Kabar menyedihkan kembali hadir. Selasa lalu (29/5/2018) seorang anak remaja bunuh diri di kamar kost.
Peristiwa ini terjadi di kota Blitar. Dikutip dari detik.com, siswi berinisial EP, yang berusia 16 tahun, ini tergolong anak yang cerdas dan pendiam. Terbukti dari nilai ujian yang bagus, rata-rata sekitar 89.
Meskipun begitu, kabar beredar penyebab yang mendorong EP melakukan aksi bunuh diri dikarenakan dirinya khawatir tidak bisa masuk SMA favorit di Blitar, yaitu SMAN 1 Kota Blitar.
Seperti yang dikatakan Sandy salah seorang teman sekelas korban, “Cuma beberapa hari ini dia bilang stres. Soalnya nilainya turun semua. Dia juga takut nggak diterima di SMAN 1 Kota Blitar, soalnya dia kan anak kabupaten.”
Meskipun nilai korban diketahui tinggi, namun ternyata untuk memasuki SMAN pilihannya juga dipengaruhi oleh sistem zonasi.
Diketahui, setelah lulus SD, EP memutuskan untuk melanjutkan SMP negeri di kota Blitar dan hidup mandiri dengan tinggal di kost. Sementara orangtua EP berdomisili di Kecamatan Sregat, Kabupaten Blitar.
Baca juga : Penelitian: Kematian Orangtua Bisa Memicu Anak Bunuh Diri
Sejak tinggal di kost, EP pun dekat dengan MY (65), seorang ibu yang mengasuhnya sejak ia tinggal di rumah kost. EP biasa menyapa MY, Maklek.
Sebelum peristiwa tragis itu terjadi, korban sempat meminta dibelikan lauk. Siapa sangka, setelah pulang membelikan lauk, Maklek malah menemukan korban telah tergantung di kayu rangka pintu kamarnya.
“Emaknya disuruh beli lauk di sekitar rumah ini. Kebetulan keluar dari rumah kost itu bersamaan saat saya keluar di teras,” kata seorang tetangga kost, bernama Titeng Perdamaian.
Titeng mendengar Maklek berteriak sangat keras sambil menyebut-nyebut nama korban. Sejurus kemudian Titeng menghampiri, dan menemukan kalau EP sudah tidak bernyawa.
Sebelum bunuh diri, EP sudah menyiapkan surat wasiat
Yang menyedihkan, sebelum melakukan aksi bunuh diri, EP sudah menyiapkan surat wasiat. Bukan 1 tapi 4 surat wasiat. Surat pertama berisikan biodata korban. EP juga meminta maaf dan berterima kasih kepada keluarganya di surat itu.
Sedangkan surat kedua ditujukan untuk orangtuanya, ia berpesan pada ibunya supaya segera mengkremasi jasadnya.
Dalam suratnya, EP pun meminta keluarga tidak memasang bendera putih di depan rumah sebagai tanda ada yang meninggal dunia. Ia juga meminta ibunya, yang seorang dokter, tak membuka praktik hingga lebaran.
EP juga meminta maaf kepada keluarga pemilik kost karena menggunakan tempat tersebut untuk mengakhiri hidupnya.
Dalam surat ketiga, korban menulis ucapan terima kasih dan minta maaf kepada Maklek, pengasuhnya.
Surat terakhir EP meminta kepada Maklek untuk tidak memanggil orang di sekitar lokasi kejadian dan segera menghubungi nomor telepon RSUD Mardi Waluyo Blitar.
Sampai saat ini, pihak kepolisian sudah memastikan kalau penyebab EP meninggal memang karena gantung diri. Tak ada tanda-tanda penyebab lain berdasarkan hasil visum luar.
Namun, hal yang mendorong dirinya melakukan aksi bunuh diri masih perlu didalami lebih lanjut. Pihak kepolisian telah mengonfirmasi ke ibunda EP, katanya, memang ada faktor lain yang mendorong EP mengakhiri hidup.
“Keterangan dari ibu dan kakak kandung yang bersangkutan, memang mereka ada masalah keluarga. Namun bukan wewenang kami menjelaskannya. Jadi motifnya, yang bersangkutan ini depresi dengan berbagai tekanan mulai masalah keluarga, prestasi di sekolah menurun sampai ketakutan tidak diterima di sekolah favorit. Kompleks pokoknya,” kata Kasatreskrim Polresta Blitar AKP Heri Sugiono kepada detikcom.
Racmad Widiharto selaku psikolog menilai bahwa peristiwa yang melatarbelaki anak remaja bunuh diri seperti halnya EP, disebabkan oleh berbagai faktor.
“Dalam psikologi ada tiga aspek, yakni IQ, EQ dan SQ. Kalau dilihat dari intelektualnya anak ini memang bagus karena bisa masuk SMPN favorit di Kota Blitar. EQ-nya atau orang Jawa bilang mbeneh, hubungan antar sesama manusia kurang dengan orang tua. Dan SQ, keimanan. Saya melihat kasus ini terjadi karena tidak seimbangnya ketiga aspek itu. Dan ketiga aspek itu porsi terbesar ada di tangan orang tua, bukan sekolahnya,” jelas Rachmad kepada detikcom.
Ia melanjutkan, idealnya usia anak remaja seperti korban yang tinggal berjauhan dari orangtua tentu bukan perkara yang mudah. Meskipun ada yang mendampingi, namun komunikasi dan kedekatan orangtua dengan anak tetap tidak bisa tergantikan.
Melihat dari surat wasiat yang sudah dibuat, psikolog dari lembaga Lazuardi ini menilai kalau adanya kekosongan ruang cinta dalam pribadi EP.
Sementara Anna Surti Ariani, SPsi, MPsi, Psi, psikolog dari Klinik Terpadu Universitas Indonesia mengatakan bahwa kondisi anak remaja bunuh diri memang sering tidak memperlihatkan tanda-tanda lebih dulu.
Anak remaja bunuh diri disebabkan karena remaja memiliki emosi fluktuatif, yang kadang sulit dipahami oleh orang-orang di sekitarnya. Selain itu, saat sedang mengalami depresi, seseorang anak remaja memiliki pola atau cara berpikir yang semakin berkembang dan terkadang menjadi abstrak.
Untuk mencegah peristiwa bunuh diri pada anak terjadi kembali, salah satu yang bisa dilakukan adalah pihak keluarga diharapkan lebih peduli dan mau mendengarkan setiap keluhan yang dirasakan oleh remaja.
Serta bisa memahami setiap kesulitan yang mereka hadapi, memberikan dukungan dan semangat, menghargai setiap hasil usaha dan keputusan yang diambil. Kenali setiap perubahan yang terjadi pada remaja.
Baca juga :
Miris! Tangis Ayah ini pecah saat menemukan anaknya gantung diri
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.