Pengakuan Seorang Ibu Setelah Anaknya Didiagnosis Tuberkolosis, “Aku Merasa Gagal”

Pandangan dan informasi yang diceritakan di dalam artikel ini merupakan pendapat penulis dan belum tentu didukung oleh theAsianparent atau afiliasinya. TheAsianparent dan afiliasinya tidak bertanggung jawab atas konten di dalam artikel atau tidak bisa diminta pertanggungjawaban untuk kerusakan langsung atau tidak langsung yang mungkin diakibatkan oleh konten ini.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Apa yang menggambarkan rasa kesedihan yang paling tinggi? Apakah bagaikan bumi runtuh? Atau bagaikan terkena pohon yang runtuh? Dua hal tersebut belum pernah aku alami tapi saat mendengar anak alami tuberkolosis, saya merasa gagal menjadi seorang ibu.

Anak alami tuberkolosis menumbuhkan rasa penyesalan yang begitu besar dan terus berkecamuk di dalam hati. Pandangan kabur, suara sekitar pun senyap.

“Mengapa bisa dua anakku terkena TB paru?”

“Dari siapa tertularnya?”

Artikel Terkait: Hati-hati! Anak Pengidap TBC Rentan Tertular COVID-19

Anak Alami Tuberkolosis Meski Telah Vaksin BCG

Vaksin BCG biasanya dilakukan sebelum anak menginjak usia tiga bulan. Vaksin BCG berfungsi agar anak terhindar dari TBC. Vaksin ini bersi Mycobacterium bovis yang dilemahkan, penyebab utama penyakit TB.

Kedua anakku pun sudah mendapatkan vaksin BCG, qadarullah masih harus terkena TB bisa jadi imunnya sempat turun, dan kuman penyebab TB dapat masuk. Namun, anak yang sudah divaksin BCG dan belum akan lebih mudah saat pengobatannya. Jadi, pastikan anakmu sudah melakukan vaksin BCG ya!

Anak Alami Tuberkolosis, Gejalanya Bisa Berbeda-Beda

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Parents, pada umumnya anak yang terkena TB akan mengalami batuk yang berkepanjangan, demam dalam waktu yang cukup lama atau berkepanjangan, mengeluarkan keringat pada malam hari, berat badan menurun atau stagnan dan lemah letih atau tidak semangat.

Sedangkan kedua anakku, tampak sehat hanya saja berat badannya stagnan dalam waktu yang lama dan sering berkeringat pada malam hari. Kedua anakku aktif dan kemampuannya pun mampu melakukan sesuai usianya. Oleh karena itu, banyak dari pihak keluarga yang tidak percaya dan menjadi denial.

Artikel Terkait: Waspadai Gejala TBC pada Anak dan Orang Dewasa

Orang Tua Jadi Pertahanan Pertama, Hindari Denial

“Anakku pintar kok, aktif, nggak mungkin sakit”

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

“Anakku berat badannya kecil karena turunan”

Padahal anak tidak hanya harus aktif, pintar, cerdas tapi juga harus tumbuh. Itulah penyesalan yang aku alami pada anak pertama karena sempat denial dan anteng dengan dunia kerja.

Hingga aku pun memutuskan resign setelah melahirkan anak kedua.

Saat anak pertama akan menginjak usia 3 tahun baru menyadari bahwa berat badannya hampir sama dari tahun lalu yakni 10kg. Sudah dicoba selama satu bulan dengan mengganti susu formulanya yang ditujukan untuk gizi kekurangan tapi berat badan anak pertama hanya naik 200gr.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Tidak mau melakukan kesalahan yang sama, berat badan adiknya stagnan selama tiga bulan. Saat usianya 9 bulan, berat badannya stagnan 6,9kg.

Untuk makan pun keduanya tidak ada semangat, padahal sudah menerapkan pola 2-30-2, variasi makanan. Mereka lebih menyukai buah-buah atau sayuran, Padahal untuk makanan diusia mereka harus banyak protein.

Saat orang sekeliling masih denial, kitalah sebagai orang tua yang harus banyak mencari tahu ilmu atau fakta sebenarnya dan berani memberi tahukan kepada mereka. Bahwa jika anak sehat, ia akan semangat untuk makan, dan mereka akan tumbuh. Jangan sampai stunting baru menyesal.

Mempertanyakan Siapa dan Kenapa Tak Selamanya Benar

Saat anak divonis TB, kedua orangtua pasti akan dianjurkan untuk tes TB. Namun, saat hasilnya negatif dan melihat sekeliling tidak ada yang positif, Parents akan kebingungan. Dari siapa anak tertular? Kalau tidak tau yang positif, bagaimana untuk menghindarinya agar anak tidak TB lagi?

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Dan kalimat yang tepat saat ini walau terdengar klise; berserah pada Tuhan YME. Bayangkan, Indonesia menempati peringkat ke-3 tuberkolosis di Dunia. Jadi, kita tidak tahu di mana dan oleh siapa anak bisa tertular. Selain berserah, salah satu bentuk ikhtiar yang bisa dilakukan yakni menggunakan masker saat berada di luar ruangan atau saat batuk.

Artikel Terkait: Mengenal Tes Mantoux Untuk Mendeteksi Tuberkulosis Pada Anak

Tingkatkan Mood Kamu Memberi Semangat pada Anak

Satu hal yang melelahkan saat mendampingi anak terkena TB adalah memberi obat. Parents tau bukan, obat TB tidak boleh lupa diminum. Jika terlewat, pengobatan harus Kembali dari awal. Atau jika takaran kurang bisa menyebabkan pengobatan tidak optimal. Sehingga bisa memakan waktu yang lebih lama lagi.

Belum lagi anak-anak akan mudah bosan dan enggan jika meminum obat tiap hari. Parents, akan dihadapkan dengan drama menyiapkan rayuan tiap hari, menyembunyikan makanan atau minuman agar mereka tetap kuat berpuasa selama satu jam setelah minum obat. Melelahkan ya?

Jika Lelah sudah saatnya Parents meminta bantuan dari pasangan. Jangan kerjakan semua sendiri, ajak pasangan bersama-sama saat memberikan obat atau mungkin membagi tugas.

 Parents, saat anak sakit jangan merasa jadi orangtua yang gagal ya. Kamu tetaplah orantua yang berharga bagi mereka. Lihat anak-anakmu, ia akan selalu tersenyum, selalu mencari dan meminta pelukanmu. Kamu selalu menjadi orangtua favorit baginya.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

 

Ditulis oleh Yulia Amaliah Nurulhuda, VIPP Member theAsianparent ID