Pemerintah Belanda belum lama ini mengumumkan akan memberikan ganti rugi atas kejahatan perang yang mereka lakukan di Indonesia setelah masa proklamasi. Namun, kebijakan ini menuai pro kontra. Salah satu alasannya karena anak pejuang tolak ganti rugi Belanda.
Sejumlah anak-anak korban perang menolak tawaran ganti rugi dari Belanda atas dasar alasan kemanusiaan. Mereka menilai uang tak bisa menebus jasa para pejuang yang telah mengorbankan nyawa demi kemerdekaan. Seperti apa cerita lengkapnya? Simak laporannya berikut ini.
Anak Pejuang Tolak Ganti Rugi Belanda: “Ayah Saya Ditembak dan Saudara Hilang”
Perang saudara di Sulawesi tahun 1958 (Sumber: Tirto.id)
Kabar mengenai tawaran ganti rugi dari pemerintah Belanda santer terdengar sejak beberapa hari belakangan. Kebijakan ini buntut dari gugatan yang dimenangkan oleh anak-anak korban perang Indonesia-Belanda khususnya yang berada di wilayah Sulawesi Selatan.
Namun, keputusan ini rupanya menuai pro kontra dari beberapa kalangan, salah satunya adalah anak-anak pejuang yang memilih untuk menolak tawaran tersebut. Adalah Andi Makmur Makka, lelaki berusia 75 tahun itu tak bersedia menerima tawaran ganti-rugi dari Belanda.
Menurutnya, perjuangan orangtuanya yang mengorbankan nyawa demi kemerdekaan Indonesia tak bisa dihargai dengan uang. Sebagai informasi, ayah Andi, Makkarumpa Daeng Parani, dieksekusi oleh tentara Belanda di Parepare sekitar tahun 1947. Tak cuma ayahnya, ketiga saudaranya juga hilang selama perang kemerdekaan melawan Belanda.
“Iya hilang, 3 saudara saya hilang. Bapak saya dan 3 saudara saya ikut. Ketika bapak saya tertembak, kakak saya yang kedua baru mendarat untuk melakukan penyerangan kepada Belanda, dan tidak pernah ketemu,” katanya, rabu (21/10/2020) seperti dikutip dari Detik.com.
Anak Pejuang Tolak Ganti Rugi Belanda: “Ini Prinsip Demi Menghargai Jasa Orang Tua”
Raja Belanda Willem-Alexander dan Ratu Maxima berkunjung ke Keraton Yogyakarta (Sumber: ANTARA Foto/Andreas Fitri Atmoko)
Andi yang dulunya bekerja sebagai wartawan sempat melakukan investigasi guna mencari tahu berapa jumlah korban perang kemerdekaan sesungguhnya di wilayah Sulawesi Selatan. Namun, hasil investigasinya tak pernah menemukan kesepakatan yang bulat di angka 40 ribu jiwa.
Ada pendapat lain yang menyebutkan bahwa jumlah korban perang kemerdekaan berkisar antara 7 ribu jiwa. Tapi, jumlah ini masih belum termasuk dengan rakyat sipil yang ikut ditembak oleh serdadu Belanda karena melindungi para pejuang.
Ilustrasi perang kemerdekaan.
Ia pun menjelaskan, dirinya sempat dihubungi oleh seorang bernama Ivonne, seorang keturunan Indonesia yang kini tinggal di Jerman. Andi mendengar dari Ivonne bahwa ganti-rugi yang ditawarkan oleh pemerintah Belanda itu berawal dari gugatan orang-orang keturunan Indonesia yang kini bermukim di Belanda dan Jerman.
“Jadi memang dari dulu dia [Ivonne] mencari anak anak korban yang ada di Sulsel, banyak kan di Sulsel. Kemudian mereka membikin apa namanya gerakan di sana, semacam yayasan sukarela, seperti LSM, menghubungkan orang ini dengan pemerintah Belanda, dan pengacaranya orang Belanda,” jelas Andi.
Polemik Ganti Rugi Belanda, “Ada yang Mau karena Perlu, Ada yang Tidak karena Prinsip”
Raja Belanda Willem-Alexander dan Ratu Maxima tiba di Sumatra Utara (Sumber: Instagram/@koninklijkhuis)
Niat Ivonne meminta ganti-rugi tidak serta merta mendapat dukungan dari keluarga korban perang Indonesia. Selain itu, penelusuran anak-anak korban perang juga sering menemui kesulitan. Faktor-faktor semacam ini membuat upaya ganti-rugi tak berjalan dengan lancar.
Meski demikian, Andi tak memaksakan penolakannya kepada keturunan korban perang yang lain. Menurutnya, ada yang mau menerima tawaran ganti-rugi karena memang butuh. Namun, ada juga yang tidak mau seperti dirinya, karena mempertahankan prinsip.
“Ada yang berprinsip perjuangan dan pengorbanan orang tua mereka tidak pantas dihargai dengan kompensasi seperti itu. Bukan soal kecil dan banyaknya, tetapi mereka punya semacam harga diri, tidak ingin jasa orangtua mereka dinilai dengan uang,” katanya.
Andi pun menilai hal ini sah-sah saja. Namun, satu yang tak boleh dilupakan bahwa bagaimanapun juga, pengorbanan para pejuang kemerdekaan tak bisa ditebus dengan uang atau apapun. Pengorbanan tersebut tak ternilai harganya dan harus selalu dipegang teguh.
“Kalau saya mungkin menilai ada lebih yang perlu, dan mungkin juga ditolak [tawaran itu]. Jadi ada dua pendapat masing-masing. Janganlah pengorbanan mereka dihargai [kompensasi]. Kalau kita kejar kan, kematian bapak atau saudara kita minta diberi kompensasi itu berupa harga diri juga,” tukasnya.
Parents, kita doakan semoga arwah para pejuang mendapat tempat terbaik di sisi-Nya ya. Selain itu, semoga keluarga diberikan segala kebaikan dalam hidup. Kalau menurut Parents sendiri, apa pendapat Anda mengenai ganti-rugi dari pemerintah Belanda?
Baca juga:
Anak Korban Perang Indonesia-Belanda Mendapat Ganti Rugi Rp 86 Juta
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.