Tolong, terima kasih, dan maaf, mungkin akan menjadi 3 kata ‘ajaib’ yang Parents ajarkan pada si kecil. Namun, tahukah Anda bahwa mengajarkan anak untuk mengatakan kata amin perlu dilatih sejak dini?
“Amin”, kata sederhana bermakna seluas samudra
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, amin berarti terimalah, kabulkanlah atau demikianlah kehendaknya. Amin, atau amen dalam Bahasa Inggris, diucapkan umat beragama Kristen, Katolik dan Islam saat hendak menutup doa mereka.
Selain itu, umat Kristen dan Katolik juga mengucapkan amin saat mereka selesai membuat tanda salib. Sedangkan umat Islam mengucapkan amin ketika selesai membaca surat Al Fatihah.
Apakah anak Anda sudah mau diajak beribadah bersama? Mungkin ia belum bisa mengucapkan doa panjang atau menghafalkannya, dan itu wajar terjadi di usianya yang begitu muda (usia prasekolah dan TK).
Anda tidak perlu khawatir, karena itu bukan berarti anak tidak tertarik memperdalam ilmu agama. Ia memerlukan proses untuk dapat melaksanakan ibadah sesuai ajaran agamanya.
Mengucapkan “amin” bersama Anda di akhir prosesi ibadah langkah awal mengenalkan anak dengan agama. Paling tidak ajarkanlah anak untuk ikut mengucapkan “amin” di akhir doa yang Anda panjatkan.
Mengapa harus “amin”? Simaklah jawaban yang disusun berdasarkan wawancara kami dengan beberapa orangtua dari berbagai usia dan latar belakang pendidikan.
Bisa mengajarkan si kecil beberapa hal penting
1. Di atas bumi ada langit
Sikap mengatupkan tangan ke dada dan menunduk atau memejamkan mata saat berdoa akan membuat anak mengerti, kita sedang berurusan dengan sesuatu yang lebih besar daripada ayah ibunya.
Ada kekuatan yang lebih besar, meski tidak terlihat. Itulah Tuhan. Kekuatan besar Tuhan tidak untuk ditakuti, melainkan untuk dicintai dan dirindukan.
Berdoa dan mengucapkan “amin” akan membuat anak mengerti, manusia bukan satu-satunya yang terkuat di jagat raya.
Oleh karena itu, sombong karena punya mainan banyak atau mem-bully teman karena ia baju seragamnya sudah usang tidak pantas dilakukan.
2. Menyadari toleransi
Manusia memilih jalan yang berbeda untuk mencapai tujuan hidupnya. Tanpa kita sadari, ternyata ada kesamaan di tujuan yang hendak kita capai. Jadi mengapa kita harus bermusuhan?
Saat anak telah sekolah, ia mungkin akan menyadari teman sebangkunya yang beragama Kristen atau Katolik juga mengucapkan “amin” saat selesai berdoa.
Kita berharap kesamaan itu tidak membuat mereka saling menjauh, malah menjadi dekat karena mereka sama-sama mengucapkan “amin” pada Tuhan yang sama juga.
3. Selalu berprasangka positif
Waktu berdoa kita mengungkapkan apa yang sedang kita rasakan dan inginkan. Apakah Tuhan benar-benar mendengarnya? Itu hanya Tuhan sendirilah yang bisa menjawabnya.
Saat berdoa, Anda sedang berbicara sekaligus mendengarkan suara hati Anda sendiri.
Manusia sebenarnya punya mekanisme unik saat sedang terjepit. Ia cenderung menanamkan bayangan tentang sesuatu yang baik dalam otaknya. Bahkan dalam situasi paling sulit pun kita berdoa tentang hal-hal yang baik bukan?
Apa yang Anda ucapkan akan menginspirasi anak untuk memahami bahwa prasangka positif perlu ditumbuhkan di segala kondisi. Itu disimbolkan dengan kata “amin” (maka terjadilah) di akhir doa kita.
4. Mengucapkan kata Amin bisa membantu menenangkan diri sendiri
Hal-hal buruk dan tidak diinginkan terjadi dalam hidup kita. Kita menanggapinya dengan marah atau menangis, demikian juga si kecil. Kemarahan dan air mata tak dapat menghapusnya. Apapun yang kita lakukan, kejadian itu tetap ada.
Kita tak bisa menghindar dari peristiwa buruk, tapi kita bisa bersiap agar jiwa kita tidak mudah kalut menghadapi setiap goncangan.
Dengan berdoa kita berdiam diri sejenak, mengatur nafas agar pikiran tetap jernih. Sesudah mengucapkan “amin” kita bangkit dan kembali beraktivitas seperti biasa. Berikan contoh jika ingin anak belajar religi di usia dini.
5. Percaya dan pasrah
Ketika saya bertanya pada teman di sosmed, “Apa yang kamu rasakan saat mengucapkan amin?” Teman saya bilang, “Mengiyakan dan percaya.”
Percaya. Itulah alasan mengapa kita beragama, dan membimbing anak kita untuk belajar agama. Kita percaya kepada Tuhan, dan bahwa Dia tak akan membiarkan umat-Nya terjerumus dalam kesulitan.
Rasa percaya ini membuat hidup lebih indah dan kita ingin anak juga merasakannya.
Rasa percaya membuat manusia tidak takut menjalani hari-harinya. Ia juga tidak berangan muluk-muluk pada apa yang akan terjadi.
Ia menyerahkan segalanya, masa lalu, masa kini dan nanti kepada Tuhan. Itu dilakukannya bukan karena ia sudah tak punya harapan, melainkan agar siap menghadapi petualangan seumur hidup yang penuh kejutan.
Parents, siapkah Anda menjalani petualangan ini bersama anak?
Referensi : KBBI, Wikipedia
Baca juga :
Ajarkan anak sopan santun dengan 3 cara terbaik berikut ini!
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.