Nyatanya, Parents sebagai orang dewasa pun pasti merasa tidak siap dalam menghadapi setiap perubahan dalam hidup. Begitu pula dengan si kecil. Namun bagaimana cara memahami perasaan apa yang sedang dialami si kecil?
Berikut informasi selengkapnya dilansir dari Familyshare.
Gambaran “tidak siap” yang dimaksud
Tentunya setiap anak akan memperlihatkan sikap yang berbeda-beda. Tapi dari segi kebiasaan, sikap ini terbagi dua, yakni perlawanan secara agresif dan perlawanan secara pasif.
Perlawanan secara agresif meliputi kebiasaan seperti berteriak, memukul, serta menghentakkan kaki (layaknya sedang mengamuk).
Perlawanan secara pasif biasanya muncul dengan reaksi menolak untuk pergi ke mana pun, menolak untuk mengikuti aktivitas apapun, menghindari interaksi, dan juga menutup diri.
Meskipun kebiasaan-kebiasaan ini sepertinya terlihat tidak terlalu parah, tetapi perlawanan secara pasif pun juga sulit untuk dihadapi.
Cara otak anak memainkan peran
Pertama, penting bagi Anda untuk memahami perkembangan si kecil dan bagaimana itu berhubungan dengan kemampuannya dalam menghadapi pengalaman yang baru.
Secara biologis, frontal lobe – bagian dari otak besar (yang belum sepenuhnya berkembang hingga umur 25) – membantu manusia dalam memecahkan masalah, ingatan, bahasa, penilaian, rasa mengontrol, serta perilaku sosial.
Karena bagian otak ini belum sepenuhnya berkembang, maka secara biologis sulit bagi sebagian besar anak untuk mampu mengekspresikan emosi mereka.
Saat anak yang lebih dewasa dan remaja lebih mudah memahami perilaku sosial mana yang baik dan bagaimana cara mengadaptasinya, anak yang lebih kecil masih berjuang dengan emosi yang sedang mereka lawan.
Dengan kata lain, ketidaksiapan si kecil di sini “tidak hanya dianggap sebagai sesuatu yang wajar, tetapi juga sebagai sesuatu yang masuk akal”, jika dilihat dari perkembangan otak anak pada umumnya.
Tapi Anda jangan berkecil hati lebih dulu. Apalagi sampai menunggu umur si kecil menginjak 25 untuk melihat apakah ada perubahan perilaku yang terjadi pada mereka atau tidak.
4 penyebab anak “tidak siap dengan perubahan”
Sebagai orang tua, Anda bisa membantunya untuk mempersiapkan diri atas apapun perubahan yang akan terjadi padanya.
Satu hal yang perlu diingat, reaksi berlebihan yang diperlihatkan si kecil adalah sesuatu yang alamiah terjadi akibat sedang berkembangnya otak anak. Namun ada beberapa penyebab yang dinilai memang semakin memperparah situasi ini:
1. Takut akan ketidaktahuan
Salah satu penyebab paling umum atas ketidaksiapan si kecil adalah saat ia mulai diperkenalkan dengan situasi yang baru.
Saat anak tidak tahu harus berharap apa, mereka akan mulai merasa cemas. Antisipasi yang tidak nyaman ini biasanya akan lebih meresahkan daripada situasi sebenarnya yang ia sedang rasakan.
2. Merasa tidak mampu
Si kecil mungkin merasa tidak memiliki kemampuan atau pengetahuan yang diperlukan untuk merasa siap akan situasi baru yang dihadapinya.
Oleh karena itu, si kecil akan menolak perubahan yang terjadi dengan menunjukkan reaksi yang sangat emosional untuk mencegah perasaan malu atau gagal.
3. Tidak tahu mengapa
Anda sebagai orang tua mungkin merasa telah mengerti dan paham atas situasi yang akan dihadapi. Namun tidak bagi si kecil, mengingat keterbelakangan bahasa dan kemampuan yang mereka miliki.
Anak Anda mungkin tidak akan sepenuhnya mengerti atas apa yang sedang terjadi atau mengapa sesuatu berubah. Mereka juga mungkin tidak akan mengerti mengapa hal tersebut harus terjadi atau hal baik apa yang muncul dari situ.
4. Rutinitas yang berubah
Menetapkan suatu rutinitas kepada si kecil dapat membuat mereka merasa aman dan terkendali.
Jika rutinitas ini sudah terlanjur membuat anak Anda nyaman, sudah sewajarnya apabila setiap perubahan yang terjadi akan membuatnya berada dalam krisis kecemasan.
Cara membantu anak agar merasa siap
Meskipun Anda tidak bisa menghilangkan semua ketakutan dan kecemasan tersebut, sebagai orang tua, Anda dapat mempersiapkan si kecil dengan menjelaskan perubahan yang akan mereka hadapi lebih awal.
Selain itu, buat si buah hati sadar bahwa sesuatu yang tidak terduga akan terjadi. Lalu buatlah rencana mengenai cara bereaksi yang tepat untuk mereka.
Satu hal yang paling penting, cobalah untuk melakukan “permainan peran” dengan anak sebelum memulai pengalaman baru.
Cara ini dinilai berhasil untuk mengurangi rasa takut si kecil, membuat diri mereka merasa lebih siap, serta melatih anak untuk berperilaku dengan tepat.
Baca juga:
Tantrum, Mengapa Terjadi dan Bagaimana Mengatasinya?
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.