerdasan jauh di atas rata-rata/Very Superior (biasanya ditentukan di atas 130 munurut skala Wechsler); kreativitas tinggi; komitmen terhadap tugas tinggi; dan menunjukkan kepemimpinan di dalam pergaulannya.
Disinkronitas antara perkembangan emosi dan inteligensi anak gifted yang jomplang kerap menjadi masalah. Bagaimana cara menghadapinya? Perlukah mereka menjalani terapi?
Bila Anda dianugerahi Gifted Child…
Psikolog yang juga mantan model Majalah Femina dan None Jakarta ini pun menjelaskan, “Tidak perlu sampai terapi jika masih bisa diatasi dengan perlakuan yang tepat dari orang sekitar anak.
Anak gifted membutuhkan pemahaman dan penerimaan dari lingkungan terhadap kondisinya yang spesial. Mereka sebenarnya juga dapat disebut anak dengan kebutuhan khusus, sama dengan anak autis atau hiperaktif. Mereka juga memerlukan perlakuan khusus.
Anak tersebut butuh teman bicara/diskusi yang dapat memahami sekaligus meladeni kelebihan mereka. Buat mereka merasa nyaman dan tidak aneh dengan perbedaan yang mereka miliki dibanding anak lain sebayanya.
Dalam belajar, mereka butuh pengayaan agar mereka merasa terus tertantang dan tidak mengalami kejenuhan/frustrasi. Dalam bergaul, tetap beri mereka kesempatan sosialisasi sama dengan anak lain seusianya. Tantangannya adalah sering mereka mengalami konflik dengan teman yang cara berpikirnya tidak secepat mereka.
Nah di sini anak gifted pun perlu belajar bagaimana memahami teman yang berbeda dengan dirinya.
Anak gifted juga dapat diajarkan cara-cara relaksasi untuk menenangkan diri mereka jika mereka berada di situasi yang kurang nyaman bagi mereka, misalnya suasana kelas yang bising atau teman sekelompok yang task commitment nya beda jauh dengan dirinya.”
Kekhawatiran sementara orangtua tentang pendidikan formal kepada anak gifted, Vera mengatakan bahwa anak gifted bisa mendapatkan pendidikan formal, dengan catatan sekolah tersebut menyadari kondisi anak sehingga dapat memenuhi kebutuhannya dalam belajar.
“Antara lain dengan adanya enriched curriculum. anak juga perlu kondisi , antara di mana dia tidak dianggap sok rajin atau sok pintar.” Demikian ujar psikolog cantik ini kepada theAsianparent.
Parents, semoga ulasan di atas bermanfaat…
Baca juga ulasan menarik lainnya:
Terlambat Bicara atau Autisme?
Membesarkan Anak Autis, Suatu Anugerah Tersembunyi Dalam Hidupku
Jeniuskah Anakku?
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.