Pemenuhan ASI eksklusif pada bayi selama masa pandemi Covid-19 berkurang. Health Collaborative Center (HCC) menyebutkan, alasan ibu menyusui tidak memberikan bayinya ASI ada banyak.
Satu di antaranya berhubungan dengan tenaga kesehatan atau fasilitas kesehatan, di mana mereka tidak siap dalam menghadapi pandemi Covid-19. Berikut ini penelitian yang dilakukan HCC menyoal masalah ini yang dilakukan sekaligus untuk menyambut Pekan ASI Sedunia 2021.
Kesadaran Ibu Menyusui Memberikan ASI Eksklusif Menurun di Masa Pandemi
Alasan Ibu Menyusui Tidak Memberikan ASI Eksklusif Selama Pandemi
Menyambut Pekan ASI Sedunia 2021 beberapa waktu lalu, Health Collaborative center mengadakan penelitian mengenai layanan fasilitas kesehatan (faskes) yang berhubungan dengan pelayanan laktasi selama pandemi Covid-19. Penelitian ini dilakukan cross-sectional secara daring di 25 provinsi pada 1004 responden tenaga kesehatan dengan masa kerja 8-23 tahun.
Mereka adalah 154 dokter, 758 bidan, 92 tenaga kesehatan lain yang bekerja di puskesmas (45%), rumah sakit (25%), dan bidan praktik mandiri (18%).
Hasilnya ditemukan fakta bahwa 62% tenaga kesehatan (nakes) yang bekerja di layanan primer di Indonesia mengaku kesulitan mempertahankan ibu menyusui memberikan ASI eksklusif pada bayinya selama masa pandemi Covid-19.
Beberapa faktor yang memengaruhi adalah:
- Tidak ada layanan antenatal. Sebanyak 57% faskes layanan primer tidak memiliki pelayanan antenatal care daring/telemedicine selama pandemi Covid-19.
- Nakes tidak mendapatkan pelatihan. Sekitar 66% nakes di layanan primer tidak pernah mendapatkan pelatihan menyusui khusus manajemen laktasi untuk pandemi.
- Kurangnya informasi menyusui. Ada 42% nakes yang mengaku tidak menerina informasi tentang menyusui yang aman selama masa pamdemi di fasilitas kesehatan mereka bertugas.
- Tidak ada fasilitas menyusui. Sekitar 64% faskes primer tidak punya fasilitas menyusui khusus pasien Covid-19.
Artikel terkait: Aku Positif COVID-19 dan Harus Menyusui Bayiku, Ini 5 Hal yang Kulakukan
Hoax Juga Memengaruhi Kesadaran Ibu
Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, Founder & Chairman HCC menjelaskan hasil penelitiannya pada konferensi pers virtual, Rabu (4/8/2021).
Tidak adanya layanan antenatal dan ketiadaan pelatihan nakes mengenai layanan laktasi selama pandemi, menurut Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, berisiko 1,4 dan 1,2 kali lebih besar mengganggu pelyanan laktasi dan kesehatan ibu-anak.
Hal lainnya yang juga memengaruhi kesadaran ibu memberikan bayinya ASI eksklusif adalah hoax atau berita bohong.
“Masalah hoax telah menjadi halangan untuk ibu bisa percaya dengan nakes. Bahkan, para ibu lebih percaya dengan broadcast whatsapp dan artikel yang tidak jelas sumbernya,” kata dr. Ray, peneliti utama juga Founder & Chairman HCC pada peringatan virtual Pekan ASI Sedunia bertema Lindungi ASI Tanggungjawab Bersama, Rabu (4/8/2021).
Hoax yang paling sering dipercaya para ibu menyusui ini adalah, kata dr. Ray, soal virus corona yang bisa menular lewat ASI.
“Ini hoax terbesar. Dan WHO telah mengatakan sebaliknya. Malah dalam ASI pada ibu yang terkonfirmasi positif memiliki antibodi khusus. Tidak pernah ada satupun dari banyak penelitian bahwa terdapat virus di ASI, bahkan ASI bisa membantu mempercepat recovery pada bayi,” terang dr. Ray.
Oleh karena itu, untuk mencegah ibu-ibu dari hoax, harus ada pelatihan infodemik agar ibu-ibu ini bisa memberikan ASI secara eksklusif kepada bayi mereka.
Artikel terkait: 5 Tantangan yang Kerap Dialami Saat Proses Menyusui, Apa Saja?
4 Rekomendasi Solusi
Melihat hasil penelitian di atas, maka dr. Ray memberikan empat rekomendasi solusi untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi para nakes. Yaitu:
- Praktik konsultasi pemberian ASI eksklusif selama pandemi tetap dilakukan. Dilakukan di faskes sesuai dengan jadwal kunjungan yang telah disepakati ibu sebelumnya. Atau, bisa juga dengan kunjungan rumah, telepon atau Whatsapp (WA)/SMS.
- Memberikan saran efektif. Nakes harus terus memberikan afirmasi dan saran efektif bagi para ibu menyusui agar mempertahankan praktik menyusui ASI eksklusif. Caranya sama seperti sebelum pandemi, yakni tetap menyusui bayi secara langsung sesering mungkin (on demand) atau mengombinasikan antara menyusui langsung dan memompa ASI.
- Mengendalikan hoax. Pemerintah dan stakeholder wajib punya kebijakan ketat dalam pengendalian hoax. Ini untuk mengatasi keengganan atau kekhawatiran ibu datang ke faskes selama pandemi Covid-19 dan melindungi mereka dari informasi yang tidak benar (hoax).
- Lakukan layanan laktasi virtual. Tingkatkan inovasi antenatal care (ANC) dan konseling secara virtual. Misalnya dengan mengadakan fasilitas telemedicine/konsultasi daring dan mudah digunakan dan bebas biaya/gratis tersedia, Posyandu daring/online, kelas ibu menyusui daring/online, atau membuat instrumen aplikasi (contoh: aplikasi ponsel, kalender online) mengenai pengawasan ibu hamil dan menyusui berbasis daring/online.
Artikel terkait: Bolehkah Minum Obat COVID-19 Saat Menyusui? Ini Pendapat Konselor Laktasi
Yuk, Bunda, jangan mudah percaya hoax dan bijaklah dalam menerima informasi. Selamat meng-ASI-hi!
Baca juga:
Menyusui di Masa Pandemi COVID-19 Kian Menantang, Ini Aturannya
Bayi Tertidur Saat Menyusu, Perlukah Dibangunkan atau Tidak?
Mengenal inisiasi menyusui dini, proses penting dalam fase menyusui
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.